Penuh Orang Indonesia, Kenapa Jarang Restoran Indonesia di Melbourne?
Foto ilustrasi: Pixabay
Dari hasil pengamatan saya bolak-balik ke Melbourne, Australia sejak tahun 2014, saya bisa simpulkan bahwa banyak sekali orang Indonesia di Melbourne. Tapi kenapa hal ini tidak diikuti jumlah restorannya?
Banyaknya orang Indonesia di Melbourne nggak usah diragukan lagi, deh. Mulai dari jadi turis, pelajar sampai pekerja ada semua. Saya bahkan sudah 3-4 kali bertemu penjual (yang berbeda-beda) di Queen Victoria Market yang merupakan orang Indonesia. Bahasa Indonesia juga menjadi bahasa asing terbanyak ke-3 yang diajarkan di sekolah-sekolah di Victoria (negara bagian di mana Melbourne berada).
Tapi yang mengherankan tidak banyak restoran Indonesia di Melbourne. Paling tidak, tidak di pusat kotanya. Contohnya di area Swanston Street, saya hanya melihat satu restoran Indonesia yang bernama Nelayan. Sementara restoran untuk makanan Thailand, Vietnam, Jepang, dan Cina ada lebih dari satu. Keluar dari Swanton Street, sangat mudah juga menemukan restoran Cina, Vietnam, Jepang, dan Thailand. Kenapa bisa begitu?
"Mungkin orang Indonesianya sendiri nggak suka makanan Indonesia," jawab Trav ketika saya mempertanyakan kebingungan saya.
"Tapi kan, nggak harus orang Indonesia aja yang makan makanan Indonesia. Buktinya kamu orang Australia senang juga makanan Vietnam atau Cina," bantah saya.
"Kayaknya memang makanan Indonesia nggak terlalu populer di kalangan orang Australia," ucapnya.
"Kenapa nggak populer?" kejar saya penasaran.
"Karena Indonesia nggak punya makanan khas seperti Vietnam punya pho atau Thailand dengan Tom Yam," ceplosnya.
Saya pun langsung memberondong Trav dengan menyebutkan makanan-makanan khas Indonesia seperti nasi kuning, nasi uduk, rendang, dan sebagainya. Saya memang bukan ahli kuliner namun sedih rasanya bila makanan-makanan Indonesia (yang menurut saya makanan terenak di dunia) bisa tidak terdengar gaungnya di tempat seperti Melbourne yang notabene banyak banget orang Indonesianya.
Tapi saya jadi merenungi ucapan Trav. Tidak salah bila ia beranggapan demikian. Karena sejujurnya rendang (yang digadang-gadang sebagai makanan asli Indonesia) tidak sepopuler pho, tom yam, atau sushi dari Jepang. Di lain sisi, mungkin bisnis restoran Indonesia di Melbourne tidak begitu menjanjikan. Selain makanan Indonesia tidak familiar di kalangan warga lokal, orang Indonesia sendiri yang berada di sana tidak merasa ada kebutuhan mendesak untuk mencari makanan Indonesia. Kenapa? Karena makanan Indonesia sangat mudah digantikan makanan Asia lain yang cita rasanya juga kuat di lidah dan memang sudah familiar di Indonesia.
Contohnya saya sendiri. Empat kali ke Melbourne, tidak pernah sekalipun saya masuk ke restoran Nelayan yang saya sebut di atas. Saya malah bolak-balik makan makanan Cina dan Vietnam kalau saya kangen dengan makanan yang bercita rasa kuat. Selain bumbunya yang menurut saya berasa di lidah, makanan-makanan Cina dan Vietnam pun sudah sangat familiar bagi saya karena saya sering memakannya di Indonesia.
Eh, tapi bukan berarti tidak ada restoran makanan Indonesia lain selain restoran Nelayan di Melbourne, ya. Saya tahu di sana ada restoran Es Teler 77. Tidak pernah ke sana tapi tahu ada restorannya karena Trav pernah makan di tempat ini dan suka banget sama nasi goreng ikan asinnya. Selain itu, pernah mendengar cerita dari orang Kedubes Australia di Jakarta bahwa banyak rumah makan-rumah makan kecil yang menjual makanan Indonesia di sekitaran kampus-kampus di Melbourne.
Hanya saja, yang saya lihat (sebagai turis) di sekitaran pusat kota Melbourne, restoran Indonesia tidak sebanyak restoran Vietnam, Cina, Jepang, atau Thailand.
Ada yang pernah merasakan hal sama di Melbourne? Atau justru mengalami hal yang berbeda dengan saya? Bisa saja ternyata di Melbourne banyak sekali restoran Indonesia tapi saya nggak tahu. Sharing infonya, ya..
Tapi saya jadi merenungi ucapan Trav. Tidak salah bila ia beranggapan demikian. Karena sejujurnya rendang (yang digadang-gadang sebagai makanan asli Indonesia) tidak sepopuler pho, tom yam, atau sushi dari Jepang. Di lain sisi, mungkin bisnis restoran Indonesia di Melbourne tidak begitu menjanjikan. Selain makanan Indonesia tidak familiar di kalangan warga lokal, orang Indonesia sendiri yang berada di sana tidak merasa ada kebutuhan mendesak untuk mencari makanan Indonesia. Kenapa? Karena makanan Indonesia sangat mudah digantikan makanan Asia lain yang cita rasanya juga kuat di lidah dan memang sudah familiar di Indonesia.
Contohnya saya sendiri. Empat kali ke Melbourne, tidak pernah sekalipun saya masuk ke restoran Nelayan yang saya sebut di atas. Saya malah bolak-balik makan makanan Cina dan Vietnam kalau saya kangen dengan makanan yang bercita rasa kuat. Selain bumbunya yang menurut saya berasa di lidah, makanan-makanan Cina dan Vietnam pun sudah sangat familiar bagi saya karena saya sering memakannya di Indonesia.
Eh, tapi bukan berarti tidak ada restoran makanan Indonesia lain selain restoran Nelayan di Melbourne, ya. Saya tahu di sana ada restoran Es Teler 77. Tidak pernah ke sana tapi tahu ada restorannya karena Trav pernah makan di tempat ini dan suka banget sama nasi goreng ikan asinnya. Selain itu, pernah mendengar cerita dari orang Kedubes Australia di Jakarta bahwa banyak rumah makan-rumah makan kecil yang menjual makanan Indonesia di sekitaran kampus-kampus di Melbourne.
Hanya saja, yang saya lihat (sebagai turis) di sekitaran pusat kota Melbourne, restoran Indonesia tidak sebanyak restoran Vietnam, Cina, Jepang, atau Thailand.
Ada yang pernah merasakan hal sama di Melbourne? Atau justru mengalami hal yang berbeda dengan saya? Bisa saja ternyata di Melbourne banyak sekali restoran Indonesia tapi saya nggak tahu. Sharing infonya, ya..
----------@yanilauwoie----------
Blog Sebelumnya:
0 komentar