My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio


"Tidak, tidak! Tutup, tutup!" kata seorang penjaga toko souvenir di Osaka Castle kepada saya dan Biru ketika kami mencoba memasuki tokonya. Saya melirik jam tangan, tepat pukul 17.00. Wah, tepat waktu banget, ya?

Kami berkunjung ke Osaka Castle pada April 2019, pada saat injury time, hampir pukul 16.30, sekitar 30 menit sebelum istana yang dibangun pada tahun 1583 ini tutup. Saat di pintu tiket, petugas sudah mengingatkan akan hal ini. Lalu, petugas lain yang bertugas untuk mengatur jalur ke lift juga hilir mudik sambil membawa papan pengumuman yang menyebutkan bahwa istana akan tutup pukul 17.00. 

Setelah sukses mengelilingi setiap lantai dalam waktu hampir 30 menit, kami bersiap untuk keluar istana namun mata Biru menangkap berbagai buku yang dipajang di toko souvenir lantai 1. Saat dia membaca-baca beberapa buku sampel, saya sibuk melihat-lihat berbagai souvenir yang dijual. Namun kami berdua memutuskan tidak membeli apa-apa. 

Lalu ketika beberapa langkah meninggalkan toko tersebut, Biru menyatakan keinginannya untuk membeli salah satu buku namun dia masih ragu. Saya pun meyakinkannya untuk membeli buku tersebut. Saya tahu betapa dia sangat cinta sama buku dan kami tidak punya waktu banyak di Osaka untuk kembali ke tempat yang sama. Akhirnya dia yakin untuk membeli buku tersebut. Kami pun kembali ke toko souvenir. 

Namun kagetlah kami ketika sang petugas melarang kami untuk mendekati toko karena jam berkunjung yang sudah selesai. Dia melarang sambil memberikan tanda silang dengan tangannya yang diletakkan di depan dada. Biru berusaha menjelaskan bahwa dia sudah tahu apa yang dia mau, hanya tinggal bayar saja. Namun petugas wanita tersebut tetap tak memperbolehkannya masuk. Sejujurnya saya tak yakin apa dia mengerti perkataan Biru dalam bahasa Inggris tersebut.  

Saat kami berusaha meyakinkannya, seorang bapak dan ibu yang saya duga dari India tiba-tiba masuk nyelonong ke dalam toko. Mungkin mereka juga tidak tahu bahwa toko akan tutup karena pada kenyataannya masih ada beberapa orang di dalam toko. 

Melihat pasangan tersebut, sang petugas langsung bergerak gesit menghampiri mereka dan berkata, "Tidak! Tutup!" sambil memberikan bahasa tubuh untuk meminta sang pasangan keluar toko. Keduanya pun nurut meninggalkan toko. 

Ketika sang petugas sibuk dengan pasangan tersebut, Biru keluar dengan strategi lain. Dia mengambil buku contoh yang dia inginkan – untungnya  rak buku ada di depan dan bukan dalam toko – dan mengeluarkan uang Yen. Lalu dia mengacungkan buku dan uang tersebut ke depan petugas. 

Entah karena sang petugas akhirnya mengerti maksud Biru atau dia melihat kegigihannya, akhirnya dia meminta persetujuan kasir yang bertugas dalam bahasa ibunya. Melihat Biru dengan buku dan uang di tangan, sang kasir mengizinkannya masuk. Lalu sang kasir memberikan buku baru dan mengambil buku contoh dari tangan biru. Selesai transaksi, saya melirik jam tangan saya yang "baru" menunjukkan pukul 17.02. 

Peristiwa lain yang berkaitan dengan waktu adalah saat kami menyewa sepeda untuk berkeliling Arashiyama, Kyoto. Kami menyewa sepeda elektrik di tempat penyewaan sepeda dekat Saga Torokko Station, stasiun tempat naik Sagano Romantic Train. Petugas menyebutkan bahwa kami harus mengembalikan sepeda ke tempat yang sama kami meminjamnya pada pukul 17.00. 

Mengingat apa yang terjadi di toko souvenir Osaka Castle, kami pun berusaha agar bisa sampai di tempat penyewaan sebelum pukul 17.00. Namun namanya juga tidak hafal jalanan, jadi ya, kami banyak nyasar. Meskipun saya tidak keberatan tersasar karena dengan begitu saya bisa melihat rumah-rumah tradisional dari penduduk Jepang yang bagus dan unik, tapi saya tahu benar kalau saya diburu waktu.

Sudah menduga tidak akan bisa sampai sebelum pukul 17.00 seperti yang direncanakan, saya tetap mengayuh sepeda dengan cepat, agar kalaupun telat, ya setidaknya nggak telat-telat banget. Tepat ketika saya bisa melihat mulut dari jalanan tempat pengembalian sepeda, mata saya menangkap seorang petugas penyewaan sepeda. 

Begitu dia melihat saya mendekat, dia pun meninggalkan ujung jalan tersebut dan berjalan menuju tempat penyewaan sepeda. Lalu ketika saya sampai, dia menyambut saya sambil berkata, "Terima kasih." Hal yang sama dia lakukan kepada Biru dan pasangan lain yang juga baru sampai. Saya melirik arloji di pergelangan tangan saya, pukul 17.01.  

Demikian tepat waktunya, sampai sang petugas harus menunggu kami di ujung jalan saat kami belum hadir pada pukul 17.00. Entah sejak kapan dia berdiri di sana menunggu kami. Tapi apa yang dilakukannya menunjukkan kepada saya bahwa saya memang tidak bisa anggap enteng perkara waktu dengan orang-orang Jepang. Mereka tepat waktu banget!

Booking.com
----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:
  • 7 Alasan untuk Menginap di Hotel Best Western Premier The Hive - Jakarta
  • Jalan-jalan ke Kopenhagen: Ditawari Brondong Ganteng
  • Toilet Transparan di Amsterdam
  • Jalan-jalan ke Kopenhagen: Dapat Lambaian Tangan dari Ratu Denmark, Margrethe II
  • 5 Tempat Wisata Gratis di Kopenhagen, Denmark
 


Saat long weekend minggu lalu, saya sempat menginap di Hotel Best Western Premier The Hive - Jakarta. Ini adalah kedua kalinya saya menginap di jaringan hotel Best Western International, setelah sebelumnya saya sempat menginap di Hotel Best Western Osaka Tsukamoto, Jepang pada minggu kedua April 2019. 

Setelah menginap di keduanya, saya merasa lebih menyukai pengalaman menginap di Hotel Best Western Premier The Hive - Jakarta yang merupakan hotel bintang 4+. Alasannya?

1. Kamarnya luas

Saat itu saya menginap di kamar deluxe twin. Kesan pertama saya begitu memasuki kamar seluas 28 meter persegi ini adalah... wow kamarnya sangat luas! Padahal di dalam kamar diisi dua kasur dan berbagai perlengkapan lain namun masih ada ruang kosong yang membuat saya bebas bergerak. 

2. Perlengkapannya lengkap
Selain kasur tentunya, kamar ini dilengkapi dengan lemari pakaian, safe deposit box, kulkas mini, TV LED 43 inci, meja + kursi, sofa + meja bundar, dan ketel untuk membuat teh atau kopi. Peralatan untuk mandinya juga lengkap. Di antaranya ada sabun cair, sampo, conditioner, sikat dan pasta gigi, body lotion, sisir, hair dryer, dan shower cap.   

3. Wi-finya kencang
Saat check in, saya diberikan password untuk mengakses wi-fi gratis mereka namun kenyataannya saat saya sudah berada di kamar, saya tak perlu password. Begitu saya terkoneksi ke wi-fi-nya, saya langsung bisa menggunakan internet dengan koneksi yang kencang.

4. Ada kolam renangnya

Sebagai pencinta olahraga renang, saya selalu senang menginap di hotel yang ada kolam renangnya. Nah, di hotel ini tersedia dua kolam renang, yaitu untuk dewasa dan anak-anak. Kolam dewasanya cukup panjang dan luas, sehingga membuat saya bisa berenang secara leluasa. Pagi-pagi saya langsung nyebur ke sini dan melakukan 24 lap. Asyiknya lagi, di sini tersedia fasilitas peminjaman handuk dan loker gratis. Selain kolam renang, fasilitas lain yang mereka punya di antaranya meeting rooms, pusat kebugaran, spa, dan pijat.  

5. Mudah mencari makanan
Hotel ini memiliki Heather Resto dan Miele Pool Bar yang terletak di lantai 5 serta Imago Casual Dining yang berada di lantai 22, jadi mudah sekali untuk mendapatkan makanan dan minuman.

Saya sempat mencoba makanan di Heather Resto saat sarapan. Pilihan makanannya cukup variatif. Mulai dari makanan berat yang terdiri dari nasi, aneka lauk pauk, sayuran, lontong, serta bubur ayam hingga roti, croissant, aneka kue, sereal, dan buah-buahan. Karena sudah lama tidak makan bubur ketan hitam maka saya memilih ini sebagai salah satu menu sarapan saya. Ah, bikin teringat masa kecil :)

Mau mencari makanan dan minuman di luar hotel? Ada kafe, bistro, tempat ngopi dan fast food yang lokasinya masih dalam komplek yang sama dengan hotel. 

6. Menyajikan pemandangan kota

Saya menginap di lantai 19 yang menyajikan pemandangan kota. Meskipun siang sampai sore harinya mendung dan bahkan sempat hujan namun saya masih bisa menikmati suasana kota Jakarta dari ketinggian. 

7. Lokasi strategis
Berlokasi di Cawang, Jakarta Timur, hotel ini dekat ke Bandara Halim Perdanakusuma dan Taman Mini Indonesia Indah. Selain itu akses ke daerah pusat Jakarta seperti Monas dan Grand Indonesia juga mudah mengingat hotel ini berada di salah satu jalan utama Jakarta.  

Untuk yang mau menginap di sini, berikut kontak Hotel Best Western Premier The Hive - Jakarta:
  • Alamat: Jl. DI. Panjaitan Kav. 3-4, Jakarta Timur, DKI Jakarta 13340
  • Reservasi: (021) 29821888
  • WhatsApp: 0811-8138-808
  • Website: www.bwpremierthehive.com
  • Facebook: BWPREMIERTheHive 
  • Instagram: @bwpthehive
  • Twitter: @bwpthehive
  • Youtube: youtube.com/c/bwpthehive
  • Blog: https://infothehive.blogspot.com

Ada yang punya pengalaman menginap di Hotel Best Western Premier The Hive - Jakarta juga? Share di kolom komentar, ya.


----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:
  • Jalan-jalan ke Kopenhagen: Ditawari Brondong Ganteng
  • Toilet Transparan di Amsterdam
  • Jalan-jalan ke Kopenhagen: Dapat Lambaian Tangan dari Ratu Denmark, Margrethe II
  • 5 Tempat Wisata Gratis di Kopenhagen, Denmark
  • Kopenhagen, Denmark Tayang di Majalah Femina Edisi Maret 2019
Karl kayaknya ogah nih, foto bareng saya

Sebelumnya saya sempat menulis tentang kunjungan saya ke Istana Amalienborg dan bertemu dengan Ratu Denmark, Margrethe II (cerita lengkapnya bisa dibaca di tautan ini). Di sana, saya bertemu dengan seorang kakek dan dua orang nenek. Nah, saya ingin bercerita lebih jauh tentang mereka pada blog saya kali ini. 

Trio lansia ini saya temui sesaat usai upacara pergantian pengawal Kerajaan. Kami sama-sama mengincar satu orang pengawal yang sama untuk foto bareng (baca: mencuri foto bareng di samping sang pengawal, mengingat mereka tidak boleh bergerak melainkan yang sesuai prosedur). 

Awalnya saya heran, kenapa mereka tidak henti-hentinya ingin berfoto dengan sang pengawal muda tersebut, sampai mereka berkata, "Dia cucu kami," kata mereka dengan bangga. 

"Namanya Karl atau dalam bahasa Inggris Charles," jawab mereka saat saya bertanya siapa namanya. Saya, Asri, dan Stacey kompak bilang sama mereka bahwa cucu mereka ganteng. Ya iyalah, kalau nggak ganteng nggak mungkin kan, kita ngerubutin dia demi foto bareng? 

Mendengar pernyataan jujur kami, salah satu nenek berkata kepada saya, "Kamu tertarik dengannya? Dia belum menikah. Saya bisa memberimu nomor telepon dia atau kamu bisa menunggunya selesai bertugas dalam dua jam." 

Tidak menyangka akan mendapat penawaran seperti itu, saya jawab sang nenek sambil tersenyum, "Saya sudah menikah." Lalu saya refleks berusaha menunjukkan cincin yang melingkar di jari saya, lupa bawa tangan saya tertutup sarung tangan. Haha...

Saat perbincangan ini terjadi, saya sempat melirik Karl yang terlihat tersenyum. Entah dia mendengar perbincangan kami atau tidak. Kalaupun dia mendengar dan bisa merespon, mungkin dia akan berkata, "Hadeeeuh, ini kakek nenek gue, ada-ada saja, deh." Haha..

Kejadian lucu lainnya dari trio lansia ini adalah ketika sang kakek menunjukkan hasil foto-fotonya dengan Karl dan dua nenek. "Yang ini istri pertama saya," ucapnya sambil menunjuk foto sang nenek yang berjaket kuning. "Dan yang ini istri kedua saya," tuturnya sambil menunjuk sang nenek yang berbaju gelap. "Tapi shhttt," katanya sambil meletakkan jari telunjuknya di depan bibir.

Tidak lama, kami pun berpisah dengan Karl dan trio lansia tersebut dan di benak saya tersimpan satu pertanyaan yang tidak akan pernah saya ketahui jawabannya: "Karl itu cucu kakek dengan nenek yang mana?"

Booking.com
----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:
  • Toilet Transparan di Amsterdam
  • Jalan-jalan ke Kopenhagen: Dapat Lambaian Tangan dari Ratu Denmark, Margrethe II
  • 5 Tempat Wisata Gratis di Kopenhagen, Denmark
  • Kopenhagen, Denmark Tayang di Majalah Femina Edisi Maret 2019
  • Harga Makanan di Kopenhagen, Denmark
Pintu kaca di setiap bilik

Pakai toilet kering (tanpa ada fasilitas untuk membasuh) tentunya sudah sering saya lakukan. Memasukkan tisu ke dalam toilet juga bukan lagi suatu hal yang bikin saya kaget. Tapi memakai toilet yang transparan, baru kali ini saya coba. 

Toilet ini saya temukan ketika sedang berkunjung ke Cobra Cafe di Rijkmuseum, Amsterdam, Belanda. Letak toilet ini ada di lantai bawah kafe. Jadi saya harus turun tangga dulu untuk menuju toilet. 

Untuk bisa mengakses toilet ini harus bayar 0,50 euro tapi gratis untuk pengunjung kafe. Say bahkan diberikan koin 0,50 euro oleh pelayan restoran namun dengan syarat, saya harus memberinya bon toilet ke dia. Bon ini bisa didapatkan ketika mau masuk toilet. Pengunjung harus memasukkan koin ke dalam mesin dan kemudian mesin tersebut akan mengeluarkan semacam tanda terima. 

Toilet ini terdiri dari beberapa bilik. Saat mengantri untuk masuk ke dalam bilik, mata saya sempat menangkap sesuatu yang aneh, yaitu pintu bilik yang terbuat dari kaca bisa berubah atau berganti tingkat kejernihannya, dari transparan menjadi sedikit buram. Saya sempat berpikir, keren banget nih, teknologi. 

Saat tiba giliran saya masuk ke dalam bilik, pintunya sangat transparan. Jadi saya bisa melihat semua hal yang ada di luar pintu dan orang yang berada di luar pun bisa melihat ke dalam bilik. Layaknya kaca jendela yang bisa terlihat dua arah. 

Begitu saya mengunci pintu, kaca ini pun berubah menjadi buram. Saya langsung merasa aman tanpa perlu merasa khawatir orang lain bisa melihat semua urusan yang saya lakukan di dalam toilet. Tanpa sungkan saya buka celana, duduk, dan pipis. Legaaa. 

Selesai pipis, saya keluar bilik dan menuju wastafel untuk mencuci tangan. Sambil mencuci tangan, saya arahkan lagi pandangan ke arah bilik dan melihat seorang wanita baru masuk. Pintunya pun berubah dari transparan menjadi buram. Belum juga mata saya teralihkan darinya, saya bisa melihat dengan jelas seluruh bayangan wanita tersebut sedang membuka celana. What? Buru-buru saya alihkan pandangan saya. 

Melihat adegan tersebut, saya tersadar bahwa pandangan ke dalam toilet ini tidak benar-benar 100% terblokir. Buktinya bayangan wanita tersebut sedang memelorotkan celananya bisa tertangkap mata saya. 

Waduh, berarti tadi bayangan setengah telanjang saya tertangkap mata para pengguna toilet lain, dong? 

Booking.com ----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:
  • Jalan-jalan ke Kopenhagen: Dapat Lambaian Tangan dari Ratu Denmark, Margrethe II
  • 5 Tempat Wisata Gratis di Kopenhagen, Denmark
  • Kopenhagen, Denmark Tayang di Majalah Femina Edisi Maret 2019
  • Harga Makanan di Kopenhagen, Denmark
  • DMZ, Korea Selatan Tayang di Majalah Colours Edisi Januari 2019
Saya yang bebas berkeliaran di halaman dalam istana Amalienborg

Sebelumnya, saya memang tidak tahu siapa Ratu Denmark namun itu tidak mengurangi rasa senang saya begitu mendapat lambaian tangan darinya. Hehe... 

Siang itu, pada bulan Oktober 2018, saya, Asri dan Stacey memutuskan untuk mengikuti free walking tour keliling Kopenhagen yang diselenggarakan oleh SANDEMANs. Meeting point dari tur ini adalah City Hall Square dan berakhir di perairan yang berada di area istana Amalienborg, tempat tinggal para keluarga Kerajaan Denmark. Klik ini untuk yang ingin tahu lebih banyak tentang istana Amalienborg. 

Menurut sang pemandu kami, Martin, keluarga Kerajaan Denmark berbeda dengan yang lainnya, mereka cenderung lebih santai. Contohnya, Pangeran Frederik bisa bersepeda atau keluar berbelanja tanpa dikawal. 

Martin juga cerita bahwa dulu dia satu sekolah dengan sang pangeran dan saat mereka bertemu di salah satu klub, sang pangeran tanpa sungkan menyapanya, "do I know you from school?" 

Mendengar cerita Martin saya jadi paham kenapa Martin bisa dengan mudahnya membawa kami para peserta tur ke halaman dalam istana Amalienborg. Saya melihat royal palace ini tidak dijaga terlalu ketat. Meskipun ada para pengawal kerajaan terlihat siaga berjaga tapi siapapun bisa masuk paling tidak ke bagian halaman istana ini. 

Selesai mengikuti free walking tour, saya, Asri dan Stacey meninggalkan perairan dan kembali masuk ke halaman dalam istana karena kami ingin melihat pergantian pengawal kerajaan yang saat itu terjadi tepat pukul 14.00. 

Bisa sedekat ini dengan para pengawal kerajaan Denmark

Dibandingkan dengan pergantian pengawal kerajaan di istana Buckingham Inggris, pergantian pengawal kerajaan yang berlangsung di sini lebih sederhana dan terasa lebih akrab, mengingatkan saya akan pergantian pengawal kerajaan di Praha, Ceko. Pasalnya, para pengunjung, termasuk saya, bisa dengan bebasnya mendekat dan mengikuti kemanapun pergerakan para pengawal kerajaan ini. Jadi enak sekali untuk ambil foto maupun video. Ya tentunya, saya juga tahu diri untuk tidak berdiri terlalu dekat yang dapat mengganggu jalannya upacara.  

Upacara pergantian pengawal kerajaan ini memakan waktu sekitar 10 menit. Namun bukan berarti seluruh wisatawan yang hadir siang itu serta merta meninggalkan lokasi setelah upacara selesai. Petualangan dilanjutkan dengan berfoto ria dengan para pengawal kerajaan yang bertugas. Jangan harapkan bisa dapat selfie ya, soalnya mereka berdiri layaknya patung yang tak bernyawa. Hanya beberapa menit sekali mereka bergerak untuk berganti formasi. 

Sasaran saya, Asri, dan Stacey pada hari itu adalah seorang pengawal kerajaan bernama Karl yang umurnya sekitar 20-an tahun. Saya tahu tentang Karl karena ada satu orang kakek dan dua orang nenek yang berkata bahwa Karl adalah cucu mereka. Lucunya, oma dan opa ini sama kelakuannya dengan kami para turis, yaitu tidak berhenti-henti memotret dan foto bareng Karl. Soalnya mereka bangga Karl bisa terpilih sebagai salah satu pengawal kerajaan.  

Karl, ayo dong, nengok ke kamera!

Saat kami masih berusaha untuk foto-foto dengan Karl, dua mobil tiba-tiba datang ke arah gerbang yang dijaga oleh Karl. Karl dan beberapa penjaga lainnya pun langsung bergerak sigap, berganti formasi dan tahu-tahu gerbang yang dijaga Karl terbuka.  

Tidak tahu siapa sebenarnya yang ada di dalam mobil, Asri mengomandani kami untuk melambaikan tangan. Saya pun refleks ikut melambaikan tangan. Seorang wanita berambut pirang keputihan yang diikat dan berkacamata, duduk di kursi belakang mobil, tersenyum dan melambai balik dari dalam mobil pertama. Di belakangnya, terdapat satu mobil lagi dengan dua orang pria di dalamnya. 

Saat kedua mobil sudah masuk dan gerbang kembali ditutup, salah satu oma Karl yang berbaju gelap berkata bahwa di mobil pertama adalah sang ratu Denmark, yaitu Ratu Margrethe II. "You are so lucky," kata sang nenek. 

Wuaaaah... Mendengar ini kami langsung melonjak kesenangan karena sukses disenyumi dan dilambaikan tangan oleh sang ratu. Saya tentu senang bukan main karena di suatu siang yang random tanpa ada ekspektasi apa-apa, saya bisa melihat dan dipandang balik oleh sang ratu. Kalau bukan beruntung, apa coba namanya? 

Namun sejujurnya saya tidak benar-benar yakin bahwa yang kami lihat adalah Ratu Denmark. Karena itulah, sesampainya di hotel saya dan teman-teman langsung browsing seperti apa penampakan Ratu Denmark. Begitu melihat deretan foto yang disajikan Google, kami bertiga memutuskan bahwa memang benar yang melambaikan tangan kepada kami adalah Ratu Margrethe II. Soalnya mirip banget, sih! 

Kalau menurut kamu bagaimana? Beneran nggak yang melambaikan tangan kepada saya itu Ratu Denmark?

Booking.com
----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:
  • 5 Tempat Wisata Gratis di Kopenhagen, Denmark
  • Kopenhagen, Denmark Tayang di Majalah Femina Edisi Maret 2019
  • Harga Makanan di Kopenhagen, Denmark
  • DMZ, Korea Selatan Tayang di Majalah Colours Edisi Januari 2019
  • Harga Makanan di Brussels, Belgia
Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  January (2)
  • ▼  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ▼  April (5)
      • Betapa Tepat Waktunya Orang Jepang
      • 7 Alasan untuk Menginap di Hotel Best Western Prem...
      • Jalan-jalan ke Kopenhagen: Ditawari Brondong Ganteng
      • Toilet Transparan di Amsterdam
      • Jalan-jalan ke Kopenhagen: Dapat Lambaian Tangan d...
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2016 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ►  2015 (51)
    • ►  December (7)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (3)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (13)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ►  October (6)

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes