EuroTrip: Pangeran-pangeran Koper
Bawa
backpack atau koper, ya? Saya sempat mempertanyakan itu kepada diri sendiri
sebelum berangkat ke Eropa. Saya pun memutuskan membawa koper karena saya tidak
mau menanggung beban sekitar 20 kg di pundak saya.
Namun membawa koper juga punya kesulitannya
sendiri. Berpindah ke beberapa negara, berganti dari satu kereta ke kereta lain,
bus ke bus lain dan menggeret-geret koper di jalanan berbatu sambil mencari
alamat penginapan tentu bukan hal yang praktis. Tapi itu semua tidak seberapa
bila dibandingkan bertemu dengan tangga. Mending kalau anak tangganya bisa
dihitung dengan jari. Nah, kalau anak tangganya sampai puluhan? Tenaga pun
harus ekstra dobel untuk membuat koper berpindah dari atas ke bawah atau bawah
ke atas.
Tapi untungnya banyak sekali pria baik yang
meringankan beban Saya, Feny dan Mira dalam urusan koper ini. Di semua kota
yang didatangi, selalu ada saja ada pria baik yang tidak tega melihat kami
menggotong koper-koper tersebut sendirian. Di stasiun Ostkreuz, Berlin, Jerman kami
ditolong bapak tua yang tenaganya masih kuat ketika mau menaiki puluhan anak
tangga. Lalu ada pria muda tampan yang membantu kami ketika harus menaiki anak
tangga saat mau pindah kereta di Paris, Prancis. Di Barcelona, Spanyol sempat dibantu dengan 2
orang pria ketika kami mau menuruni anak tangga di stasiun Mollet – St. Fost. Di
Praha, Ceko kami juga sempat ditolong pria muda ketika mau menuruni anak tangga
menuju stasiun kereta.
Feny cuma bisa nyengir ketika melihat puluhan anak tangga di stasiun Ostkreuz |
Ketika saya sendirian di Dublin, Irlandia, saya
juga mendapat banyak bantuan. Semua bantuan tersebut saya dapatkan ketika harus
naik turun tangga di dua hostel yang berbeda saat check in dan check out. Di
hostel yang pertama, Sky Backpackers – The Liffey saat sedang menaiki anak
tangga menuju kamar saya di lantai 2, seorang pria seksi asal Argentina, Thomas
menawarkan bantuannya untuk membawakan koper saya. Kemudian ketika saya check
out dari hostel tersebut, saya dibantu oleh Michael, teman baru saya yang
berasal dari Irlandia.
Lalu ketika saya check in di hostel yang
kedua, Abbey Court Hostel seorang pria asal Iran dan sempat tinggal lama di
Malaysia, Ahmad membantu saya menggotong koper melewati anak tangga. Saat check
out saya juga ditolong oleh teman sekamar saya, pria asal Jerman.
Namun, pertolongan yang paling membekas di
ingatan saya adalah ketika kami berada di Roma, Italia. Saat itu kondisinya sudah
malam dan hujan. Kami baru datang dari Bandara dengan tujuan mencari hostel
kami, Hostella Female Only. Lelah tentunya. Kucel pastinya. Dan sedikit basah
sudah pasti. Saya sendiri sudah heboh membalut diri saya selain dengan jaket,
juga dengan jas hujan disposable. Iya jas hujan yang terbuat dari plastik tipis
itu, lho. Nggak ada gaya-gayanya sama sekali, deh.
Nah, setelah sempat bingung mencari alamat,
akhirnya ketemu juga hostel tempat kami menginap tersebut. Saya, Feny dan Mira
masuk melewati pintu besar setelah memberitahu kedatangan kami lewat intercom. Dengan
kondisi capek, langsung lemas lah saya melihat anak tangga besar-besar yang
harus kami naiki untuk sampai ke hostel. Ya Tuhan, harus ya tangga lagi?
Lagi mempersiapkan tenaga untuk menggotong
koper. Tiba-tiba ada suara, “Hujan ya di luar?” Saya menengok ke arah suara
yang berkata dengan nada simpati itu. Seorang pria memakai T-Shirt dan celana
pendek dengan wajah tampan khas Italia sedang menuruni tangga. Dia pun
menunjukkan wajah simpatinya ketika melihat kami semua setengah basah. Lalu dia
menawarkan bantuan untuk membawakan koper. Saat itu saya memandanginya seperti
seorang pangeran tampan yang membantu kami, para upik abu. Hahahaha.
Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
Baca Juga:
0 komentar