My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio
Time really flies. Saya merasa tahun ini bergerak luar biasa cepat. Nggak terasa, sudah sampai di hari terakhir 2016. Lalu apa saja pencapaian traveling saya di tahun ini? Dari beberapa perjalanan yang saya lakukan di tahun ini, berikut empat hal yang menjadi highlight saya.

Saya sempat mengunjungi Santorini Park di Phetchaburi, Thailand

1.  Menginjakkan kaki di Thailand. Akhirnya saya menginjakkan kaki di Thailand untuk pertama kalinya. Yap ini memang untuk tugas kantor (media tempat saya bekerja, femina mendapat undangan untuk meliput peresmian patung lilin penyanyi Anggun di Madame Tussauds Bangkok dan saya yang ditugaskan) tapi karena tugasnya adalah mendatangi Madame Tussauds dan beberapa tempat wisata lain di Thailand, saya lebih merasa jalan-jalan daripada bekerja. Hehehe... That's one of the perks of being a journalist. Lalu bagaimana kesan saya terhadap Thailand? Saya mengunjungi Bangkok, Phetchaburi, dan Hua Hin. Melihat ketiga wilayah tersebut saya bisa bilang, penduduk Thailand sangat kreatif dan cukup berjiwa seni. Itu terlihat dari dekorasi-dekorasi tempat wisatanya dan produk-produk yang mereka hasilkan. Di luar itu? I really really really love Mango Sticky Rice and Thai Tea. Delicious!

2.  Pergi ke Sumbawa Barat. Untuk dalam negeri, saya akhirnya sampai ke Sumbawa. Ini adalah pertama kalinya saya pergi ke Sumbawa, tepatnya Sumbawa Barat. Lagi-lagi untuk pekerjaan kantor. Tapi lagi-lagi pula saya merasa tidak seperti bekerja karena liputan saya adalah mengunjungi resort mungil yang baru dibuka di sana, yaitu Myamo Beach Lodge. Sumbawa Barat bukan tempat yang dekat dari Jakarta. Untuk sampai ke sini, saya butuh naik pesawat, kapal ferry, dan mobil. Perjalanan panjang? Iya. Tapi untuk yang suka dengan alam, Sumbawa Barat worth to visit. Di sini kita bisa mendapatkan nuansa pegunungan dan pantai dalam satu lokasi. Baca cerita perjalanan saya ke sana di link berikut ini.

3. Autogate Imigrasi di Bandara Melbourne. Setelah bolak-balik Melbourne dari tahun 2014, baru tahun ini saya memiliki pengalaman scan passport sendiri di terminal keberangkatan, Bandara Internasional Melbourne. Kenapa baru tahun ini? Karena memang baru tahun ini mereka memasang fasilitas ini. Autogate imigrasi ini menambah daftar panjang fasilitas self service di Melbourne. Yap, ibukota negara bagian Victoria, Australia ini memiliki banyak fasilitas self service. Bayar parkir, beli bensin, dan beli barang-barang di supermarket adalah beberapa di antaranya.

4. Mencoba Autogate Imigrasi di Bandara Soekarno Hatta. Ketika saya terkagum-kagum dengaan fasilitas autogate imigrasi di Bandara Melbourne, ternyata Bandara Soekarno Hatta di Jakarta sudah punya fasilitas ini sejak tahun 2013. Saya malu! Karena setelah sekitar 3 tahun fasilitas ini ada, saya baru tahu dan baru sempat mencobanya saat ingin terbang ke Bangkok kemarin. Pengalaman saya mencoba fasilitas autogate imigrasi ini bisa dibaca di sini. 

Itu highlights dari traveling saya tahun ini. Semoga tahun depan akan lebih banyak lagi tempat-tempat yang bisa dijelajahi sehingga daftar negara yang dikunjungi akan bertambah. Amiiiin. 

Selamat tahun baru teman-teman. I wish you more traveling and adventure in the future.. :)

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Diwawancara Stasiun Televisi Vietnam dan Thailand
  • Myamo Beach Lodge, Resort Mungil di Sumbawa Barat
  • Suka Barang-barang Artsy? Coba deh, Datang ke Cicada Market di Hua Hin, Thailand
  • Khao Luang Cave, Tempat Beribadah sekaligus Wisata di Phetchaburi, Thailand
Dari pengalaman perjalanan saya, sudah dua kali saya diwawancara stasiun televisi. Pertama ketika sedang liburan ke Vietnam dan yang terakhir saat sedang tugas ke Thailand.

 Ribut, Feny, Saya, dan Luluk diwawancara reporter televisi Vietnam

Saya cerita yang stasiun televisi Vietnam dulu ya. Tahun 2012 lalu, saya traveling ke Ho Chi Minh City, Vietnam bareng Mira, Luluk, Feny, dan Ribut. Saat kami sedang heboh foto-foto di Notre Dame Cathedral, salah satu katedral tertua di sana karena dibangun pada tahun 1863 - 1880, kami didekati oleh seorang reporter wanita dan dua videografer pria dari salah satu stasiun televisi Vietnam.

Mereka mendekati kami dan bercerita bahwa mereka sedang membuat tayangan tentang pariwisata di Vietnam. Mereka menganggap kami cocok sebagai narasumber untuk ditanyai perihal pariwisata di Vietnam. Saya dan teman-teman menyatakan setuju untuk diwawancara karena pertanyaannya hanya akan seputar pariwisata Vietnam. Sesusah apa, sih?

Tapi ternyata dugaan saya salah. Itu salah satu wawancara yang sulit untuk dilakukan. Bukan karena kami tidak tahu harus menjawab apa tapi karena kami tidak mengerti apa pertanyaan yang dilontarkan. Butuh sekitar 2-3 kali bagi reporter tersebut mengulang pertanyaannya karena kami tidak mengerti dia ngomong apa. Aksen bahasa Inggris orang Vietnam yang berbeda, membuat kami benar-benar kesulitan. Saya bahkan tidak yakin bahwa jawaban yang kami berikan nyambung dengan pertanyaan yang dilontarkan. Hahahaha...

Nah, pengalaman diwawancara stasiun televisi yang kedua saya alami ketika sedang liputan di Bangkok, Thailand. Awal September, penyanyi kelahiran Indonesia, Anggun diabadikan di Museum Madame Tussauds Bangkok. Ketika sedang meliput jalannya acara peresmian patung lilin Anggun, saya dicolek oleh Valen dari Tourism Authority of Thailand Jakarta (pihak yang mengundang media tempat saya bekerja ke Thailand).

 Reporter bertanya kenapa saya suka Anggun

"Kak, nanti kamu diwawancara teve sini ya. Mereka butuh narasumber," kurang lebih seperti itu kata Valen. Valen pun meminta saya untuk ngobrol langsung dengan sang reporter untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut. Rupanya sang reporter wanita tersebut mencari narasumber yang merupakan penggemar Anggun untuk ditanyai komentarnya mengenai Anggun. Saya pun menjelaskan kepada dia bahwa saya sama seperti dia, ke acara tersebut untuk liputan. 

"But are you also a fan of Anggun?" tanya dia. "I am. I like her music and personality," jawab saya jujur. Karena tahu bahwa saya pun menyukai Anggun, akhirnya wawancara itu pun terjadi. Saya merasa wawancara ini jauh lebih lancar dari wawancara dengan reporter yang di Vietnam. Saya bisa mengerti maksud pertanyaan dia dan dia pun bisa mengerti jawaban saya.

Dia kemudian menanyakan alamat email saya. Dia bilang akan memberi kabar bila liputan tersebut sudah tayang. Hal yang sama yang dikatakan oleh reporter di Vietnam. Tapi sampai saya mengetik ini, saya tidak mendapatkan email dari keduanya. Apakah saya dan teman-teman saya jadi muncul di acara televisi mereka? Atau justru mereka memutuskan untuk mengedit dan membuang bagian kami? Hehehe. Saya tidak pernah tahu. Yang pasti, diwawancara oleh stasiun televisi ketika sedang bepergian memberikan pengalaman yang berbeda. :)     

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie


Blog Sebelumnya:
  • Myamo Beach Lodge, Resort Mungil di Sumbawa Barat
  • Suka Barang-barang Artsy? Coba deh, Datang ke Cicada Market di Hua Hin, Thailand
  • Khao Luang Cave, Tempat Beribadah sekaligus Wisata di Phetchaburi, Thailand
  • Santorini Park, Theme Park Rasa Yunani di Thailand
Sekitar satu bulan lalu, akhir November, saya mewakili tempat saya bekerja, femina diundang untuk press opening Myamo Beach Lodge di Sumbawa. Berikut catatan perjalanan saya.



Suasana menyatu dengan alam sudah terasa begitu kaki sampai ke Pelabuhan Kayangan di Lombok. Dari sini, kokohnya Gunung Rinjani seperti ikut mengantarkan saya untuk naik kapal cepat yang akan membuat saya pindah ke pulau Sumbawa. Hanya dalam waktu 75 menit saya pun sudah sampai di Pelabuhan Benete yang ada di Sumbawa Barat.
Dari pelabuhan, perjalanan dilanjutkan dengan mobil. Setelah sekitar 30 menit, saya pun sampai di Myamo Beach Lodge. Saya dan rombongan langsung disambut oleh sang pemilik, Tobi Doeringer. "Selamat datang di Myamo," sambutnya dalam bahasa Inggris. Pria asal Jerman ini kemudian mengajak kami untuk melihat-lihat resort mungilnya. "Saat ini baru delapan kamar yang tersedia. Namun dalam beberapa waktu ke depan kami akan menambah beberapa kamar lagi. Selain itu, kami juga akan membangun kolam renang tepat di depan pantai. Pembangunannya memang belum selesai," ucapnya.

Meskipun belum seutuhnya selesai dibangun namun Myamo Beach Lodge sudah mulai menerima tamu. "Di soft opening ini sudah ada banyak tamu yang melakukan pemesanan. Bahkan sampai pertengahan Januari," kata Tobi. Karena masih soft opening pula harga kamarnya per malam hanya berkisar 120 -180 dolar atau sekitar Rp1,6-2,5juta.

Meskipun pembangunan tempat ini belum selesai namun interiornya sudah membuat saya terkesan. Modern dengan sedikit sentuhan alam. Nuansa warna biru turquoise yang dipadu dengan hiasan pahatan kayu dan aneka kerang dan pasir membuat ruang santai yang dimiliki resort ini menyatu dengan alam. Tangan saya pun tidak tahan untuk terus menerus memotretnya. Cantik!

Kalau ingin menginap di sini, saya sarankan untuk mengambil kamar yang ada di atas. Selain memberikan pemandangan langsung ke laut, dari balkon tempat ini bisa terlihat juga cantiknya sunset. Sayang, hari itu cuaca sedikit mendung sehingga semburat oranye sedikit tertutup awan.

Cuaca mendung juga yang membuat saya mengurungkan niat untuk melakukan aktivitas air di sore harinya. Saya takut dengan suara gemuruh geluduk. Padahal Myamo menyediakan berbagai fasilitas aktivitas air, mulai dari snorkeling, kayaking, atau surfing.

Untuk Anda yang suka surfing pasti akan menikmati hari-hari Anda di sini. Pasalnya, tepat di depan resort, Anda bisa menemukan ombak yang cukup menantang. Titik surfing ini dikenal dengan nama Scar Reef. "Nama daerah ini adalah Jelengah karena itu nama pantainya juga disebut Pantai Jelengah tapi oleh para surfer lebih terkenal dengan nama Scar Reef," jelas Musan, salah satu petugas Myamo yang merupakan warga asli Jelengah.

Saya sendiri cukup puas hanya duduk di depan pantai dan menikmati deburan ombak. Cuaca mendung membuat udara tidak begitu panas. Angin sepoi-sepoi membuat saya terbawa ke dalam ketenangan yang diberikan tempat ini. Tanpa sadar mata pun terpejam. Sungguh kenikmatan yang jarang didapatkan oleh saya yang sehari-hari tergelung di hiruk pikuk suasana kota.

Myamo Beach Lodge
Alamat: Jelengah Bay, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat
Email: sun@myamolodge.com
HP: 08113908006 
Tulisan ini telah tayang di website femina. Bisa dilihat di sini.



----------@yanilauwoie----------
Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie


Blog Sebelumnya:
  • Suka Barang-barang Artsy? Coba deh, Datang ke Cicada Market di Hua Hin, Thailand
  • Khao Luang Cave, Tempat Beribadah sekaligus Wisata di Phetchaburi, Thailand
  • Santorini Park, Theme Park Rasa Yunani di Thailand
  • Phetchaburi, Thailand Publish di Majalah Femina No.43/2017
Selain Khao Luang Cave di Phetchaburi, saya juga mengunjungi Cicada Market ketika mendapat tugas kantor ke Thailand pada akhir Agustus - awal Sepetmber kemarin. And I love this market! 



Saat di Jakarta, saya sudah browsing tentang pasar seni yang terletak di Hua Hin ini. Jadi, saya sudah tahu, Cicada Market dibangun untuk mempertemukan para artis, pencipta, desainer, turis, dan komunitas. Informasi itu membuat ekspektasi saya makin tinggi terhadap produk-produk yang dijual di pasar yang hanya bisa dikunjungi pada Jumat-Sabtu, pukul 16.00-23.00, dan Minggu, pukul 16.00- 22.00 ini.

Ekspektasi saya tidak salah. Barang-barang yang ditawarkan di sini memang tidak biasa, unik, dan memiliki kreativitas tinggi. Saya tertarik pada sunglasses berbingkai kayu. “Ini handmade,” ucap penjualnya, ketika melihat saya sibuk memilih-milih kacamata yang dijual seharga 2000-an bath atau sekitar Rp800.000-an ini. Setelah mencoba beberapa kacamata, saya memutuskan tidak membelinya karena mereka tidak memiliki kacamata model Jackie O, model yang saya incar karena cocok untuk bentuk wajah saya.


Setelah puas melihat-lihat kacamata, saya kembali menjelajahi area yang disebut Art A La Mode, area khusus barang-barang kerajinan tangan. Hati dan mata saya dibuat terkagum-kagum oleh berbagai barang yang banyak diproduksi menggunakan keterampilan tangan, mulai dari suvenir, seperti gantungan kunci dan magnet, sampai aksesori seperti tas dan jam tangan.


Kaki saya sempat berhenti di kios yang menjual suvenir dari ukiran kayu. Harganya 79 bath atau sekitar Rp31.600 per buah. Tapi, kalau membeli dua buah harganya 150 bath  atau sekitar Rp60.000. Bila beli 10 ke atas, harga satuannya menjadi 70 bath (sekitar Rp28.000). Saya tertarik pada  bentuk suvenir yang mereka ukir, mulai dari alat musik, tokoh kartun, sampai simbol media sosial seperti Instagram yang terukir dengan rapi.


Begitu saya memesan ukiran Instagram, si penjual yang adalah pasangan suami-istri, Keng dan Ann, ini langsung beraksi. Sang suami menempelkan abjad nama saya yang juga terukir dari kayu. Selesai mengelem, sang istri mengambil alih pekerjaan dengan melapis suvenir saya menggunakan kaca plastik dan menguncinya dengan baut melalui bor kecilnya. Terakhir, dia menempelkan dua buah magnet di belakang suvenir untuk kemudian dimasukkan ke dalam plastik kecil bening sebagai pembungkus. Saya puas dengan hasilnya, rapi dan berbeda dari suvenir kebanyakan.


Malam itu, saya menghabiskan sisa waktu dengan menonton pertunjukan band lokal di tengah taman. Sambil menyeruput Thai tea yang saya beli di tenant khusus makanan seharga 45 bath atau sekitar Rp18.000, saya menikmati musik kontemporer yang dimainkan band tersebut. Saya tidak mengerti lirik-lirik berbahasa Thailand yang keluar dari mulutnya. Tapi, melihat penampilan mereka di pasar yang penuh barang-barang unik ini membuat saya paham mengapa tempat ini dinamakan pasar seni. Tempat dan suasana yang tepat untuk menutup hari.

Tulisan ini telah tayang di website femina. Bisa dilihat di sini.  

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Khao Luang Cave, Tempat Beribadah sekaligus Wisata di Phetchaburi, Thailand
  • Santorini Park, Theme Park Rasa Yunani di Thailand
  • Phetchaburi, Thailand Publish di Majalah Femina No.43/2017
  • Cari Barang-barang Unik di Bangkok? Wajib Datang ke 3 Toko Ini
Khao Luang Cave di Phetchaburi adalah salah satu tempat wisata yang saya kunjungi ketika saya mendapat tugas liputan dari kantor ke Thailand. Seperti apa kuil yang berada di dalam gua ini? Berikut catatan perjalanan saya.


Setelah menempuh perjalanan sekitar dua jam dari Bangkok, dengan kecepatan mobil yang mengingatkan saya pada mobil travel Jakarta-Bandung, saya dan rombongan sampai di tujuan kami, yaitu Khao Luang Cave. Khao Luang adalah nama bukit kecil yang memiliki ketinggian sekitar 92 meter. Di bukit ini terdapat gua yang cukup besar bernama Tham Khao Luang. Gua yang juga dikenal dengan nama Tham Wimarn Chakri ini sangat terkenal di kalangan warga Thailand  maupun turis asing.

Penasaran apa yang membuat tempat ini cukup populer, saya pun tidak sabar untuk memasuki gua. Namun, sebelum kaki melangkah lebih jauh, Kun Kendo, pemandu asli Thailand yang fasih berbahasa Indonesia, memperingatkan kami untuk berhati-hati. “Di sini banyak monyet. Barang-barang kecil seperti kacamata, kamera, atau handphone harus dijaga hati-hati agar tidak diambil monyet,” ujar Kun Kendo.

Memang benar, banyak monyet berkeliaran sepanjang tangga menuju gua. Tapi, ternyata mereka hanya ‘mengantar’ kami menaiki tangga menuju mulut gua. Begitu kami masuk ke dalam gua dengan menuruni anak tangga, monyet-monyet tersebut tidak tampak lagi. Fiuh… untung saja tidak ada satu pun di antara kami yang mengalami insiden dengan monyet-monyet itu. Ada sekitar 122 anak tangga, baik naik atau turun, yang harus dilewati. Lumayan membuat lelah di tengah hari yang sangat panas ini.

Rasa lelah  langsung terbayar begitu saya masuk ke dalam gua. Stalaktit dan stalakmit terlihat sempurna seolah-olah ada yang mengukirnya dengan kokoh di sana. Di tengah gua, tampak sinar matahari berkilauan menerobos gua lewat sebuah lubang besar. Sungguh dramatis! Tidak heran bila banyak orang datang ke sini di waktu pagi sampai siang hari.

“Tempat ini buka  tiap hari, mulai pukul 8.30 - 16.00. Pagi sampai siang hari adalah waktu yang paling ramai pengunjung. Gua ini memang terlihat paling cantik pada jam-jam tersebut karena ada pancaran sinar matahari yang menembus gua,” ucap Kun Srirakran, wanita yang bertugas di lokasi itu.     


Di dekat lubang besar tersebut terdapat patung Buddha besar yang sedang duduk bernama Marawichai, yang memiliki arti mengalahkan iblis. Di depan patung itu banyak pengunjung yang berdoa. Wajar saja, mayoritas penduduk Thailand memeluk agama Buddha.

Tidak jauh dari patung Buddha duduk, terdapat patung Buddha berbaring atau reclining Buddha. “Tolong jangan menyebut ini sebagai patung Buddha tidur atau sleeping Buddha karena bisa menyinggung warga Thailand. Buddha memang sedang tidak tidur, ia hanya berbaring,” jelas Kun Kendo. Di sekitar patung Buddha yang memiliki panjang sekitar 14 meter ini terdapat beberapa pagoda. Semua patung di sini kebanyakan dibuat oleh Raja Mongkut atau Raja Rama IV yang memerintah pada tahun 1851-1868 dan Raja Chulalongkorn atau Raja Rama V yang memerintah pada tahun 1868-1910. Konon, kedua raja tersebut cukup sering menghabiskan waktu di sini. 

Saya bukan pemeluk agama Buddha, tapi saya bisa mengerti mengapa banyak warga lokal datang ke sini untuk berdoa. Tempatnya cukup tenang untuk beribadah. Meski sejuk, gua ini tidak lembap. Sementara, bagi turis asing yang tidak ikut berdoa di sini, seperti saya, gua yang tidak memungut bayaran masuk ini menawarkan pemandangan eksotis untuk diabadikan. 

Tulisan saya ini telah ditayangkan di website femina. Artikelnya bisa dibaca di sini.



----------@yanilauwoie----------

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Santorini Park, Theme Park Rasa Yunani di Thailand
  • Phetchaburi, Thailand Publish di Majalah Femina No.43/2017
  • Cari Barang-barang Unik di Bangkok? Wajib Datang ke 3 Toko Ini
  • Kata Siapa Orang Vietnam Kasar? Pengalaman Saya Membuktikan Sebaliknya


Ketika saya mendapat tugas dari kantor untuk ke Thailand pada akhir Agustus - awal September 2016, saya tidak cuma berkesempatan mengunjungi ibukotanya, Bangkok namun juga sempat mampir ke Cha Am. Salah satu daya tarik dari Cha Am adalah atraksi wisata bernama Santorini Park. Tempat ini cocok untuk yang hobi foto. Terutama untuk diunggah di Instagram. Bagaimana tidak? Semua sudutnya cantik untuk diabadikan.



Santorini Park berjarak sekitar 2,5 jam berkendara mobil dari Bangkok. Tempat ini sebenarnya adalah theme park yang berisi aneka wahana permainan. Sebut saja ferris wheel (kincir angin), water ball (berjalan di dalam bola di atas air), merry go round (komidi putar), haunted hause (rumah hantu), dan lain sebagainya. Untuk masing-masing wahana dikenakan biaya yang berbeda-beda, yaitu 120 - 240 bath (sekitar Rp48.000-Rp96.000). Sedangkan untuk harga tiket masuk taman ini dikenakan biaya 150 bath (sekitar Rp60.000).

Wahana-wahana ini mungkin kurang menantang untuk kita yang dewasa tapi akan sangat pas untuk yang datang dengan anak-anak. Tapi bukan berarti orang dewasa tidak bisa menikmati tempat ini. Kita bisa puas foto sebanyak mungkin karena tiap sudut tempat ini terlihat cantik. Dengan nuansa warna bangunan dominasi putih dan biru serta dihiasi bunga-bunga membuat kita merasa seolah-olah tidak sedang berada di Thailand melainkan di Santorini, Yunani. "Tempat ini memang sengaja dirancang untuk menyerupai Santorini yang ada di Yunani," ucap pemandu wisata Thailand yang fasih berbahasa Indonesia, Kendo.

Saran saya jangan ragu untuk menaiki bangunan bertangga yang ada di sini. Karena dari atas kita bisa mendapatkan sudut foto berbeda. Tapi perhatikan baik-baik karena ada tangga yang fungsinya hanya sebagai dekorasi saja. Nah, bila sudah puas memenuhi Instagram dengan foto-foto cantik, kita bisa melepas lelah dengan menikmati makan dan minum yang ada di sini. Yap, di sini banyak tempat makan berjejer. Mulai yang take away sampai kafe.



Psst, jangan pulang dari sini dengan tangan hampa, ya. Coba, deh, masuki satu per satu aneka toko yang ada di sini. Mulai dari toko baju, sepatu, sampai pernak-pernik. Untuk yang mencari oleh-oleh pernak-pernik lucu saya merekomendasikan toko Mini Price. Sesuai namanya barang di sini murah-murah tapi bagus-bagus. Kita bisa mendapatkan mouse pad, gunting kuku, kaca lipat, earphone sampai usb dalam bentuk gelang hanya seharga 60 bath (sekitar Rp24.000).

Santorini Park ini buka pukul 10.00-19.00 (Senin-Jumat) dan 09.00-19.00 (Sabtu-Minggu). Untuk info lengkap bisa kunjungi situsnya dengan mengklik link ini. 

Tulisan saya ini pertama kali ditayangkan di website femina. Artikelnya bisa dibaca di sini.




----------@yanilauwoie----------

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Phetchaburi, Thailand Publish di Majalah Femina No.43/2017
  • Cari Barang-barang Unik di Bangkok? Wajib Datang ke 3 Toko Ini
  • Kata Siapa Orang Vietnam Kasar? Pengalaman Saya Membuktikan Sebaliknya
  • Hotel di Thailand: Amari Hua Hin Hotel
Akhir Agustus - awal September 2016, saya dikirim kantor untuk liputan ke Thailand. Catatan hasil perjalanan saya terangkum dalam tulisan di majalah femina no.43/2017 yang edar 27 Oktober 2016.







Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Cari Barang-barang Unik di Bangkok? Wajib Datang ke 3 Toko Ini
  • Kata Siapa Orang Vietnam Kasar? Pengalaman Saya Membuktikan Sebaliknya
  • Hotel di Thailand: Amari Hua Hin Hotel
  • Plus Minus Fasilitas Autogate Imigrasi di Bandara
Bangkok sebagai salah satu kota tujuan wisata belanja sudah sering saya dengar. Banyak yang bilang bahwa barang-barang di Bangkok murah-murah. Namun setelah akhirnya saya mengunjungi ibukota Thailand ini untuk pertama kalinya pada akhir Agustus - awal September lalu, saya bisa paham kenapa tidak salah menjadikan Bangkok sebagai tujuan wisata belanja.

Bukan hanya perkara harganya yang murah namun juga kreativitas orang-orang Thailand dalam memproduksi dan mengemas barang-barangnya yang membuat wisata belanja di sini menjadi pengalaman yang berbeda. Dari perjalanan saya kemarin, saya ingin merekomendasikan tiga toko yang memiliki barang-barang unik. Ketiga toko tersebut adalah:



1. Dress Me Up
Lokasi: Lantai 3, Bangkok Art and Culture Centre, 939 Rama 1 Rd, Pathum Wan, Bangkok 10330.
Waktu Buka: Sesuai dengan waktu bukanya Bangkok Art and Culture Centre, yaitu Selasa - Minggu, pukul 10.00 - 21.00.
Tempat ini menjual barang-barang produksi Thailand, Anothai yang dilukis tangan dan dianyam. Jangan bayangkan anyaman rotan, ya. Anyaman yang ada di sini adalah anyaman kapas. Harga untuk sebuah tas anyaman 590 bath (sekitar Rp236.000), tas lukisan 1.650 bath (sekitar Rp660.000) topi anyaman 350 bath (sekitar Rp140.000), sedangkan syal anyaman antara 100 - 300 bath (sekitar Rp40.000-Rp120.000). Harga ini bervariasi tergantung besar kecil dan tingkat kesulitan membuatnya.



2. Save Earth Store
Lokasi: Lantai 4 Bangkok Art and Culture Centre, 939 Rama 1 Rd, Pathum Wan, Bangkok 10330.
Waktu Buka: Sesuai dengan waktu bukanya Bangkok Art and Culture Centre, yaitu Selasa - Minggu, pukul 10.00 - 21.00.
Sesuai nama tokonya, jangan heran bila kita menemukan barang-barang daur ulang di sini. Seperti tas atau dompet yang dibuat dari kemasan bekas pakai. Meskipun dari barang bekas hasilnya tetap berkualitas. Untuk harganya pun bervariasi. Sebagai gambaran tote bag dari karung plastik bekas dijual dengan harga 890 bath (sekitar Rp356.000) sedangkan shoulder bag dijual dengan harga 1.290 bath (sekitar Rp516.000).



3. House of Siree
Lokasi: Lantai 1C MBK Center, 444 Phayathai Rd, Bangkok, Pathumwan 10330.
Waktu Buka: Sesuai dengan waktu bukanya MBK, yaitu Senin-Minggu, pukul 10.00 - 22.00
MBK Center punya banyak toko yang menjual sepatu namun toko ini memiliki koleksi sepatu yang berbeda. Sepatu-sepatu yang dijualnya dilapisi oleh kancing. Baik itu sepatu model slip on, sneakers sampai flat atau sepatu anak-anak maupun dewasa, semuanya dilapisi kancing. Kancing-kancing yang dipilih rata-rata berwarna terang sehingga membuat deretan sepatu yang terpajang di rak ini sangat eye catching. Harganya sekitar 1.500 - 1.800 bath (sekitar Rp600.000 - Rp720.000).

Tulisan tentang ketiga toko ini saya tulis pertama kali untuk website femina. Artikelnya bisa dibaca di sini.






Booking.com ----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:
  • Kata Siapa Orang Vietnam Kasar? Pengalaman Saya Membuktikan Sebaliknya
  • Hotel di Thailand: Amari Hua Hin Hotel
  • Plus Minus Fasilitas Autogate Imigrasi di Bandara
  • Internetan Murah di Thailand






 Foto Ilustrasi: Pixabay

Sekitar dua minggu lalu saya terbang dengan pesawat Jetstar dari Singapura menuju Melbourne, Australia. Saya dapat kursi yang dekat lorong, bersebelahan dengan seorang wanita asal Vietnam. Pertemuan dengannya makin menunjukkan kepada saya bahwa banyak orang Vietnam yang baik.

Awalnya saya tidak tahu bahwa dia dari Vietnam. Kami hanya bertukar senyum sebelum saya tertidur. Terbang dengan pesawat malam, apalagi yang bisa dilakukan selain tidur, kan? Sekitar hampir 2 jam sebelum mendarat, lampu pesawat yang tadinya gelap, menyala. Rupanya para pramugari dan pramugara membagikan makanan untuk mereka yang memesan makan. Meskipun tidak memesan makanan, mata saya sudah kadung terbuka. 

Saya melirik wanita di sebelah saya yang mendapatkan kotak makan. Wanita yang saya taksir berusia 40-50-an ini sedang membuka kotak tersebut. Tanpa terduga, tiba-tiba dia menyodorkan cupcake yang tadinya ada di kotak tersebut kepada saya. Saya pun refleks menjawab, "No thank you," sambil melambaikan tangan tanda penolakan. Namun wanita ini terus menyodorkan cupcake-nya. Waduh! 

Saya sebenarnya tidak lapar. Apalagi saat itu masih pagi banget. Bahkan kalau mengikuti waktu Jakarta, hitungannya masih tengah malam. Saya nggak terbiasa makan menjelang jam 2 pagi. Tapi karena wanita itu terus menyodorkan cupcake-nya saya pun menerimanya. 

Dia kemudian membuka meja saya. Lalu mengambil dua snack dari dalam kemasan dari penumpang yang duduk di sisi kirinya. Kalau melihat wajahnya, saya menduga penumpang tersebut adalah anak perempuannya. Lalu, dia meletakkan dua snack yang terbungkus plastik bening tersebut ke meja saya. Wah, cupcake-nya saja belum saya makan.

Yang terjadi selanjutnya tidak kurang membuat saya terheran-heran. Dia meletakkan botol susu yang tinggal setengah (setelah setengahnya dia pakai untuk cereal) di meja saya. Tidak lama, dia meletakkan gelas berisi setengah teh panas. Jadi dia membagi dua teh panas pesanan dia kepada saya. Wah, dia benar-benar membagi makanannya kepada saya. 

Tidak mau menyakiti perasaannya yang sudah begitu baik, saya pun menghabisi satu persatu makanan dan minuman yang ada di meja saya. Ketika saya mau mulai makan snack yang dia ambil dari putrinya, saya membaca kemasan untuk mencari tahu snack apa yang akan saya makan ini. Melihat gerakan saya, dia mengambil bungkusan snack tersebut dari putrinya dan diberikan kepada saya. Tidak mendapat penjelasan juga sih, itu snack apa tapi saya jadi tahu itu snack dari Vietnam. 

Saya pun bertanya kepada dia, "Where are you from?" Wanita tersebut terdiam. "Vietnam?" lanjut saya. Dia pun mengangguk. Saya tambah yakin dia adalah orang Vietnam ketika melihat passpornya saat dia mengeluarkannya ketika pesawat mau mendarat.  

Kebaikan wanita ini melayangkan ingatan saya saat melakukan trip ke Vietnam pada 2012 lalu. Saat itu saya pun menemukan banyak sekali orang baik di Vietnam. Padahal sebelumnya, beberapa orang mengingatkan saya agar berhati-hati di Vietnam karena orangnya kasar-kasar. Ya tidak semuanya juga baik sih, karena sempat tertipu di money changer bandara dan tukang jualan di pinggir jalan. Tapi dibandingkan orang baiknya, jauh lebih banyak orang baiknya.

Kalau saya boleh simpulkan, anggapan orang Vietnam kasar mungkin karena adanya kendala bahasa. Banyak di antara mereka yang tidak bisa berbahasa Inggris sehingga menyusahkan ketika berkomunikasi. Selain itu saya percaya orang jahat dan baik ada di mana-mana. Tinggal bagaimana kita menyikapinya saja. Setuju?


----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

    Blog Sebelumnya:
    • Hotel di Thailand: Amari Hua Hin Hotel
    • Plus Minus Fasilitas Autogate Imigrasi di Bandara
    • Internetan Murah di Thailand
    • Tour Guide Berbahasa Indonesia di Thailand: Saya Belajar dari Sinetron


    Saya menginap di sini hanya satu malam di awal September 2016. Meskipun begitu saya cukup terkesan dengan hotel ini. Apa saja kelebihan dan kekurangannya?


    Ini kafenya

    Plus:
    1. Letaknya strategis. Maksudnya strategis adalah hotel ini tidak terlalu jauh dari tempat-tempat wisata. Sekitar 30 menit berkendara ke Santorini Park, 10 menit jalan kaki ke Cicada Market yang memiliki barang-barang unik dan artsy, dan 10 menit berkendara ke tradisional night market yang menjual banyak merchandise untuk oleh-oleh.

    2. Kamarnya modern. Kamarnya sih, tidak terlalu luas. Namun dengan pengaturan letak yang pas, dua kasur, lemari, meja, televisi, dan sofa yang ada di sini tidak membuat kamar ini menjadi sempit. Dekorasinya pun modern, sehingga terkesan masa kini.

    3. Kamar mandinya nyaman. Dengan bentuk pintu kayu dorong dan dekorasi dinding kayu yang seperti papan penggilasan membuat kamar mandi ini terlihat berbeda dari kamar mandi hotel pada umumnya. Di dalam kamar mandi terdapat shower, cermin dan wastafel serta toilet duduk. Saat saya datang ke sini kamar mandi terlihat rapi dan bersih. Toiletnya juga seperti masih baru. Jadi sangat membuat nyaman untuk digunakan.

    4. Kolam renangnya luas. Bukan hanya kolamnya yang menggoda, di sekitaran kolam juga terdapat banyak pool bed yang cocok untuk bermalas-malasan menikmati udara sore.

    5. Lobi cantik. Dengan nuansa biru dan putih, lobi ini mengingatkan saya akan Santorini Park yang baru saya kunjungi siang harinya. Cantik! Selain itu atapnya juga sangat tinggi sehingga menimbulkan kesan yang luas.

    6. Kafe cantik. Kafe ini berada tepat di depan lobi. Dekorasinya pun mirip sama lobi dengan warna biru dan putih mendominasi. Saya tidak mencoba makanannya, jadi tidak tahu rasanya. Tapi kalau untuk foto-foto, kafe ini cukup instagrammable.

    7. Fasilitas antar jemput ke pantai. Hotel ini dekat sekali dengan pantai. Tepatnya hotel berada di depan pantai. Kalau jalan kaki mungkin sekitar 10 menit. Tapi nggak perlu jalan kaki, karena mereka menyediakan semacam golf car untuk mengantar jemput ke pantai. Saya mencoba fasilitas ini dan diturunkan tepat di depan Shoreline Beach Club yang tepat berada di pinggir pantai.




    Minus:
    1. Pantainya tidak bagus. Kalau tujuan kita ingin menikmati pantai, jangan menginap di sini. Karena pantainya sungguh tidak cantik. Beneran, deh! Warna air pantainya terlihat cokelat pucat. Tidak menarik sama sekali. Tapi kalau sekedar iseng untuk menikmati udara sore sih, lumayan. Tapi tidak lebih dari itu.

    2. Makanannya hambar. Ya seperti kebanyakan hotel lainnya, makanan yang ada di sini tidak berasa. Bahkan nasi gorengnya seperti tidak dibumbui. Meskipun begitu untuk sarapan, menu mereka sangat variatif. Ya amannya sih, makan seperti roti atau sereal dengan susu yang memang rasanya universal.

    Overall:
    I love this hotel. Comfy, clean, and pretty. Recommended!

    Note: 
    Catatan ini saya buat berdasarkan pengalaman saya. Sangat mungkin hotel ini memiliki fasilitas lain yang saya tidak ketahui.

    Find me at:
    LINE: @psl7703h
    Instagram: yanilauwoie
    Twitter: yanilauwoie
    YouTube: yanilauwoie

    Blog Sebelumnya:
    • Plus Minus Fasilitas Autogate Imigrasi di Bandara
    • Internetan Murah di Thailand
    • Tour Guide Berbahasa Indonesia di Thailand: Saya Belajar dari Sinetron
    • Hotel di Bangkok, Thailand: Phatumwan Princess Hotel

    Newer Posts Older Posts Home

    My Travel Book

    My Travel Book
    Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

    My Travel Videos

    Connect with Me

    Total Pageviews

    Categories

    Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

    Blog Archive

    • ►  2025 (4)
      • ►  May (1)
      • ►  April (1)
      • ►  March (1)
      • ►  January (1)
    • ►  2024 (12)
      • ►  December (1)
      • ►  November (1)
      • ►  October (1)
      • ►  September (1)
      • ►  August (1)
      • ►  July (1)
      • ►  June (1)
      • ►  April (1)
      • ►  March (1)
      • ►  February (2)
      • ►  January (1)
    • ►  2023 (7)
      • ►  December (3)
      • ►  November (2)
      • ►  October (1)
      • ►  April (1)
    • ►  2022 (6)
      • ►  October (2)
      • ►  April (1)
      • ►  March (1)
      • ►  February (1)
      • ►  January (1)
    • ►  2021 (19)
      • ►  December (2)
      • ►  November (2)
      • ►  October (2)
      • ►  September (2)
      • ►  August (2)
      • ►  July (3)
      • ►  June (2)
      • ►  May (2)
      • ►  April (1)
      • ►  March (1)
    • ►  2020 (4)
      • ►  December (1)
      • ►  November (1)
      • ►  January (2)
    • ►  2019 (51)
      • ►  December (4)
      • ►  November (3)
      • ►  October (2)
      • ►  September (3)
      • ►  August (4)
      • ►  July (3)
      • ►  June (5)
      • ►  May (4)
      • ►  April (5)
      • ►  March (10)
      • ►  February (4)
      • ►  January (4)
    • ►  2018 (30)
      • ►  December (8)
      • ►  November (2)
      • ►  October (1)
      • ►  September (3)
      • ►  August (1)
      • ►  July (1)
      • ►  June (1)
      • ►  April (1)
      • ►  March (5)
      • ►  February (4)
      • ►  January (3)
    • ►  2017 (60)
      • ►  December (6)
      • ►  November (4)
      • ►  October (5)
      • ►  September (8)
      • ►  August (5)
      • ►  July (2)
      • ►  June (3)
      • ►  May (8)
      • ►  April (9)
      • ►  March (2)
      • ►  February (4)
      • ►  January (4)
    • ▼  2016 (51)
      • ▼  December (6)
        • My Travel Highlights of 2016
        • Diwawancara Stasiun Televisi Vietnam dan Thailand
        • Myamo Beach Lodge, Resort Mungil di Sumbawa Barat
        • Suka Barang-barang Artsy? Coba deh, Datang ke Cica...
        • Khao Luang Cave, Tempat Beribadah sekaligus Wisata...
        • Santorini Park, Theme Park Rasa Yunani di Thailand
      • ►  November (3)
        • Phetchaburi, Thailand Tayang di Majalah Femina No....
        • Cari Barang-barang Unik di Bangkok? Wajib Datang k...
        • Kata Siapa Orang Vietnam Kasar? Pengalaman Saya Me...
      • ►  October (5)
        • Hotel di Thailand: Amari Hua Hin Hotel
      • ►  September (4)
      • ►  August (4)
      • ►  July (1)
      • ►  June (3)
      • ►  May (6)
      • ►  April (5)
      • ►  March (4)
      • ►  February (4)
      • ►  January (6)
    • ►  2015 (51)
      • ►  December (7)
      • ►  November (4)
      • ►  October (3)
      • ►  September (3)
      • ►  August (4)
      • ►  July (4)
      • ►  June (4)
      • ►  May (6)
      • ►  April (3)
      • ►  March (6)
      • ►  February (4)
      • ►  January (3)
    • ►  2014 (51)
      • ►  December (6)
      • ►  November (1)
      • ►  October (3)
      • ►  September (2)
      • ►  August (6)
      • ►  July (5)
      • ►  June (3)
      • ►  May (5)
      • ►  April (4)
      • ►  March (5)
      • ►  February (5)
      • ►  January (6)
    • ►  2013 (13)
      • ►  December (5)
      • ►  November (2)
      • ►  October (6)

    Search a Best Deal Hotel

    Booking.com

    Translate

    Booking.com

    FOLLOW ME @ INSTAGRAM

    Most Read

    • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
    • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
    • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
    • My 2018 Highlights

    About Me

    Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

    Contact Me

    Name

    Email *

    Message *

    Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes