6 Tip Travelling Hemat Ini Bisa Jaga Dompet Juga Bumi

Foto: Pexels

Sebagai seorang traveller dengan budget yang pas-pasan, saya selalu berusaha hemat dalam setiap perjalanan yang saya lakukan. Mulai dari berburu tiket pesawat promo, pesan penginapan dengan kupon diskonan, dan berbagai hal lain saya lakukan untuk memastikan perjalanan yang saya lakukan tidak membuat tabungan saya kosong. Enam hal berikut ini adalah yang sering saya lakukan untuk menghemat uang saat travelling. Ternyata, bukan cuma bisa menyelamatkan dompet tapi juga berdampak besar untuk bumi!

1. Ikutan free walking tour

Apa sih free walking tour? Kalau dalam bahasa Indonesia free walking tour dapat diartikan sebagai tur jalan kaki gratis.  Para peserta akan diajak keliling kota oleh satu orang pemandu dengan tujuan untuk mengenal kota tersebut. Untuk kota-kota besar di Eropa dan Australia hal ini merupakan praktek yang sangat lumrah dilakukan. 

Ada berbagai operator berbeda yang menyediakan jasa ini. Nah, yang pernah saya coba adalah free walking tour dari SANDEMANs yang memiliki layanan free walking tour di 20 kota di Eropa, Amerika Serikat dan Timur Tengah. Waktu itu saya mencoba free walking tour yang diselenggarakan mereka di kota Edinburgh, Skotlandia, Amsterdam, Belanda. dan Copenhagen, Denmark. 

Serunya ikutan free walking tour adalah kita akan mendapat banyak cerita tentang kota tersebut dan diajak ke tempat-tempat bersejarah sekaligus menjadi destinasi wisata. Bahkan saat free walking tour di Amsterdam, saya sempat icip-icip keju gratis karena sang pemandu membawa kami ke toko-toko yang menjual keju. Yap Belanda memang terkenal dengan kejunya! 

Tentu saja maksud sang pemandu membawa kami tur ke toko keju adalah dengan harapan para peserta tur membeli keju dan (mungkin) dia akan mendapat tip dari toko tersebut. Tapi kami sama sekali tidak dipaksa untuk membeli keju-keju tersebut. 

Keseruan lain yang saya dapatkan adalah ketika mengikuti free walking tour di Copenhagen. Tur berakhir di area Istana Amalienborg, tepat saat mau pergantian pengawal. Saya langsung lari ke halaman istana untuk melihat aksi ini. Dan di sini pula saya sempat ketemu sama Ratu Denmark, Margrethe II. Bahkan sempat disenyumi segala! Beruntung banget! Cerita lengkapnya bisa dibaca di sini.

Bayangkan, sudah hemat uang karena turnya gratis (saya hanya keluar uang untuk memberikan tip seikhlasnya), dapat cerita dan pengalaman seru pula! 

2. Manfaatkan transportasi umum gratisan

Naik tram ini gratis untuk area Melbourne CBD

selain ikutan free walking tour, salah satu cara menghemat uang saat travelling adalah dengan menggunakan transportasi umum tidak berbayar. Contohnya kayak di Melbourne, Australia mereka memiliki tram gratis khusus untuk area Melbourne CBD. Kebetulan di Melbourne, ada beberapa destinasi wisata di wilayah CBD. Jadi pas banget kalau mau hemat ongkos bisa naik tram ini. 

Selain tram yang untuk publik dan memiliki area jangkauan yang cukup luas, ada juga tram khusus wisatawan yang area jangkauannya fokus di destinasi wisata. Karena dirancang khusus untuk turis, tram ini akan berhenti di area-area turis dan memiliki voice over yang menjelaskan setiap destinasi wisata yang dilewati. 

Naik kedua tram ini cukup menghemat biaya transport saat jalan-jalan di Melbourne. Untuk yang mau tahu lebih jauh tentang tram ini, bisa baca blog saya di sini

Selain di Melbourne, Perth juga punya sarana transportasi gratis yang bernama CAT Bus yang beroperasi di area Perth CBD, Freemantle dan Joondalup. Saat ke Perth, saya sering menggunakan bus ini. Meskipun gratis namun busnya sangat nyaman dan jadwalnya juga teratur

Satu lagi, kota di Australia yang menyediakan tansportasi gratis, yaitu Brisbane. Kota ini menyediakan City Loop (bus) dan CityHopper (kapal ferry) yang beroperasi di area CBD Brisbane. Jadi kalau tujuan kita berada di area CBD atau dekat-dekat area CBD, kedua transportasi ini merupakan pilihan asyik. 

Saya sempat mencoba keduanya dan bagi saya CityHopper bukan hanya sarana transportasi tapi juga seperti wahana atraksi tersendiri. Coba deh, naik kapal ini pada malam hari saat cuaca tidak hujan dan tidak terlalu dingin, menikmati binaran lampu kota dari atas air punya pesonanya sendiri! 

3. Bawa kantong belanjaan sendiri

Saat ke Tasmania, Australia pada tahun 2017 lalu saya sempat kaget karena saya harus bayar kantong plastik ketika saya berbelanja di supermarket Woolworths. Tidak mahal sih, hanya 75 cent kalau tidak salah. Tapi kalau dirupiahin kan lumayan ya, sekitar Rp7.500,- 

Saat itu, selain Woolworths, ALDI adalah supermarket di Australia yang juga sudah menerapkan tidak menyediakan kantong belanja gratis. Kini, semua supermarket dan departement store besar di Australia, seperti Coles, Target dan Kmart sudah tidak menyediakan kantong belanja gratis lagi. Semuanya harus bayar. Di website Kmart ini tertulis bahwa mereka menyediakan kantong belanja plastik yang 80% bahannya bisa didaur ulang dengan harga 80 cent. 

Kalau dipikir-pikir, ya apalah arti 80 cent, kan? Tapi kalau belanjanya lebih dari satu kali, misalnya belanja makanan (saya termasuk yang sering belanja makanan di supermarket untuk mengirit biaya makan), belanja pernak-pernik (kalau ke Australia, harus banget belanja pernak-pernih di Kmart karena barangnya bagus-bagus dan harganya murah-murah), dan belanja pakaian. 

Kalau kita termasuk yang senang belanja, bisa banyak deh, pemakaian kantong plastiknya dan dikalikan 80 cent. Ya daripada buat bayar kantong plastik lebih baik uangnya buat nambahin beli magnet tempelan kulkas buat oleh-oleh, kan? Dan kita belanjanya pake kantong belanja sendiri yang bisa dipakai berulang-ulang. 

4. Bawa botol air minum sendiri

Siapapun yang pernah jalan-jalan ke Eropa, Australia atau Amerika Serikat pasti akan berasa 'dirampok' kalau beli air minum kemasan. Eh, kecuali kamu anak sultan, ya. Bagaimana nggak? Kalau di indonesia harga air minum keemasan ukuran 600ml kisaran 2-3 ribuan. Di negara-negara maju tersebut harganya bisa berkali-kali lipat. Di Australia misalnya, harga air kemasan di kisaran AUD1-3 atau sekitar 10-30 ribuan. Nah, bayangkan saja kalau sehari kita minum beberapa botol air, lumayan berasa juga, kan. 

Karena itu, saya biasanya selalu bawa botol minum sendiri, apalagi di banyak negara di Eropa dan Australia menyediakan air yang bisa diminum langsung dari keran air tanpa harus dimasak terlebih dahulu. Jadi kita bisa isi botol air di manapun. 

Saking iritnya nggak mau beli air minum kemasan, saya sampai pernah isi botol air di toilet museum Louvre di Paris, Prancis dan toilet Royal Tasmanian Botanical Garden di Tasmania, Australia. Kalau dipikir-pikir sekarang jijik juga ya isi air minum di toilet. Hahaha... Tapi air minumnya aman kok, dan saya tidak sakit karenanya. 

Tapi memang harus dipastikan dulu sih, setiap mau ambil air dari keran. Cari tahu dengan pasti bahwa air keran tersebut aman untuk diminum. Saya biasanya menggoogling dulu aturan air keran ini setiap berkunjung ke suatu negara. Kalau merasa nggak yakin, saya bertanya sama petugas penginapan. Lalu kalau mau ambil air di keran, celingak-celinguk dulu untuk cari pemberitahuan apakah air keran tersebut aman diminum atau tidak. 

Contohnya di Australia yang bisa dibilang aman untuk minun air keran namun ada tempat-tempat tertentu yang air kerannya tidak aman untuk diminum. Biasanya mereka akan pasang kertas pemberitahun dekat keran air dan bilang bahwa air tersebut bukan untuk diminum. 

Bisa dibilang saya sering membawa botol air minum sendiri saat travelling namun bukan berarti juga saya nggak pernah beli air minum kemasan karena kadang saat saya haus, saya tidak menemukan tempat isi ulang air minum dan mau tidak mau harus beli. Dan di situlah saya berasa 'dirampok'. 

5. Bayar 1 untuk 2 kali makan

Pita bread dan salad di Capital Restaurant, London yang saya makan bareng kedua teman saya, Asri dan Stacey

Salah satu nasihat dari bapak saya saat saya kecil dan terus terngiang hingga kini adalah untuk selalu menghabiskan makanan. "Banyak orang yang mau makan saja susah," begitu kata bapak saya kalau melihat kami, anak-anaknya ada yang tidak menghabiskan makanan. Karena itu sebisa mungkin saya selalu menghabiskan makanan meskipun tidak selalu sukses. 

Yang jadi masalah adalah kalau saya travelling ke Eropa, Amerika Serikat atau Australia yang restoran-restorannya kayaknya kompak menjual makanan dengan porsi terlalu besar (untuk ukuran saya). Sulit bagi saya untuk menghabiskan makanan-makanan di sana hanya dengan sekali makan. 

Nah, karena itu, saya biasanya mengakalinya untuk menjadikan makanan tersebut dua kali makan. Contohnya saat saya di Los Angeles, Amerika Serikat, saya ingin makan makanan China. Tapi saya tahu porsinya akan terlalu besar untuk saya habiskan sendiri bila saya makan di restoran. Akhirnya saya putuskan makan di penginapan. Alhasil Fried Rice + Sichuan Stir Bean dari Le Oriental Bistro, Highland, Hollywood Boulevard, saya santap untuk makan malam dan sarapan. 

Sebenarnya saya bukan tipe yang suka sarapan nasi di pagi hari. Namun daripada saya harus buang makanannya dan mengeluarkan uang lagi untuk beli sarapan, ya mending saya sikat saja tuh, makanan. Lumayan kan, bayar satu untuk dua kali makan.

Kalau memang saya ingin makan di restoran, biasanya saya tak sungkan untuk membawa pulang sisa makanan tersebut, seperti yang saya lakukan di restoran China di San Francisco, Amerika Serikat. 

Karena itu, bagus juga kalau bepergian kita membawa kotak makan sendiri. Tujuannya ya untuk membawa sisa makanan sehingga bisa kita makan lagi. Atau enaknya kalau travelling bareng teman, kita bisa share makanan supaya lebih hemat. Seperti saat saya travelling sama dua teman saya, Asri dan Stacey ke Inggris dan Eropa, kami sering banget berbagi makanan. 

6. Go paperless

Dulu, saat bepergian, saya biasanya membawa setumpuk dokumen. Mulai dari print-an tiket pesawat, visa, itinerary, fotokopian passport, bookingan hotel dan lain sebagainya. Selain cukup menambah beban di pundak karena biasanya saya masukkan dokumen ini di dalam tas backpack, print dan fotokopi juga lumayan mengeluarkan uang. 

Namun sekarang semuanya sudah lebih mudah dengan yang serba digital. Saya hanya perlu menyiapkan semua dokumen tersebut di handphone saya dan membukanya tiap dibutuhkan. Seperti untuk check in tiket pesawat, petugas tinggal scan barcode yang ada di dokumen. Karena dunia juga go digital sehingga memudahkan juga bagi saya untuk mengarah ke hal yang sama saat travelling. Dan pastinya jadi lebih hemat uang.  

Awalnya demi hemat uang

Saya melakukan semua hal di atas awalnya ya semata-mata demi irit saat travelling tapi ternyata hal tersebut juga bisa membantu menjaga bumi dalam menghambat laju pemanasan global.

Saat kita ikutan free walking tour atau naik kendaraan umum (daripada menyewa kendaraan pribadi), itu berarti kita sudah mengurangi pemakaian kendaraan berbahan bakar fosil. Kendaraan berbahan bakar fosil dapat menghasilkan emisi karbon yang membuat bumi makin panas.

Begitu juga sampah dari makanan yang tak dihabiskan dan kemasan plastik sekali pakai akan menghasilkan emisi karbon yang terus mendorong laju pemanasan global. Untuk lebih tahu tentang emisi karbon bisa menonton video di bawah ini.


Sementara itu, bila kita mengonsumsi banyak kertas, berarti akan lebih banyak lagi pohon ditebang. Tahu sendiri kan, bahwa pohon itu menyerap gas karbon dioksida (CO2) yang bisa mengurangi hawa panas. Coba aja, kita duduk di bawah pohon saat siang hari, pasti rasanya langsung sejuk kan? Nah, kalau semakin sedikit pohon, maka gas CO2 yang seharusnya diserap pohon akan terlepas kembali yang tentunya ini membuat bumi makin panas. 

Sadar atau tidak sadar, banyak aktivitas yang kita lakukan memang berkontribusi besar terhadap pemasan global ini, dan saking panasnya bumi akhirnya menyebabkan perubahan iklim. 

Perubahan iklim adalah...

Apa sih perubahan iklim? Yaitu perubahan secara signifikan terhadap hawa (suhu, kelembapan, awan, hujan, dan sinar matahari) yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Contohnya perubahan iklim sudah terjadi adalah kita sudah tidak bisa memprediksi lagi kapan musim hujan dan kemarau di Indonesia. 

Dulu, zaman SD saya diajari bahwa musim hujan terjadi di bulan-bulan berakhiran "ber", yaitu September, Oktober, November dan Desember. Tapi sekarang hujan bisa terjadi di tengah tahun dan ada wilayah di Indonesia yang bahkan bisa tidak hujan sepanjang tahun. 

Bisa dibilang lebih gampang memprediksi tukang nasi goreng atau sate yang lewat depan rumah saya di Tangerang daripada memprediksi cuaca saat ini.  

Ya, perubahan iklim bikin pola cuaca kita jadi ngaco dan menyebabkan bencana seperti kekeringan dan kebanjiran yang bisa berdampak pada gagal panennya para petani. 

Untuk kita para traveller, perubahan iklim juga sedikit banyak berpengaruh kepada perjalanan kita. Ini saya sebutkan beberapa contohnya, yang beritanya saya ambil dari situs-situs terpercaya.

Saya menikmati bunga sakura pada bulan April 2019 di Jepang

  • Bunga sakura di Jepang yang biasanya mengalami puncak mekar pada bulan April, eh menjadi lebih cepat, yaitu bulan Maret karena perubahan iklim (ceritanya bisa dibaca di sini). Bayangkan kalau seandainya kita ada di posisi yang merencanakan perjalanan dari jauh-jauh hari karena ingin melihat bunga sakura di bulan April, eh begitu sampai Jepang, hanya melihat sisa-sisanya saja. Kalau itu terjadi sama saya, pasti saya kesal. 
  • Kamu termasuk traveller yang suka icip-icip makanan lokal? Misalnya nih, kalau ke Aceh wajib banget mencoba Kopi Gayo Aceh langsung di daerah asalnya. Nah, kebayang nggak kalau kopi bisa aja menjadi komoditas langka suatu hari nanti karena perubahan iklim ini. Soalnya kopi adalah tanaman yang bergantung pada iklim dan ketika cuacanya ngaco ya wajar bila panen terganggu. Beritanya bisa dibaca di sini. Nah, ini bisa aja kan terjadi pada komoditas pangan lainnya, baik di Indonesia maupun dunia. Acara icip-icip makanan lokal saat jalan-jalan bisa terhambat karena perubahan iklim ini. 
  • 115 pulau di Indonesia terancam tenggelam pada tahun 2100, bila perubahan iklim tidak segera diatasi. Ini termasuk pulau-pulau yang menjadi destinasi wisata seperti Pulau Belitung dan Pulau Nusa Penida di Bali. Jakarta juga disebut sebagai kota yang terancam tenggelam. Beritanya bisa dibaca di sini. Kalau ancaman pulau-pulau tenggelam ini sih, bukan cuma berpengaruh terhadap rencana jalan-jalan tapi juga kehidupan orang-orangnya. Kalau kota atau pulau tempat kita tinggal tenggelam, mau tinggal di mana coba? Secara kita bukan Spongebob atau Deni Manusia Ikan.
Selain ketiga contoh di atas, hal yang juga berdampak langsung untuk kita yang sering bepergian adalah tertundanya keberangkatan pesawat atau kapal laut karena cuaca ekstrem. Penundaan ini tentu bisa berpengaruh pada seluruh jadwal perjalanan kita. Tapi ini masih mending, bayangkan kalau kita sudah berada di dalam pesawat dan di tengah perjalanan terjebak cuaca ekstrem. Ih, membayangkannya saja sudah serem!

Panas bumi akan mencapai ambang batas

Segitunya ya, dampak perubahan iklim yang bukan cuma terjadi di Indonesia tapi juga seluruh dunia. Ngeri membayangkan banyaknya bencana yang menghampiri karena perubahan iklim. Tapi bukan berarti kita nggak bisa menekan laju perubahan iklim. Kita bisa banget, kok! Caranya? Ya jangan sampai membuat bumi semakin panas. 

Menurut laporan yang diterbitkan pada tahun 2021 oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), yaitu laporan tentang perubahan iklim yanng diinisiasi oleh PBB dan disusun oleh ratusan pakar iklim dari seluruh dunia, kita tidak boleh membuat bumi makin panas. Bila bumi menjadi lebih panas 1,5 derajat Celcius saja maka cuaca ekstrem dan bencana akan makin mengancam kehidupan seluruh makhluk bernyawa (iya bukan hanya manusia saja!).

Namun kenyataannya dengan industri di seluruh dunia yang terus melaju dan menghasilkan banyak emisi karbon, para ilmuwan tersebut memperkirakan suhu bumi akan mengalami kenaikan 1,5 derajat (atau mencapai batas atas) pada tahun 2040, dan bahkan bisa lebih cepat, yaitu pada tahun 2030-an. 

Karena itu, dekade ini adalah dekade menentukan bagi seluruh negara di dunia untuk membuat kebijakan yang dapat menurunkan emisi karbon secara besar-besaran, termasuk Indonesia yang masuk ke dalam 10 negara penyumbang emisi karbon terbesar di dunia karena dua alasan, yaitu maraknya deforestasi (penggundulan hutan) dan penggunaan energi fosil. 

Tapi saya percaya bahwa negara kita bisa menjadi negara yang berkontribusi besar dalam menghambat laju pemanasan global ini, soalnya kita punya hutan yang luar biasa luas. Hutan hujan Indonesia yang ketiga terbesar dunia. Kawasan berhutan kita tiga kali lipat luas wilayah Filipina. 

Banyak dan beragamnya pohon di hutan, sangat efektif untuk menyerap karbon. Bisa dibilang hutan itu kayak kulkas alami bumi yang membantu bumi lebih sejuk. 

Bayangkan bila semua negara yang punya kawasan hutan berkomitmen untuk menjaga hutan, serta seluruh negara di dunia mengganti energi fosil ke energi baru terbarukan (kayak pembangkit listrik tenaga air, tenaga angin, dan tenaga matahari) yang lebih ramah lingkungan dan tidak membuat bumi makin panas, kayaknya bisa banget mengatasi permasalahan perubahan iklim ini.

Lalu kita bisa apa?

Sebagai traveller tentunya dengan menjadi eco-traveller yang tidak menambah panas bumi seperti enam poin yang saya sebutkan di atas. Lalu kalau kita hobi jalan-jalan ke hutan, janganlah merusak hutan dan sebisa mungkin mengurangi mengonsumsi barang yang harus membuat pohon ditebang.

Dan traveller atau bukan kita bisa melakukan aksi yang sangat mudah untuk menekan laju pemanasan global ini. Langkah mudahnya bisa dilihat di situs www.teamupforimpact.org. Hal sepele dan mudah yang tertulis di situs tersebut bisa sangat berdampak pada bumi bila kita melakukannya secara serentak. 


Saya bukan ahli di dunia eco-travelling ini. Banyak tindakan saya yang masih sangat tidak ramah lingkungan. Namun pelan-pelan saya juga ingin berkontribusi untuk tetap membuat bumi ini masih menjadi rumah yang nyaman untuk kita para penghuninya. Karena saya masih ingin jalan-jalan menikmati dunia. 

Saya juga ingin anak saya, Noah juga bisa menjelajah dunia seperti ibu dan bapaknya. Karena itu saya ingin bumi ini baik-baik saja untuk dia. Bukan hanya untuk dia bisa bepergian namun juga untuk dia bisa hidup nyaman. Dan semoga kamu yang membaca ini juga memiliki keinginan yang sama! Let's team up for impact!


#TeamUpForImpact #MudaMudiBumi #UntukmuBumiku #TimeForActionIndonesia

Share:

0 komentar