My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio
Foto ilustrasi: Pixabay

Tidak habis-habis cerita saya tentang kejadian di bandara. Yang terbaru adalah peristiwa yang saya alami sekitar 30 menit yang lalu. Kali ini karena body lotion yang saya bawa.

Saat ini saya sedang berada di gate E6, terminal 2, bandara Soekarno Hatta. Menunggu boarding pesawat Garuda Indonesia menuju Melbourne, Australia. Sebelum sampai di gate ini, saya harus melewati screening terlebih dahu. Ketika ransel pink saya keluar dari screening machine, petugas langsung bertanya, "Ini tas Mbak?" Saya pun mengiyakan. Kemudian terjadilah percakapan seperti ini:

"Ada cairan di dalamnya, ya?"
"Oh iya." Saya teringat memiliki botol minum yang seperempat terisi. "Saya habiskan, deh," kata saya sambil mengeluarkan botol dari ransel.
"Boleh saya periksa tasnya? Karena masih ada cairan lain."
Saya pun memperbolehkan petugas pria tersebut mencari-cari cairan yang dimaksudnya.
"Ini Mbak," katanya sambil mengacungkan botol body lotion. "Ini melebihi ukuran."
Saya melihat ukuran yang tertulis: 120 ml, lalu berkata, "Tapi isinya sudah tinggal sedikit. Nggak sampai 100 ml."
"Iya tapi kemasannya tetap melebihi aturan."
Tidak mau berdebat saya berkata, "Boleh saya pakai dulu body lotionnya?"
"Silakan."

Adegan berikutnya adalah saya sibuk mengoleskan body lotion ke tangan dan kaki saya. Untung saja di situ terdapat kursi dan saya tidak terburu waktu, sehingga saya bisa melakukannya dengan santai. Para petugas pun sesekali melihat ke arah saya. Mungkin mereka memastikan saya tidak akan menyelipkan body lotion tersebut kembali ke tas saya. Setelah selesai, saya tinggalkan body lotion tersebut. "Ini ya, Mas," kata saya sambil meletakkan body lotion tersebut bersama botol-botol lain yang kebanyakan adalah botol air mineral. "Terima kasih," jawab si petugas dengan ramah.

Saya memang sengaja membawa body lotion tersebut di dalam ransel agar bisa dipakai sewaktu-waktu. Sedangkan body lotion saya yang satu lagi, yang ukurannya lebih besar saya masukkan ke dalam koper di bagasi. Saya tidak teliti bahwa meskipun bentuknya mungil ukuran botol yang saya bawa dalam ransel tersebut melebihi batas atas cairan yang bisa dibawa ke dalam pesawat, yaitu 100 ml. Terlepas dari isinya yang sudah tidak 100 ml lagi, kemasan itu sendiri diperhitungkan.

Saya pernah mengalami kejadian serupa ketika pergi ke Vietnam tahun 2012 lalu. Saat itu, saya membawa body mist dengan ukuran kemasan yang juga melebihi 100 ml. Meskipun isinya sudah tinggal setengahnya, mbak petugas saat itu pun tidak memperbolehkan saya membawa body mist tersebut. Sama seperti yang saya lakukan dengan body lotion barusan, body mist tersebut saya semprotkan sebanyak mungkin ke pakaian-pakaian yang ada di koper (saat itu saya hanya bawa koper ukuran kabin). Baru sisanya saya tinggalkan kepada petugas. Ogah rugi! ;p

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie


Blog Sebelumnya:
  • Penginapan di Yogyakarta: The Alana Hotel & Convention Centre
  • Siapkan Waktu Lebih di Bandara Perth, Australia Kalau Tidak Mau Ketinggalan Pesawat
  • Kena Marah Sopir Bus di Vietnam
  • Dimarahi Sopir Bus di Perth, Australia
  • Memperpanjang Visa Australia
Saya menginap di The Alana Yogyakarta selama 3 hari 2 malam, yaitu 21 – 23 April 2016. Ini plus minus yang saya rasakan ketika menginap di hotel yang beralamat di Jl. Palagan Tentara Pelajar Km 7 ini.





Plus
  • Desain modern. Saya suka dengan hotel yang memiliki tampilan modern dan terlihat baru. Hotel ini memiliki hal tersebut.
  • Kamarnya luas. Ini yang paling saya suka dari hotel ini. Kamar yang saya tempati ukurannya sangat luas. Selain ada bed dengan ukuran queen, masih ada sofa yang cukup besar, meja dan kursi namun tidak menghalangi keluasan dari kamar itu sendiri.
  • See-through bathroom. Entah kenapa saya selalu excited bila mendapatkan kamar hotel dengan kamar mandi yang memiliki kaca tembus pandang ke kamar tidur. Padahal ketika saya menggunakannya, tetap saja kaca tembus pandang itu saya tutup dengan tirai. Meskipun saya tidur sendirian, rasanya seperti ‘ditelanjangi’ kalau kaca tersebut tidak ditutup. Jadi kenapa excited, Yan? Saya pun tidak tahu. Hehehe.
  • Free Wi-fi. Koneksi wi-finya di dalam kamar cukup kuat. Selain itu, aksesnya mudah karena tidak membutuhkan password, otomatis terkoneksi.
  • Kolam renang. Saya tidak sempat menggunakan fasilitas ini namun ketika melihatnya dari jendela kamar, kolam renangnya terlihat cukup bagus. Menggoda untuk menceburkan diri ke dalamnya.
  • Fasilitas oke. Layaknya hotel berbintang, hotel ini dilengkapi fasilitas oke. Selain wi-fi dan kolam renang yang sudah saya sebutkan, ada juga cleaning service yang membersihkan kamar, gratis 2 botol air mineral, koran, dan sarapan.
  • Diskon kue. Di lobi ada tempat jual kue. Di atas jam 6 sore, harga kue-kue ini didiskon sebesar 60%. Saya sempat membeli rainbow cake yang harganya hanya 14 ribu setelah diskon. Rasanya pun cukup enak.

Minus
  • Toilet mudah basah. Harus hati-hati saat mandi karena perbedaan ketinggian lantai antara bagian shower dan di luar shower nyaris tidak ada. Pembatas antara ruangan shower dan luar shower hanyalah sebagian kaca dan tirai, sehingga membuat air mudah mengalir kemana-mana. Ini agak mengganggu karena membuat ruangan dalam toilet basah semua. Tapi ketika saya mengeluhkan hal ini, dengan sigap petugas membantu mengeringkan lantai.
  • Saluran teve terbatas. Entah saya yang tidak cukup sabar mencari atau saluran teve-nya memang terbatas. Yang pasti saya tidak bisa menemukan saluran teve berbayar seperti Star World atau Warner TV di kamar ini.
  • Bukan di pusat kota. Dibutuhkan waktu sekitar 20 menit bila ingin ke area Malioboro. Jadi kalau tujuannya traveling di sekitar pusat kota agak kurang pas bila menginap di sini.

Overall
Secara keseluruhan saya sangat suka dengan hotel ini. Harganya pun tidak terlalu mahal bila dibandingkan dengan kamar dan fasilitas yang didapat. Love it!

Note:
Review ini berdasarkan pengalaman saya saat menginap di sini. Bisa saja mereka memiliki fasilitas lain yang saya tidak tahu.

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Siapkan Waktu Lebih di Bandara Perth, Australia Kalau Tidak Mau Ketinggalan Pesawat
  • Kena Marah Sopir Bus di Vietnam
  • Dimarahi Sopir Bus di Perth, Australia
  • Memperpanjang Visa Australia
  • Jangan Buka Mulut Terlalu Lebar di Australia
Bandara Perth punya empat terminal, yaitu T1, T2, T3, dan T4. Tidak semua terminal berdekatan satu sama lain. Jadi kalau tidak mau ketinggalan pesawat pastikan kita sudah tahu benar letak terminal tujuan kita dan cara mencapai ke sana, atau kita akan ketinggalan pesawat. Seperti yang nyaris saya dan teman saya, Asri alami.


Foto: Dok. Perth Airport

Sore itu di pertengahan bulan Oktober 2015, kami akan melakukan penerbangan dari Perth menuju Melbourne dengan menggunakan pesawat Tigerair. Untuk menuju bandara, kami menggunakan bus no. 40 dari pusat kota Perth. Begitu bus mencapai bandara, kami langsung masuk bandara. Sampai di dalam bandara kami tidak menemukan counter Tigerair. Setelah bertanya kepada petugas, ternyata Tigerair letaknya bukan di terminal yang kami datangi melainkan di T2. "Kan gue sudah bilang sama lo. Nggak percayaan banget, sih," reaksi Asri.

Asri sebenarnya sudah menyampaikan perihal ini saat kami di dalam bus. Kata dia dari hasil browsing-an, Tigerair ada di T2 (terpaksa browsing karena tidak disebutkan terminal berapa di tiket kami). Tapi info tersebut tidak terlalu berguna karena bus yang kami naiki tidak berhenti di T2 melainkan hanya berhenti di T3 dan T4 yang memang berdekatan. Saya dengan keras kepalanya iseng mencoba masuk ke dalam terminal. Ya siapa tahu web yang dilihat Asri salah atau ada perubahan.

Diburu waktu, saya deg-degan menunggu Terminal Transfer Bus, bus yang khusus beroperasi dari satu terminal ke terminal lain di bandara Perth. Begitu bus datang, kami langsung bergegas. Tapi satu menit, dua menit bus tak kunjung jalan. Saya pun mulai cemas mengingat waktu yang sudah sangat mepet. Kami sebenarnya sudah check in tapi koper-koper ini, kan, harus masuk bagasi. Setelah bus akhirnya jalan, saya tidak berhenti-henti melihat jam. Rasanya ingin saya ambil kendali, tuh, kemudi bus dan menginjak gas sampai maksimal. Padahal saya nggak bisa menyetir.

Bus yang jalannya kayak siput itu akhirnya sampai di T2 setelah sekitar 10 menit perjalanan. Saya melirik jam, sial, ini sudah batas akhir untuk memasukkan koper ke bagasi. Pantang menyerah, saya dan Asri menggeret koper secepat mungkin menuju counter Tigerair. Begitu kami sampai tujuan, antrian check in cukup panjang. Melirik ke counter sebelah yang ada tulisan "web check in", tidak ada petugas di sana. Ya Tuhan, bagaimana ini? Haruskah kami menunggu di antrian panjang check in ini? Wah bisa batal terbang ke Melbourne ini.


Asri dengan cueknya mengambil jalur dari sisi web check in yang tidak ada orang mengantri sama sekali (iya iyalah karena nggak ada petugasnya), lalu memotong ke depan petugas yang mengurusi antrian check in. "Kami sudah web check in, harus melapor ke mana?" kurang lebih begitu pertanyaan Asri ke petugas wanita tersebut. Sang petugas pun langsung melayani kami setelah sebelumnya meminta maaf kepada dua orang bule yang sedang proses check in. Kedua bule itu bete, Asri mendengar mereka membicarakan kami tapi dengan sang petugas mendahulukan kami itu pertanda bahwa mereka merasa bersalah karena seharusnya memang ada petugas di counter web check in.


Saya merasa bersyukur Asri memiliki keberanian untuk melakukan tindakan tersebut, karena tidak lama (mungkin sekitar 5-10 menit) setelah kami melewati screening bandara, kami dipanggil untuk boarding. Coba kalau kami masih menunggu antrian yang mengular itu, dipastikan kami akan ketinggalan pesawat.


Jadi untuk yang mau travel ke luar Perth melalui bandara Perth, pastikan sudah tahu benar terminal yang dituju karena dari situ tahu bus mana yang harus diambil agar bisa sampai di terminal yang benar karena beda bus beda pula terminal yang dilewati. Untuk melihat rute bus menuju bandara Perth bisa dibaca di sini. Tapi sebaiknya memang kita menyiapkan waktu lebih karena setepat apapun persiapan kita, kita tak pernah tahu ada peristiwa apa yang bisa menghalangi.



Booking.com
----------@yanilauwoie----------
Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h


Blog Sebelumnya:
  • Kena Marah Sopir Bus di Vietnam
  • Dimarahi Sopir Bus di Perth, Australia
  • Memperpanjang Visa Australia
  • Jangan Buka Mulut Terlalu Lebar di Australia
  • Kolam Renang Gratis di Eastern Beach, Geelong, Australia
Karena menulis tentang sopir bus di Perth weekend lalu, saya jadi teringat bahwa itu bukan pertama kalinya saya kena damprat sopir bus. Beberapa tahun sebelumnya, tahun 2012, saya pun pernah kena marah sopir bus di Ho Chi Minh City, Vietnam.

Waktu itu saya, Mira, Feny, dan Ribut ingin mengunjungi Binh Tay Market. Kabarnya barang-barang di market tersebut lebih murah harganya di bandingkan Ben Thanh Market yang sangat terkenal itu. Setelah mendapatkan informasi bagaimana menuju ke sana, kami pun menuju sana dengan menggunakan bus.

Di dalam bus yang mirip dengan bus transjakarta ini, saya bertanya kepada anak sekolah yang duduk di sebelah saya di mana saya harus turun. Tapi karena sang anak sekolah tersebut tidak bisa bahasa Inggris, informasi tidak bisa saya dapat. Bertanya kepada orang yang berbeda, lagi-lagi tidak mendapatkan jawaban karena kendala bahasa.

Sedang bingung harus bertanya kepada siapa, tiba-tiba seorang kakek yang duduk di depan saya menengok ke belakang dan bertanya, "Are you Indonesian?" Rupanya Kakek dan istrinya tersebut adalah orang Prancis yang pernah tinggal beberapa waktu di Kalimantan, makanya dia familiar dengan wajah orang Indonesia. 

Kami dan nenek dari Prancis (yang mengambil foto ini suami si nenek) di depan Binh Tay Market. Yap, akhirnya kami sampai juga ke sana.

Mereka berada di dalam bus tersebut karena ingin mengunjungi market yang sama dengan kami. Mereka pun tidak tahu harus turun di mana karena tidak ada orang yang bisa berbahasa Inggris yang bisa membantu mereka. Saat kami sedang mengobrol, tiba-tiba ada rombongan yang berjalan ke arah kami dan dengan suara lantang seorang pria diantaranya bertanya, apakah kami tahu di mana letak Binh Tay Market. Wah, lagi-lagi ada rombongan turis di bus ini dan menuju arah yang sama. Mereka turis asal Malaysia.

Merasa satu tujuan dan satu penderitaan, kami membahas tentang kesulitan yang kami temui karena jarang yang bisa berbahasa Inggris. Sedang seru-serunya membahas hal ini, tiba-tiba ada seorang pria yang memakai seragam menghampiri kami dan mengoceh-ngoceh. Sejujurnya saya tidak jelas dia ngomong apa tapi saya bisa menangkap bahwa dia meminta kami jangan berisik karena mengganggu penumpang lain.

Bukan tegurannya yang membuat saya kaget. Tapi kenyataan bahwa pria yang menegur kami adalah sang sopir bus yang membuat saya shock. Jadi dia sampai menghentikan busnya demi bisa menegur kami. Wow, kami pasti membuat kehebohan yang cukup mengganggu. Well, sejujurnya bukan saya dan teman-teman saya, sih, yang bersuara besar melainkan rombongan Malaysia itu. 

Alhasil di sisa perjalanan, saya dan teman-teman saya banyak diam. Kalaupun berbicara, kami menggunakan volume suara yang ekstra kecil. Ya mending bisik-bisik, deh, daripada kena damprat lagi.

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie


Blog Sebelumnya:
  • Dimarahi Sopir Bus di Perth, Australia
  • Memperpanjang Visa Australia
  • Jangan Buka Mulut Terlalu Lebar di Australia
  • Kolam Renang Gratis di Eastern Beach, Geelong, Australia
  • Itinerary Trip Melbourne, Australia

Hari itu, di bulan Oktober 2015 adalah hari terakhir saya dan Asri di Perth. Kami harus segera melanjutkan perjalanan ke Melbourne. Untuk itu, naiklah kami bus 40 dari pusat kota Perth dengan tujuan bandara Perth. Sama sekali tidak menduga kalau saya akan kena damprat sopir bus tersebut.

Begitu bus 40 datang, saya dengan sigap menaikkan koper ke dalam bus. Lalu menghampiri sopir bus. Setelah mendapatkan keyakinan dari sopir bahwa bus tersebut menuju bandara, saya menyerahkan uang sebesar 20 AUD untuk 2 penumpang. Tidak ingin menghambat laju masuknya penumpang lain, karena sopir tersebut tepat depan pintu masuk bus, saya pun meninggalkan sang sopir yang sibuk mengetik pembayaran di mesinnya. Saya bilang kepada Asri yang ada di belakang saya untuk menunggu kembaliannya.

Tidak lama kemudian Asri duduk di kursi sebelah saya. "Sopirnya nggak mau kasih uang kembaliannya," lapor Asri. Saya bingung dengan laporan Asri. Bukannya harga tiket bus 4.50 AUD per orang. Itu berarti hanya 9 AUD untuk 2 orang. Lalu kenapa sopir itu tidak mau memberikan kembaliannya? "Nggak tahu. Nanti lo aja yang nanya, deh," reaksi Asri terhadap kebingungan saya.

Di tengah kebingungan, saya melihat seorang pria bule yang datang dari arah sopir berjalan mencari kursi kosong sambil membawa secarik kertas yang saya yakin itu adalah tiket. Melihat itu, saya tidak tahu mana yang lebih meresahkan, tidak mendapat kembalian sebesar 11 AUD atau tidak mendapatkan bukti tiket.

Akhirnya di tengah perjalanan saya pun menghampiri sang sopir. Saya jelaskan bahwa saya belum mendapatkan kembalian saya. Siapa sangka saya malah dimarahi. "Saya sengaja nggak mau kasih kembaliannya. Kamu yang bayar harusnya kamu yang menunggu kembaliannya. Jangan main pergi begitu saja." Kurang lebih begitu kalimatnya plus dengan bonus tampang jutek.

Layaknya seorang cucu yang sedang dimarahi kakeknya, saya cuma bisa bilang maaf dan terima kasih begitu tiket dan uang kembalian sudah pindah ke tangan saya. Apes!


Booking.com
----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:
  • Memperpanjang Visa Australia
  • Jangan Buka Mulut Terlalu Lebar di Australia
  • Kolam Renang Gratis di Eastern Beach, Geelong, Australia
  • Itinerary Trip Melbourne, Australia
  • Self-service di Supermarket Coles di Melbourne, Australia

Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ▼  2016 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ▼  April (5)
      • Pakai Body Lotion di Depan Petugas Bandara Soekarn...
      • Penginapan di Yogyakarta: The Alana Hotel & Conven...
      • Siapkan Waktu Lebih di Bandara Perth, Australia Ka...
      • Kena Marah Sopir Bus di Vietnam
      • Dimarahi Sopir Bus di Perth, Australia
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ►  2015 (51)
    • ►  December (7)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (3)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (13)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ►  October (6)

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes