EuroTrip: Balada Kamar Dormitory

Saat traveling di seputaran Asia, saya belum pernah menginap di kamar dormitory. Tapi hal ini tak terhindarkan ketika saya traveling ke Eropa pada September 2013 kemarin. Sebenarnya sempat khawatir juga, sih. Gimana nggak? Konsep berbagi kamar dengan orang lain yang tidak dikenal bikin saya parno sendiri. Gimana privasi saya? Lalu gimana kalau dapat teman sekamar yang tidak menyenangkan? Macam-macam deh, kekhawatirannya. Tapi mau tidak mau saya memilih jenis kamar ini karena inilah yang paling sesuai budget saya.

Dari 6 kota di 6 negara di Eropa, saya menginap di kamar dormitory di 4 kota di antaranya. Kota yang pertama Berlin, Jerman tidak ada yang terlalu istimewa. Dari 6 tempat tidur berjenis bunk bed, semuanya diisi cewek. Apalagi saya bersama 2 teman saya, Mira dan Feny, jadi saya merasa kami lah “tuan rumahnya”. Tidak ada masalah. Begitu juga saat di Roma, Italia. Kami malah menginap di hostel khusus cewek, jadi lagi-lagi kejadiannya kurang lebih sama seperti di Berlin.

Feny bergaya di kamar dormitory kami di Berlin, Jerman.


Nah, hal mulai berbeda ketika saya sampai di Praha, Ceko. Karena saya booking terpisah dengan Mira dan Feny, alhasil saya mendapatkan kamar yang berbeda dengan mereka. Saya sudah minta sama resepsionisnya agar diberi kamar yang sama tapi tidak berhasil. Saya pun deg-degan saat melangkah ke kamar sendirian. Penasaran akan seperti apa teman-teman sekamar saya kali ini. Lalu, saya pun membuka pintu dan melongok pelan-pelan. Ternyata… kamar kosong. Wah, rupanya baru saya yang masuk ke dalam kamar yang seharusnya berisi 4 orang ini. Semoga saja saya sendirian. Kan lumayan. Hehehe..

Setelah meletakkan koper dan membersihkan diri, saya langsung pergi jalan-jalan. Pulang dari jalan-jalan, saya lihat di kamar saya sudah ada 1 tas tergeletak di atas kasur yang letaknya ada di bawah saya (saya dapat kasur di atas). Wah, rupanya saya sudah punya teman sekamar. Saya pun bersiap-siap untuk tidur. Tidak lama kemudian, saya mendengar pintu kamar dibuka. Posisi saya saat itu sedang membereskan koper dan membelakangi pintu. Mendengar handle pintu dibuka, otomatis saya nengok. Alamaaak, terkejut saya melihat siapa yang masuk. Ganteng nian pria ini. Dalam hati saya berbisik, “Sial! Kenapa sih, dia harus melihat gue memakai daster dengan bawahan long john dan rambut diuwel-uwel? Damn! Hahahahahaha….”

“Hi. I just wanna go grab my jacket,” kata si ganteng.
“Yeah, it’s cold outside,” jawab saya sambil terus pura-pura sibuk dengan koper.
Tapi si ganteng ini nggak mau pergi, dia malah berdiri di belakang saya dan memperkenalkan diri. “I’m Brandon by the way,” ucapnya tersenyum.

Singkat cerita, saya 2 malam tidur bersama Brandon. Maksudnya sekamar dengan Brandon ;p Hanya dengan Brandon. Untung banget kan? Kamar yang seharusnya diisi 4 orang (bahkan seingat saya, saya memesan dan membayar untuk kamar isi 6 orang), malah hanya diisi berdua saja. Lebih tenang dan pastinya berbagi kamar mandinya lebih enak. Plus, sebagai teman sekamar, Brandon yang berasal dari Amerika Serikat ini cukup sopan.

Ini kamar dormitory saya di Praha, Ceko.


Tapi, di kota berikutnya, Dublin, Irlandia saya tidak seberuntung itu. Kamar saya benar-benar fully booked dengan tamu yang terus-menerus berganti. Kadang di kamar ada 4 cowok dan 2 cewek (termasuk saya), lalu menjadi 3 cewek dan 3 cowok, kemudian berganti lagi menjadi 4 cewek dan 2 cowok. Tamu benar-benar hilir mudik.

Sebenarnya saya sih, nggak terlalu bermasalah sekamar dengan cowok. Toh, kita sudah punya jatah kasur masing-masing dan tidak akan mengganggu satu sama lain. Apalagi kalau cowok itu baik. Seperti salah satu teman sekamar saya, Thomas. Saya berkenalan dengan dia, ketika saya baru datang di hostel dan sedang menaiki tangga sambil menggotong koper. Dia menawarkan membawakan koper saya. Alhamdulillah banget, karena tuh, koper beratnya sekitar 20 kg. Gempor juga harus menggotong koper itu ke lantai 2.

Ternyata kami ada di kamar yang sama dan bahkan kami satu bunk bed. Dia tidur di atas dan saya di bawah. Thomas ini berasal dari Argentina. Perawakannya tinggi atletis dengan dada bidang. Dia memiliki jambang yang membingkai wajah tampannya. Kulitnya cokelat. Mengingatkan saya akan pesepakbola-pesepakbola dari Argentina. Kesimpulannya, Thomas ini memenuhi kriteria pria seksi versi saya.

Senang dong, dapat kenalan pria baik hati dan seksi pula. Hehehe… Namun, semuanya itu mendadak luntur saat saya mendengar suara di malam hari, ngrrrokkk… ngrrrokkk… ngrrrokkk… yang berasal dari atas kasur saya. Ya ampun, si Thomas ini ternyata ngorok. Sumpah itu ngoroknya bisa membangunkan orang sekampung. Kencang banget! Saya sampai tutup kuping pakai bantal, tapi suara ngoroknya Thomas seperti menembus busa bantal dan masuk ke telinga saya. Saat itu juga, hilang semua kebaikan dan keseksian Thomas di mata saya. Hahahaha…

Untungnya, malam pertama saya di Dublin adalah malam terakhir untuk Thomas. Keesokannya dia terbang ke Praha. Kalau tidak, mungkin saya akan minta pindah kamar.

Bila saya terganggu dengan suara ngorok. Lain lagi halnya dengan teman sekamar saya. Cewek ini berasal dari Belgia. Di hari pertama dia masuk kamar tersebut, dia berkata kurang lebih seperti ini, “Can I open the window? This room smells like Men.” Dia berbicara dengan tampang terganggu. Saya bengong dibuatnya. Michael, salah satu cowok di kamar kami menjelaskan bahwa sebelum kedatangannya ada 4 cowok di kamar tersebut, jadi wajar bila kamarnya berbau cowok. Setelah menjelaskan ke si cewek Belgia itu, Michael dan saya berpandang-pandangan dan ngikik bareng.

Saya tidak menyesal memilih kamar dormitory karena dari sini saya belajar banyak hal. Selain belajar untuk siap dengan segala kondisi dan beradaptasi dengan hal tersebut, yang paling penting adalah saya belajar untuk saling menghargai satu sama lain. And if we’re lucky we can end up as BFF with our roommate :)

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie





 

Share:

0 komentar