Kondisi pandemi COVID-19 yang tak berkesudahan membuat saya belum bisa bepergian meninggalkan Australia, bahkan untuk pulang ke Indonesia sekalipun. Namun saya bersyukur karena hasrat travelling saya masih bisa terpenuhi tahun ini karena saya, Shannon dan Noah sempat melakukan road trip ke beberapa tempat pada tahun 2021 ini. Jadi bisa dibilang, highlight perjalanan saya pada tahun ini adalah road trip di Australia.
1. Road Trip ke Canberra
Berkunjung ke Canberra, ACT menjadi road trip pertama yang kami lakukan pada tahun ini. Ini pertama kalinya saya ke Canberra. Yang saya suka dari Canberra adalah banyak museum dan galeri bagus terbuka untuk umum, gratis dan ramah bayi. Cocok dengan kondisi kami yang membawa Noah yang saat itu masih berusia 11 bulan.
Termasuk di antaranya National Museum of Australia, National Gallery of Australia yang saat itu memiliki pameran karya seni dari Yayoi Kusama yang instagrammable, National Potret Gallery yang memiliki pameran lukisan potrait tokoh-tokoh terkenal, dan Australian War Memorial, monumen yang didedikasikan kepada para prajurit korban perang. Untuk keterangan tempat tersebut dan tempat-tempat gratis lainnya bisa dibaca di tautan berikut ini.
Saya juga suka dengan kotanya yang berada di bawah kaki gunung dengan danau besar yang ada di tengah kota. Keberadaan gunung dan danau ini membuat Canberra yang sangat kota menjadi terasa cukup hijau dan cukup damai.
Kalau untuk liburan atau jalan-jalan rasanya cukup menghabiskan waktu hanya 2-3 hari saja di sini pasti sudah habis terkunjungi semuanya. Tapi kami waktu itu tinggal lebih lama di sana karena Shannon ada pekerjaan yang harus dilakukan di sana dan itu alasan kenapa kami melakukan road trip ke sana.
2. Road Trip ke Australia Selatan
Road trip yang kami lakukan pada tengah tahun ini adalah road trip dalam rangka liburan. Dari rumah kami di Victoria, kami berhenti di berbagai titik yang menurut kami menarik dijelajahi, sebelum kami sampai di ibukota Australia Selatan, yaitu Adelaide. Namun Adelaide memang bukan tujuan utama kami. Ini hanya satu tempat yang kami kunjungi selama road trip. Tujuan utamanya tentu menikmati berbagai destinasi yang kami kunjungi.
Dengan mengunjungi Adelaide, saya sudah resmi berkunjung ke seluruh negara bagian Australia dengan ibukotanya. Mulai dari Melbourne, Sydney, Perth, Hobart, Brisbane dan Adelaide. Menurut saya Adelaide hanyalah kota biasa. Kota ini tidak memesona saya layaknya Melbourne dan Hobart namun countryside Australia Selatan sangatlah memesona saya. Banyak sekali tempat yang luar biasa bagus yang membuat saya berkata, "Australia itu indah!"
Beberapa di antaranya adalah Tantanoola Caves (videonya bisa ditonton di sini), gua kecil namun memiliki susunan stalaktit dan stalakmit yang cantik sekali, Umpherston Sinkhole (videonya bisa ditonton di sini), taman cantik yang unik karena ada di lubang bawah tanah, dan Granite Island (videonya bisa ditonton di sini), pulau kecil yang memesona dengan susunan bebatuan granitnya. Tiga tempat tersebut benar-benar membuat saya terkagum-kagum dan sangat bersyukur karena diberikan kesempatan untuk menikmati keindahannya.
3. Road Trip ke Ballarat
Ini adalah road trip terakhir yang kami lakukan pada tahun ini sekaligus yang sempat membuat saya deg-degan. Berbeda dengan road trip yang kami lakukan ke Canberra dan Australia Selatan di mana kami datang ke tempat yang saat itu bebas COVID-19 sehingga meembuat saya merasa sedang ada di planet lain, Ballarat tidak bebas COVID-19. Berada di negara bagian Victoria yang selalu jadi salah satu hot spot COVID-19, saat kami berkunjung, Ballarat memiliki 5 kasus COVID-19 per hari. Namun karena beberapa pertimbangan, kami memutuskan pergi. Bisa dibaca alasannya di sini.
Meski hanya melakukan perjalanan 2 malam 3 hari saja, saya cukup terkesan dengan kota tua ini. Bangunan-bangunan tua berpadu dengan nuansa hijau dan danau di pusat kota membuat kota ini terasa hangat meskipun termasuk kota yang terdingin di Victoria.
Salah satu favorit saya adalah Ballarat Botanical Gardens (videonya bisa dilihat di sini) yang tertata cantik dengan bunga-bunga yang berwarni-warni. Saya sudah pernah mengunjungi botanical gardens di beberapa kota di Australia dan yang ada di sini merupakan salah satu yang tercantik. Jadi wajib banget dikunjungi.
Hal lain yang saya sukai ketika melakukan road trip ke Ballarat adalah mengunjungi ladang bunga canola yang sungguh memesona. Bayangkan saja, hamparan bunga berwarna kuning yang memenuhi lahan berhektar-hektar. Cantiknya nggak ketolongan!
Note:
Travelling dengan Bayi
Travelling dengan bayi yang kemudian bertambah besar dan menjadi balita memiliki keseruan dan tantangannya tersendiri. Yang jelas, saya dan Shannon tidak boleh egois hanya memikirkan kepentingan kami saja. Kami juga harus memasukkan Noah dan kebutuhannya ketika melakukan rencana perjalanan.
Berbeda ketika Noah masih bayi kecil di mana dia cukup anteng dalam mobil, makin dia bertambah besar maka dia makin tidak betah bila berlama-lama berada di dalam mobil. Karena itu, sebelum pergi Shannon biasanya sudah mengatur rute tempat-tempat mana saja kita bisa break agar Noah bisa bermain sesaat, menyalurkan keaktifannya.
Untuk yang ingin bepergian dengan bayi, saya pernah menuliskan tip road trip yang mungkin bisa berguna. Silakan dibaca di sini.
Road Trip Saat Pandemi
Bepergian saat pandemi jelas berbeda dengan situasi normal (bisa dibaca di sini untuk detailnya). Banyak hal yang harus kita perhatikan untuk memastikan perjalanan kita bisa tetap lancar dan aman. Dan tentunya protokol kesehatan yang tidak boleh dikasih kendor.
Saya sungguh berharap kita semua bisa tetap sehat dan pandemi ini segera berakhir. Semoga tahun 2022 bisa membawa lebih banyak kebaikan untuk kita semua.
Saya, Shannon dan Noah pergi melakukan road trip ke Ballarat, Victoria pada minggu ke-3 Oktober. Sebenarnya agak deg-degan sih, melakukan road trip kali ini karena kasus COVID-19 di Victoria belum juga turun. Masih di kisaran 1000-an kasus baru per harinya. Tapi ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan sehingga kami akhirnya berani travelling.
Pertimbangan pertama adalah kasus COVID-19 di Ballarat tidak tinggi. Sehari sebelum kami pergi, Ballarat hanya ada 5 kasus COVID-19 per hari. Yap, saat itu Ballarat bukanlah hot spot COVID-19. Kota yang selalu masuk sebagai hot spot COVID-19 tidak lain dan tidak bukan adalah Melbourne dan sekitarnya (greater Melbourne). Karena kasus COVID-19 terbanyak di Victoria nyaris selalu berasal dari sana.
Dan waktu keberangkatan kami ke Ballarat adalah seminggu sebelum orang-orang dari Melbourne dan sekitarnya diizinkan bepergian ke area regional Victoria. Yap, meski saat itu lockdown panjang di Melbourne dan sekitarnya sudah diangkat, orang Melbourne dan sekitarnya masih belum boleh bepergian ke area regional Victoria.
Jadi saya berpikir mungkin ini kesempatan terakhir untuk bisa bepergian tanpa dihantui oleh kemungkinan bertemu banyak orang dari Melbourne yang mungkin saja membawa virus COVID-19. Ini bukan karena saya parno atau curigaan sih. Tapi kemungkinan itu bisa saja terjadi karena fokus pemerintah bukan lagi menekan kasus COVID-19 sampai nol melainkan fokus pada tingginya angka vaksinasi. Buktinya ketika lockdown di Melbourne diangkat, kasus masih di atas 1000-an per hari.
Nah, untuk orang-orang yang telah divaksinasi dan memiliki imun bagus sangat mungkin mereka tidak akan merasakan gejala apa-apa bila terkena COVID-19. Jadi bisa saja orang tersebut bepergian kemana-mana dan terlihat sehat namun sebenarnya menyebarkan virus.
Dengan dua pertimbangan tersebut, plus keinginan untuk keluar rumah sesaat di momen ulang tahun saya, akhirnya saya memberanikan diri dan kami memutuskan pergi. Tentu saja dengan tetap memenuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker dan check-in ketika kami mengunjungi tempat-tempat umum.
Selain kedua hal tersebut, ada lagi protokol yang berbeda dalam road trip kali ini, yaitu kami harus menunjukkan bukti vaksin dan identitas diri yang menunjukkan alamat kami. Paling tidak di dua restoran yang kami kunjungi, yaitu di Dr Fill dan Eclectic Taste Cafe & Pantry, kami ditanyakan hal ini.
Di hari pertama di Ballarat, kami makan malam di Dr. Fill. Begitu melewati pintu masuk ada seorang pelayan menunggu dekat meja yang di atasnya terdapat pengumuman bahwa restoran ini hanya menerima pengunjung yang sudah divaksin saja.
Setelah saya melakukan check-in, dia menanyakan bukti vaksin. Untungnya saya sudah menyambungkan bukti vaksin saya ke aplikasi Victorian Government sehingga sangat mudah diakses dari apps tersebut. Setelah melihat bukti vaksin dia juga meminta identitas yang ada alamat tempat tinggal kami. Dia ingin memastikan bahwa Saya, Shannon dan Noah bukan warga Melbourne dan sekitarnya.
Hal yang sama dilakukan oleh pelayanan di Electic Taste saat kami brunch keesokan harinya. "Mulai hari ini kami memberlakukan peraturan untuk hanya menerima pengunjung yang sudah divaksinasi saja," kata pelayan perempuan sebelum mencatat pesanan kami. Di restoran tersebut kami pun diharuskan tetap memakai masker, kecuali saat makan dan minum.
Baik di Dr. Fill maupun di Eclectic Taste, kami memutuskan untuk duduk di kursi luar ruang. Saya meminta demikian kepada Shannon yang ia pun sepakat. Sirkulasi udara jauh lebih baik di luar ruang dan kemungkinan untuk terkena virus COVID-19 lebih kecil di luar ruang daripada di dalam ruangan. Meskipun bukan berarti bebas risiko sama sekali tapi setidaknya ini usaha terbaik kami untuk terhindar dari virus.
Saat saya diminta untuk menunjukkan bukti vaksin, di situlah saya makin yakin bahwa dunia kita sudah benar-benar berubah. Cara kita hidup dan travelling pun mau tidak mau harus beradaptasi dengan dunia baru ini. Suka tidak suka, mau tidak mau, kita harus hidup berdampingan dengan COVID-19.
Percakapan tersebut terjadi sekitar dua tahun lalu, saat Noah masih di dalam perut. Saya sudah minum bubble tea atau boba sebelum saya hamil Noah. Namun intensitasnya meenjadi berkali-kali lipat saat saya hamil.
Dalam seminggu bisa 3-5 kali saya minum boba. Mulai dari boba yang dijual di convenience store hingga boba yang brand-nya sangat terkenal dan ada di hampir semua mal di Jakarta. Namun yang sering saya minum adalah boba yang dijual di kantin kantor saya di Jakarta dulu. Rutin tiap habis makan siang, pasti minumnya boba.
Saking seringnya, sampai-sampai teman kantir saya, Enggar keheranan bila saya nggak minum. "Nggak ngeboba?" tanya Enggar. "Nggak deh. Ntar anak gue kayak boba," jawab saya sama Enggar. Serius deh, saya sempat takut kalau kebanyakan gula akan berdampak tidak baik untuk janin saya. Karena itu, saya sudah menahan untuk tidak minum boba setiap hari. Kalau nggak ditahan bisa sehari 2-3 kali saya minum boba.
Nah, sekarang saya tinggal di tengah hutan yang boro-boro ada boba, KFC atau McD saja nggak ada. Hiks. Karena itu setiap kali saya ke Melbourne, pasti bela-belain untuk cari dan beli boba. Tapi kan saya ke Melbourne-nya juga jarang, ya. Makanya suka berasa kangen pengen minum boba.
Untungnya sekitar dua minggu lalu, saya dapat info bahwa di supermarket-supermarket kayak Woolies dan Coles menjual boba kemasan. Nggak pakai lama, saat Shannon ke kota terdekat yang ada Woolies-nya, dia membelikan saya boba kemasan yang sudah saya pilih terlebih dahulu melalui situsnya. Iya belanjanya click & collect, jadi Shannon tinggal ambil saja barang-barang pesanan kami tanpa harus muter-muter supeermarket.
Saya memilih tiga brand yang berbeda. Salah satunya adalah brand yang cabangnya banyak di Jakarta dan Melbourne. Happy banget pas melihat harganya yang hanya 10 dollar tapi untuk 4x minum. Ini jauh lebih murah dibandingkan beli langsung di tokonya dalam bentuk tinggal minum yang harganya mencapai sekitar 6 dollar per gelas. Ya repot sedikit meracik boba dari kemasan gpp-lah yang penting bisa irit.
Selain irit dompet, juga mengurangi gelas plastik sekali pakai yang berujung jadi sampah. sampah plastik berbahaya karena menghasilkan gas rumah kaca yang menyumbang pemanasan global dan mendorong perubahan iklim.
Iklim yang berubah menyebabkan banyak bencana, termasuk kebanjiran, kekeringan dan ancaman tenggelamnya pulau-pulau di Indonesia.
Saya sendiri belum 100% bisa lepas dari plastik tapi sedikit demi sedikit berusaha mengurangi. Selain mengurangi kemasan plastik sekali pakai, ternyata banyak lho, langkah mudah yang bisa kita lakukan untuk membantu mengatasi perubahan iklim.
Meski kesannya simpel tapi bila kita semua bergerak serentak tentunya akan membantu membuat bumi lebih baik. Masih mau kan, tinggal di bumi lebih lama lagi?
Memang langkah mudahnya seperti apa? Cek di www.teamupforimpact.org ya. Di sana ada enam hal yang bisa kita lakukan bersama untuk membantu mengatasi perubahan iklim. Ya, kalau bukan kita siapa lagi coba yang harus peduli sama bumi?
Kembali ke boba, kamu suka boba jugakah? Rasa apa yang paling disuka?
Sebagai seorang traveller dengan budget yang pas-pasan, saya selalu berusaha hemat dalam setiap perjalanan yang saya lakukan. Mulai dari berburu tiket pesawat promo, pesan penginapan dengan kupon diskonan, dan berbagai hal lain saya lakukan untuk memastikan perjalanan yang saya lakukan tidak membuat tabungan saya kosong. Enam hal berikut ini adalah yang sering saya lakukan untuk menghemat uang saat travelling. Ternyata, bukan cuma bisa menyelamatkan dompet tapi juga berdampak besar untuk bumi!
1. Ikutan free walking tour
Apa sih free walking tour? Kalau dalam bahasa Indonesia free walking tour dapat diartikan sebagai tur jalan kaki gratis. Para peserta akan diajak keliling kota oleh satu orang pemandu dengan tujuan untuk mengenal kota tersebut. Untuk kota-kota besar di Eropa dan Australia hal ini merupakan praktek yang sangat lumrah dilakukan.
Ada berbagai operator berbeda yang menyediakan jasa ini. Nah, yang pernah saya coba adalah free walking tour dari SANDEMANs yang memiliki layanan free walking tour di 20 kota di Eropa, Amerika Serikat dan Timur Tengah. Waktu itu saya mencoba free walking tour yang diselenggarakan mereka di kota Edinburgh, Skotlandia, Amsterdam, Belanda. dan Copenhagen, Denmark.
Serunya ikutan free walking tour adalah kita akan mendapat banyak cerita tentang kota tersebut dan diajak ke tempat-tempat bersejarah sekaligus menjadi destinasi wisata. Bahkan saat free walking tour di Amsterdam, saya sempat icip-icip keju gratis karena sang pemandu membawa kami ke toko-toko yang menjual keju. Yap Belanda memang terkenal dengan kejunya!
Tentu saja maksud sang pemandu membawa kami tur ke toko keju adalah dengan harapan para peserta tur membeli keju dan (mungkin) dia akan mendapat tip dari toko tersebut. Tapi kami sama sekali tidak dipaksa untuk membeli keju-keju tersebut.
Keseruan lain yang saya dapatkan adalah ketika mengikuti free walking tour di Copenhagen. Tur berakhir di area Istana Amalienborg, tepat saat mau pergantian pengawal. Saya langsung lari ke halaman istana untuk melihat aksi ini. Dan di sini pula saya sempat ketemu sama Ratu Denmark, Margrethe II. Bahkan sempat disenyumi segala! Beruntung banget! Cerita lengkapnya bisa dibaca di sini.
Bayangkan, sudah hemat uang karena turnya gratis (saya hanya keluar uang untuk memberikan tip seikhlasnya), dapat cerita dan pengalaman seru pula!
2. Manfaatkan transportasi umum gratisan
Naik tram ini gratis untuk area Melbourne CBD
selain ikutan free walking tour, salah satu cara menghemat uang saat travelling adalah dengan menggunakan transportasi umum tidak berbayar. Contohnya kayak di Melbourne, Australia mereka memiliki tram gratis khusus untuk area Melbourne CBD. Kebetulan di Melbourne, ada beberapa destinasi wisata di wilayah CBD. Jadi pas banget kalau mau hemat ongkos bisa naik tram ini.
Selain tram yang untuk publik dan memiliki area jangkauan yang cukup luas, ada juga tram khusus wisatawan yang area jangkauannya fokus di destinasi wisata. Karena dirancang khusus untuk turis, tram ini akan berhenti di area-area turis dan memiliki voice over yang menjelaskan setiap destinasi wisata yang dilewati.
Naik kedua tram ini cukup menghemat biaya transport saat jalan-jalan di Melbourne. Untuk yang mau tahu lebih jauh tentang tram ini, bisa baca blog saya di sini.
Selain di Melbourne, Perth juga punya sarana transportasi gratis yang bernama CAT Bus yang beroperasi di area Perth CBD, Freemantle dan Joondalup. Saat ke Perth, saya sering menggunakan bus ini. Meskipun gratis namun busnya sangat nyaman dan jadwalnya juga teratur.
Satu lagi, kota di Australia yang menyediakan tansportasi gratis, yaitu Brisbane. Kota ini menyediakan City Loop (bus) dan CityHopper (kapal ferry) yang beroperasi di area CBD Brisbane. Jadi kalau tujuan kita berada di area CBD atau dekat-dekat area CBD, kedua transportasi ini merupakan pilihan asyik.
Saya sempat mencoba keduanya dan bagi saya CityHopper bukan hanya sarana transportasi tapi juga seperti wahana atraksi tersendiri. Coba deh, naik kapal ini pada malam hari saat cuaca tidak hujan dan tidak terlalu dingin, menikmati binaran lampu kota dari atas air punya pesonanya sendiri!
3. Bawa kantong belanjaan sendiri
Saat ke Tasmania, Australia pada tahun 2017 lalu saya sempat kaget karena saya harus bayar kantong plastik ketika saya berbelanja di supermarket Woolworths. Tidak mahal sih, hanya 75 cent kalau tidak salah. Tapi kalau dirupiahin kan lumayan ya, sekitar Rp7.500,-
Saat itu, selain Woolworths, ALDI adalah supermarket di Australia yang juga sudah menerapkan tidak menyediakan kantong belanja gratis. Kini, semua supermarket dan departement store besar di Australia, seperti Coles, Target dan Kmart sudah tidak menyediakan kantong belanja gratis lagi. Semuanya harus bayar. Di website Kmart ini tertulis bahwa mereka menyediakan kantong belanja plastik yang 80% bahannya bisa didaur ulang dengan harga 80 cent.
Kalau dipikir-pikir, ya apalah arti 80 cent, kan? Tapi kalau belanjanya lebih dari satu kali, misalnya belanja makanan (saya termasuk yang sering belanja makanan di supermarket untuk mengirit biaya makan), belanja pernak-pernik (kalau ke Australia, harus banget belanja pernak-pernih di Kmart karena barangnya bagus-bagus dan harganya murah-murah), dan belanja pakaian.
Kalau kita termasuk yang senang belanja, bisa banyak deh, pemakaian kantong plastiknya dan dikalikan 80 cent. Ya daripada buat bayar kantong plastik lebih baik uangnya buat nambahin beli magnet tempelan kulkas buat oleh-oleh, kan? Dan kita belanjanya pake kantong belanja sendiri yang bisa dipakai berulang-ulang.
4. Bawa botol air minum sendiri
Siapapun yang pernah jalan-jalan ke Eropa, Australia atau Amerika Serikat pasti akan berasa 'dirampok' kalau beli air minum kemasan. Eh, kecuali kamu anak sultan, ya. Bagaimana nggak? Kalau di indonesia harga air minum keemasan ukuran 600ml kisaran 2-3 ribuan. Di negara-negara maju tersebut harganya bisa berkali-kali lipat. Di Australia misalnya, harga air kemasan di kisaran AUD1-3 atau sekitar 10-30 ribuan. Nah, bayangkan saja kalau sehari kita minum beberapa botol air, lumayan berasa juga, kan.
Karena itu, saya biasanya selalu bawa botol minum sendiri, apalagi di banyak negara di Eropa dan Australia menyediakan air yang bisa diminum langsung dari keran air tanpa harus dimasak terlebih dahulu. Jadi kita bisa isi botol air di manapun.
Saking iritnya nggak mau beli air minum kemasan, saya sampai pernah isi botol air di toilet museum Louvre di Paris, Prancis dan toilet Royal Tasmanian Botanical Garden di Tasmania, Australia. Kalau dipikir-pikir sekarang jijik juga ya isi air minum di toilet. Hahaha... Tapi air minumnya aman kok, dan saya tidak sakit karenanya.
Tapi memang harus dipastikan dulu sih, setiap mau ambil air dari keran. Cari tahu dengan pasti bahwa air keran tersebut aman untuk diminum. Saya biasanya menggoogling dulu aturan air keran ini setiap berkunjung ke suatu negara. Kalau merasa nggak yakin, saya bertanya sama petugas penginapan. Lalu kalau mau ambil air di keran, celingak-celinguk dulu untuk cari pemberitahuan apakah air keran tersebut aman diminum atau tidak.
Contohnya di Australia yang bisa dibilang aman untuk minun air keran namun ada tempat-tempat tertentu yang air kerannya tidak aman untuk diminum. Biasanya mereka akan pasang kertas pemberitahun dekat keran air dan bilang bahwa air tersebut bukan untuk diminum.
Bisa dibilang saya sering membawa botol air minum sendiri saat travelling namun bukan berarti juga saya nggak pernah beli air minum kemasan karena kadang saat saya haus, saya tidak menemukan tempat isi ulang air minum dan mau tidak mau harus beli. Dan di situlah saya berasa 'dirampok'.
5. Bayar 1 untuk 2 kali makan
Pita bread dan salad di Capital Restaurant, London yang saya makan bareng kedua teman saya, Asri dan Stacey
Salah satu nasihat dari bapak saya saat saya kecil dan terus terngiang hingga kini adalah untuk selalu menghabiskan makanan. "Banyak orang yang mau makan saja susah," begitu kata bapak saya kalau melihat kami, anak-anaknya ada yang tidak menghabiskan makanan. Karena itu sebisa mungkin saya selalu menghabiskan makanan meskipun tidak selalu sukses.
Yang jadi masalah adalah kalau saya travelling ke Eropa, Amerika Serikat atau Australia yang restoran-restorannya kayaknya kompak menjual makanan dengan porsi terlalu besar (untuk ukuran saya). Sulit bagi saya untuk menghabiskan makanan-makanan di sana hanya dengan sekali makan.
Nah, karena itu, saya biasanya mengakalinya untuk menjadikan makanan tersebut dua kali makan. Contohnya saat saya di Los Angeles, Amerika Serikat, saya ingin makan makanan China. Tapi saya tahu porsinya akan terlalu besar untuk saya habiskan sendiri bila saya makan di restoran. Akhirnya saya putuskan makan di penginapan. Alhasil Fried Rice + Sichuan Stir Bean dari Le Oriental Bistro, Highland, Hollywood Boulevard, saya santap untuk makan malam dan sarapan.
Sebenarnya saya bukan tipe yang suka sarapan nasi di pagi hari. Namun daripada saya harus buang makanannya dan mengeluarkan uang lagi untuk beli sarapan, ya mending saya sikat saja tuh, makanan. Lumayan kan, bayar satu untuk dua kali makan.
Kalau memang saya ingin makan di restoran, biasanya saya tak sungkan untuk membawa pulang sisa makanan tersebut, seperti yang saya lakukan di restoran China di San Francisco, Amerika Serikat.
Karena itu, bagus juga kalau bepergian kita membawa kotak makan sendiri. Tujuannya ya untuk membawa sisa makanan sehingga bisa kita makan lagi. Atau enaknya kalau travelling bareng teman, kita bisa share makanan supaya lebih hemat. Seperti saat saya travelling sama dua teman saya, Asri dan Stacey ke Inggris dan Eropa, kami sering banget berbagi makanan.
6. Go paperless
Dulu, saat bepergian, saya biasanya membawa setumpuk dokumen. Mulai dari print-an tiket pesawat, visa, itinerary, fotokopian passport, bookingan hotel dan lain sebagainya. Selain cukup menambah beban di pundak karena biasanya saya masukkan dokumen ini di dalam tas backpack, print dan fotokopi juga lumayan mengeluarkan uang.
Namun sekarang semuanya sudah lebih mudah dengan yang serba digital. Saya hanya perlu menyiapkan semua dokumen tersebut di handphone saya dan membukanya tiap dibutuhkan. Seperti untuk check in tiket pesawat, petugas tinggal scan barcode yang ada di dokumen. Karena dunia juga go digital sehingga memudahkan juga bagi saya untuk mengarah ke hal yang sama saat travelling. Dan pastinya jadi lebih hemat uang.
Awalnya demi hemat uang
Saya melakukan semua hal di atas awalnya ya semata-mata demi irit saat travelling tapi ternyata hal tersebut juga bisa membantu menjaga bumi dalam menghambat laju pemanasan global.
Saat kita ikutan free walking tour atau naik kendaraan umum (daripada menyewa kendaraan pribadi), itu berarti kita sudah mengurangi pemakaian kendaraan berbahan bakar fosil. Kendaraan berbahan bakar fosil dapat menghasilkan emisi karbon yang membuat bumi makin panas.
Begitu juga sampah dari makanan yang tak dihabiskan dan kemasan plastik sekali pakai akan menghasilkan emisi karbon yang terus mendorong laju pemanasan global. Untuk lebih tahu tentang emisi karbon bisa menonton video di bawah ini.
Sementara itu, bila kita mengonsumsi banyak kertas, berarti akan lebih banyak lagi pohon ditebang. Tahu sendiri kan, bahwa pohon itu menyerap gas karbon dioksida (CO2) yang bisa mengurangi hawa panas. Coba aja, kita duduk di bawah pohon saat siang hari, pasti rasanya langsung sejuk kan? Nah, kalau semakin sedikit pohon, maka gas CO2 yang seharusnya diserap pohon akan terlepas kembali yang tentunya ini membuat bumi makin panas.
Sadar atau tidak sadar, banyak aktivitas yang kita lakukan memang berkontribusi besar terhadap pemasan global ini, dan saking panasnya bumi akhirnya menyebabkan perubahan iklim.
Perubahan iklim adalah...
Apa sih perubahan iklim? Yaitu perubahan secara signifikan terhadap hawa (suhu, kelembapan, awan, hujan, dan sinar matahari) yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Contohnya perubahan iklim sudah terjadi adalah kita sudah tidak bisa memprediksi lagi kapan musim hujan dan kemarau di Indonesia.
Dulu, zaman SD saya diajari bahwa musim hujan terjadi di bulan-bulan berakhiran "ber", yaitu September, Oktober, November dan Desember. Tapi sekarang hujan bisa terjadi di tengah tahun dan ada wilayah di Indonesia yang bahkan bisa tidak hujan sepanjang tahun.
Bisa dibilang lebih gampang memprediksi tukang nasi goreng atau sate yang lewat depan rumah saya di Tangerang daripada memprediksi cuaca saat ini.
Ya, perubahan iklim bikin pola cuaca kita jadi ngaco dan menyebabkan bencana seperti kekeringan dan kebanjiran yang bisa berdampak pada gagal panennya para petani.
Untuk kita para traveller, perubahan iklim juga sedikit banyak berpengaruh kepada perjalanan kita. Ini saya sebutkan beberapa contohnya, yang beritanya saya ambil dari situs-situs terpercaya.
Saya menikmati bunga sakura pada bulan April 2019 di Jepang
Bunga sakura di Jepang yang biasanya mengalami puncak mekar pada bulan April, eh menjadi lebih cepat, yaitu bulan Maret karena perubahan iklim (ceritanya bisa dibaca di sini). Bayangkan kalau seandainya kita ada di posisi yang merencanakan perjalanan dari jauh-jauh hari karena ingin melihat bunga sakura di bulan April, eh begitu sampai Jepang, hanya melihat sisa-sisanya saja. Kalau itu terjadi sama saya, pasti saya kesal.
Kamu termasuk traveller yang suka icip-icip makanan lokal? Misalnya nih, kalau ke Aceh wajib banget mencoba Kopi Gayo Aceh langsung di daerah asalnya. Nah, kebayang nggak kalau kopi bisa aja menjadi komoditas langka suatu hari nanti karena perubahan iklim ini. Soalnya kopi adalah tanaman yang bergantung pada iklim dan ketika cuacanya ngaco ya wajar bila panen terganggu. Beritanya bisa dibaca di sini. Nah, ini bisa aja kan terjadi pada komoditas pangan lainnya, baik di Indonesia maupun dunia. Acara icip-icip makanan lokal saat jalan-jalan bisa terhambat karena perubahan iklim ini.
115 pulau di Indonesia terancam tenggelam pada tahun 2100, bila perubahan iklim tidak segera diatasi. Ini termasuk pulau-pulau yang menjadi destinasi wisata seperti Pulau Belitung dan Pulau Nusa Penida di Bali. Jakarta juga disebut sebagai kota yang terancam tenggelam. Beritanya bisa dibaca di sini. Kalau ancaman pulau-pulau tenggelam ini sih, bukan cuma berpengaruh terhadap rencana jalan-jalan tapi juga kehidupan orang-orangnya. Kalau kota atau pulau tempat kita tinggal tenggelam, mau tinggal di mana coba? Secara kita bukan Spongebob atau Deni Manusia Ikan.
Selain ketiga contoh di atas, hal yang juga berdampak langsung untuk kita yang sering bepergian adalah tertundanya keberangkatan pesawat atau kapal laut karena cuaca ekstrem. Penundaan ini tentu bisa berpengaruh pada seluruh jadwal perjalanan kita. Tapi ini masih mending, bayangkan kalau kita sudah berada di dalam pesawat dan di tengah perjalanan terjebak cuaca ekstrem. Ih, membayangkannya saja sudah serem!
Panas bumi akan mencapai ambang batas
Segitunya ya, dampak perubahan iklim yang bukan cuma terjadi di Indonesia tapi juga seluruh dunia. Ngeri membayangkan banyaknya bencana yang menghampiri karena perubahan iklim. Tapi bukan berarti kita nggak bisa menekan laju perubahan iklim. Kita bisa banget, kok! Caranya? Ya jangan sampai membuat bumi semakin panas.
Menurut laporan yang diterbitkan pada tahun 2021 oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), yaitu laporan tentang perubahan iklim yanng diinisiasi oleh PBB dan disusun oleh ratusan pakar iklim dari seluruh dunia, kita tidak boleh membuat bumi makin panas. Bila bumi menjadi lebih panas 1,5 derajat Celcius saja maka cuaca ekstrem dan bencana akan makin mengancam kehidupan seluruh makhluk bernyawa (iya bukan hanya manusia saja!).
Namun kenyataannya dengan industri di seluruh dunia yang terus melaju dan menghasilkan banyak emisi karbon, para ilmuwan tersebut memperkirakan suhu bumi akan mengalami kenaikan 1,5 derajat (atau mencapai batas atas) pada tahun 2040, dan bahkan bisa lebih cepat, yaitu pada tahun 2030-an.
Karena itu, dekade ini adalah dekade menentukan bagi seluruh negara di dunia untuk membuat kebijakan yang dapat menurunkan emisi karbon secara besar-besaran, termasuk Indonesia yang masuk ke dalam 10 negara penyumbang emisi karbon terbesar di dunia karena dua alasan, yaitu maraknya deforestasi (penggundulan hutan) dan penggunaan energi fosil.
Tapi saya percaya bahwa negara kita bisa menjadi negara yang berkontribusi besar dalam menghambat laju pemanasan global ini, soalnya kita punya hutan yang luar biasa luas. Hutan hujan Indonesia yang ketiga terbesar dunia. Kawasan berhutan kita tiga kali lipat luas wilayah Filipina.
Banyak dan beragamnya pohon di hutan, sangat efektif untuk menyerap karbon. Bisa dibilang hutan itu kayak kulkas alami bumi yang membantu bumi lebih sejuk.
Bayangkan bila semua negara yang punya kawasan hutan berkomitmen untuk menjaga hutan, serta seluruh negara di dunia mengganti energi fosil ke energi baru terbarukan (kayak pembangkit listrik tenaga air, tenaga angin, dan tenaga matahari) yang lebih ramah lingkungan dan tidak membuat bumi makin panas, kayaknya bisa banget mengatasi permasalahan perubahan iklim ini.
Lalu kita bisa apa?
Sebagai traveller tentunya dengan menjadi eco-traveller yang tidak menambah panas bumi seperti enam poin yang saya sebutkan di atas. Lalu kalau kita hobi jalan-jalan ke hutan, janganlah merusak hutan dan sebisa mungkin mengurangi mengonsumsi barang yang harus membuat pohon ditebang.
Dan traveller atau bukan kita bisa melakukan aksi yang sangat mudah untuk menekan laju pemanasan global ini. Langkah mudahnya bisa dilihat di situs www.teamupforimpact.org. Hal sepele dan mudah yang tertulis di situs tersebut bisa sangat berdampak pada bumi bila kita melakukannya secara serentak.
Saya bukan ahli di dunia eco-travelling ini. Banyak tindakan saya yang masih sangat tidak ramah lingkungan. Namun pelan-pelan saya juga ingin berkontribusi untuk tetap membuat bumi ini masih menjadi rumah yang nyaman untuk kita para penghuninya. Karena saya masih ingin jalan-jalan menikmati dunia.
Saya juga ingin anak saya, Noah juga bisa menjelajah dunia seperti ibu dan bapaknya. Karena itu saya ingin bumi ini baik-baik saja untuk dia. Bukan hanya untuk dia bisa bepergian namun juga untuk dia bisa hidup nyaman. Dan semoga kamu yang membaca ini juga memiliki keinginan yang sama! Let's team up for impact!
Eureka Views B&B Ballarat adalah penginapan yang terdiri dari satu rumah utuh dengan segala kelengkapan layaknya sebuah rumah untuk ditempati keluarga. Saya, Shannon dan Noah menginap di sini selama 2 malam pada Oktober 2021. Rumah ini bukan tipe rumah modern tapi ada beberapa faktor yang membuat rumah ini sangat nyaman untuk ditempati, berikut adalah beberapa di antaranya:
1. Lokasi sangat strategis. Terletak tidak jauh dari pusat kota Ballarat, membuat penginapan ini mudah dijangkau. Kemana-mana juga tidak perlu waktu lama.
2. Fasilitasnya oke banget. Rumah ini terdiri dari 3 kamar tidur, 1 kamare mandi, dapur, dan taman kecil di samping rumah. Karena ini rumah utuh, perlengkapannya juga lengkap. Mulai dari perlengkapan masak, makan, mesin cuci piring, mesin cuci baju, pengering pakaian, TV, kulkas, dan lain sebagainya. DIsediakan handuk juga. Jadi beneran tinggal bawa badan dan pakaian saja.
3. Ukuran rumah cukup luas. Untuk kami yang terdiri dari 2 orang dewasa dan 1 balita, rumah ini terbilang luas, bahkan garasinya bisa muat sampai 3 mobil. Ada taman kecil juga untuk duduk-duduk. Saya memperkirakan, untuk 6 orang dewasa pun rumah ini cukup nyaman.
4. Penghangat ruangannya juara. Meskipun pakai penghangat central tapi hangatnya berasa di seluruh ruangan rumah, termasuk kamar tidur. Ballarat termasuk kota yang terbilang dingin di Victoria, jadi menginap di rumah dengan penghangat yang bagus merupakan hal yang penting.
5. Disediakan sarapan menu kontinental, yaitu roti (beserta mentega dan vegimite), buah-buahan (apel & pisang), madu, cereal, susu, dan juice, yang semuanya sudah tersedia di dapur dan kulkas saat kami datang.
6. Tersedia cot gratis. Saat memesan saya memasukkan permintaan cot/tempat tidur bayi untuk Noah. Dan mereka menyanggupinya tanpa ada biaya tambahan. Selain itu, mereka juga menyediakan satu box mainan anak-anak. Begitu masuk ruangan, Noah langsung sibuk membongkar semua mainan tersebut.
7. Harga cukup terjangkau. Untuk satu rumah dan dengan berbagai fasilitas yang disediakan saya sih, merasa harganya sangat masuk akal, yaitu AUD331.20 untuk 2 malam.
Untuk yang mau lihat seperti apa rumahnya, bisa tonton video berikut ini:
Overall ini rumah yang sangat nyaman. Kalaupun ada kekurangan adalah pintu kamarnya yang kadang berbunyi kalau dibuka, pertanda rumah tidak baru. Kemudian tempat sabun dan sampo-nya yang saat dipencet mengeluarkan cairannya sedikit sekali, jadi agak menyulitkan saat mandi. Tapi saya sih, tidak terlalu mengganggap itu masalah. Karena fasilitas lainnya yang cukup memuaskan. Kesimpulannya, saya mau bila harus menginap di sini lagi.
Yang ingin tahu info lengkap perihal Eureka Views B&B Ballarat bisa cek di link booking.com ini: https://bit.ly/2Y1jWe1. Saya juga pesannya dari situ.
Beberapa waktu lalu, kacamata saya rusak karena diinjak Noah. Alhasil saya pun harus bikin kacamata baru. Kacamata baru apa istimewanya? Nggak ada, kecuali harganya yang lebih mahal daripada kacamata terakhir yang saya beli di Indonesia. Hiiks. Tapi yang mau saya ceritakan adalah proses pembuatan, terutama pembayarannya.
Di tempat saya tinggal, tidak ada optik untuk membeli kacamata. Ya maklum namanya juga tinggal di hutan ya.. Karena itu saya harus pergi ke kota yang memiliki beberapa pilihan optik, yang jaraknya sekitar 1 jam dari rumah. Tentunya harus membuat janji terlebih dahulu karena kalau sampai sana dan optometrisnya tidak punnya jadwal kosong, ya kan sia-sia.
Sesuai janji temu, saya datang tepat waktu di Otway Optical, Colac, dan langsung diperiksa sang optometris yang bernama Marry. Bukan hanya memeriksa minus mata saya tapi Marry juga melakukan pemeriksaan glaukoma dan sebagainya. Alhamdulillah baik-baik saja.
Keribetan membuat kacamata di saat pandemi adalah sulit melihat huruf-huruf yang terpampang di layar karena kaca lensa alat pemeriksa mata terus-menerus berkabut karena saya memakai masker. Akhirnya Marry berkata bahwa saya boleh melepas masker, selama saya sendiri merasa nyaman. Daripada dapat hasil yang nggak akurat, saya pun menyetujuinya. Alasan lain saya berani membuka masker adalah karena Colac tidak ada kasus COVID-19 saat itu.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa minus mata kanan saya bertambah, nih, yang tadinya 1,5 menjadi 2. Sementara mata kiri malah berkurang, dari minus 1 menjadi minus 0,5. Aneh banget ya? Kok bisa yang satu bertambah 0,5 dan yang lainnya berkurang 0,5. Agar tidak membuat gap yang terlalu jauh antara mata kanan dan kiri, Marry menyarankan agar mata kanan saya memakai kacamata ukuran 1,75. Ya saya setuju saja karena dengan kacamata yang lama saya pakai ukuran 1,5 dan bisa melihat baik-baik saja.
Setelah pemeriksaan yang makan waktu sekitar 30 menit, saya lanjut memilih frame. Ajegileee, mahal-mahal aja nih, frame. Tidak ada yang di bawah 100 AUD atau di bawah 1 juta rupiah. Saya merinding melihatnya. Soalnya kacamata terakhir saya harganya cuma 500 ribuan dan itu pun sudah include semuanya; frame, lensa dan blue coating.
Setelah pilih-pilih, yang bukan hanya cocok di wajah tapi juga di kantong tentunya, akhirnya saya memilih frame berwarna hitam dengan merek Vogue. Nyari frame murah meriah yang buatan China, nggak ada euuy. Hiiks. Setelah yakin dengan pilihan saya, sang petugas yang bernama Kathrine, menghitung semuanya. Dan menyodorkan angka 385 AUD. Dia bilang, "Ini sudah termasuk diskon 15%."
Saya nelangsa rasanya harus bayar 4 jutaan untuk sebuah kacamata. Itu berarti sekitar 8 kali lebih mahal dari kacamata saya yang dirusak Noah. Harga segitupun karena selain sudah diskon, saya pilih frame yang paling murah.
Kathrine bilang kacamata saya akan jadi dalam waktu beberapa hari. Kemudian dia bilang saya bisa bayar sekarang atau nanti setelah kacamatanya jadi. Saat mendengar perkataannya, saya membatin dalam hati, "ini beneran bisa bayar nanti tanpa DP apa-apa, nih." Dia nggak takut gitu, kalau saya tidak akan pernah menebus kacamatanya? Bagaimana kalau saya putuskan untuk berubah pikiran dan mencari kacamata yang lebih murah di tempat lain? Saya takjub sih, karena dia bahkan tidak meminta DP sama sekali.
Lalu saat saya bilang saya memutuskan untuk bayar nanti, dia pun santai banget menanggapinya. "Baik. Kalau kacamatanya sudah jadi nanti kami akan telepon. Kamu bisa datang ke sini untuk ambil kacamatanya dan melakukan pembayaran. Atau kalau tidak bisa datang, kami bisa kirim melalui pos dan kamu hanya perlu menyebutkan nomor kartu (debit/kredit) untuk melakukan pembayaran."
Saya keluar optik dengan perasaan ajaib, kok bisa mereka sepercaya itu sama konsumen. Ya tentunya bisa jadi karena mereka sudah mencatat nomor medicare saya (ini semacam BPJS di Indonesia) yang tentunya semua data saya sudah terkoneksi di sana.
Beberapa hari setelahnya, mereka menelpon saya untuk mengabari bahwa kacamata saya siap diambil. Dan karena saya tidak bisa ke sana maka saya meminta untuk dikirim lewat pos. Saya pun membayar kacamata lewat telepon dengan cara menyebutkan detail kartu debit saya. Anehnya, mereka tidak mengenakan biaya pengiriman, padahal ketika kacamatanya sudah sampai, saya melihat biaya pengirimannya sekitar 12 AUD. Baik banget, nih!
Ini bukan pertama kalinya saya terkagum-kagum sama cara Australia yang memberi kepercayaan tinggi sama warganya. Sebelumnya saya pun dibuat kaget sama sistem pembayaran self check-in di supermarket yang ceritanya bisa dibaca di sini dan sistem jualan telur tanpa ada penjual yang menjaga yang ceritanya bisa dibaca di sini.
Another culture-shocked experience for me. Ada yang punya pengalaman yang sama?
Saya bukan pegolf profesional. Bahkan saya belum pernah bermain golf. Golf yang pernah saya coba adalah mini golf yang cuma buat main-mainan. Jadi ketika saya akhirnya bisa main golf minggu lalu, saya merasa bergairah sekali. Dan perasaan itu berlipat ganda, karena saya bisa main golf bareng kanguru!
Saya bermain golf di Anglesea Golf Club. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya saya ke sini. Tapi saat kunjungan sebelumnya saya hanya mengikuti tur kanguru. Yap, selain tempat bermain golf, di sini juga merupakan rumah dari kawanan kanguru.
Saat saya mengikuti tur kanguru, saya diajak keliling lapangan golf di spot-spot yang banyak kangurunya. Saat itu saya sempat bertanya-tanya apakah aman baik bagi manusia maupun kangurunya? Ya, saat itu kepikiran, gimana kalau ada bola nyasar mengenai kanguru. Tapi pemandu saat itu bilang bahwa selama ini baik-baik saja, tidak pernah ada kasus yang membahayakan. Kangurunya pun jinak-jinak.
Hmm, sejinak-jinaknya kanguru tetap saja saya akan was-was kalau bermain golf di sini. Bagaimana kalu tiba-tiba kangurunya meninju saya (seperti yang pernah saya lihat di berita) atau tanpa sengaja bola golf yang saya pukul nyasar menampar wajah hewan berkantung ini.
Nah, akhirnya saya mengalami di posisi itu juga, bermain golf dengan dikerumuni kanguru. Di hole awal-awal sih, tidak ada kanguru yang berkumpul. Kalau pun ada sekawanan kanguru namun posisi mereka jauh dari hole atau lapangan tengah, mereka banyak berkumpul di pinggir. Tapi begitu saya sampai di lubang hole 4, lah, itu banyak banget kanguru gogoleran. Beberapa di antaranya langsung berdiri begitu melihat saya mendekat dan mengamati saya.
"Tidak apa-apa, Yani, mereka tidak akan menganggumu," kata ibu mertua saya yang diamini oleh ayah mertua saya. Saya percaya dengan perkataan mereka karena mereka sering main di sini. Dan, saya harus menyelesaikan hole ini bukan? Jadi mau nggak mau ya, saya beranikan untuk terus maju dan berusaha memukul bola di antara kanguru-kanguru yang menonton.
Duh, jangan ditanya deh, deg-degannya kayak apa. Antara takut diseruduk kanguru sama takut bola nyasar menghantam mereka. Tapi saya lebih takut yang pertama sih, soalnya saya tahu pukulan bola saya tidak akan jauh dan melayang ke kanguru-kanguru tersebut. Yah, namanya juga baru pertama kali main golf. Jadi bola kepukul dan bisa meluncur pendek aja, sudah syukur Alhamdulillah.
Syukurnya, saya berhasil menyelesaikan hole ini tanpa ada drama apapun dengan kanguru. Tapi bukan berarti ketegangan saya selesai. Selepas hole 4, ketika saya akan melakukan pukulan awal untuk memulai hole 5, itu sekawanan kanguru gogoleran di depan saya. Aduh, bagaimana ini? Apa saya mukulnya ke samping aja gitu?
Tapi karena lagi-lagi diyakinkan bahwa tidak akan kenapa-napa, saya pun akhirnya melayangkan tongkat golf tersebut, satu kali... gagal, saya hanya memukul angin. Begitu juga dengan yang kedua kalinya. Tapi yang ketiga kalinya, tongkat tersebut berhasil mengenai si bola, dan bola pun bergerak, agak melayang ke atas tapi tidak terlalu tinggi. Saya memperhatikan si bola, ya Allah semoga nggak mendarat ke tubuh salah satu kanguru. Dan, bam, bola pun terjatuh, mendarat di... tanah, tepat di antara kanguru-kanguru. Alhamdulillaaah!
Dan begitu saya mendekat kepada bola untuk melanjuti permainan, sekawanan kanguru tersebut satu persatu melompat dan menghindari saya. Hanya satu kanguru tersisa, yang terlihat nyantai, tetap asyik tiduran. Tidak takut sama sekali dengan kehadiran saya. Hahaha...
Yang juga bikin deg-degan, adalah ketika saya berusaha memasukkan bola ke lubang hole 7. Itu ya Allah, saya dikelilingi sekawanan kanguru yang jumlahnya lebih banyak. Entah apa karena ada 'penonton' yang menambah semangat atau karena saya ingin cepat menyelesaikan hole ini agar bisa menghindari kemungkinan diseruduk kanguru, yang jelas saya bisa menyelesaikan hole ini, hanya dengan dua kali patting. Wohoo.
Setelah sekitar dua jam bermain golf, saya sukses menyelesaikan sembilan hole, tanpa mencederai atau dicederai oleh kanguru. Entah mana yang lebih melegakan, akhirnya saya bisa memukul bola golf yang mungil itu dan menyelesaikan keseluruhan permainan, lega karena tidak ada bola yang nyasar yang melukai kanguru atau lega karena tidak diseruduk kanguru.
Cuma di Australia, bisa main golf bareng kanguru. Sensasinya, luaaaar biasa!