Irlandia: Arti Sebuah Keikhlasan

“Bagaimana kabar visa Irlandianya? Sudah keluar belum?” Pertanyaan sejenis itu menghampiri saya 2 minggu menjelang keberangkatan saya ke Eropa. “Belum. Ya kalau visanya tidak keluar berarti memang belum jodoh pergi ke sana,” jawab saya sambil tersenyum pasrah kepada teman-teman dekat yang mengajukan pertanyaan tersebut.

Dublin Castle, Irlandia

Saat itu, saya berusaha pasrah meskipun di dalam hati, saya masih terus berharap visa Irlandia saya, Mira dan Feny akan keluar. Bisa menginjakkan kaki di Irlandia adalah impian saya sejak SMA. Negara ini pula yang menjadi alasan utama saya menabung mati-matian demi bisa melakukan EuroTrip. Jadi, bila saya akhirnya bisa menginjakkan kaki di Eropa namun tidak bisa ke Irlandia apa lah artinya perjalanan tersebut?

Namun saya sadar benar ketika semua usaha terbaik sudah dilakukan namun visa saya belum juga keluar itu berarti saya harus mengembalikan semuanya kepada Allah SWT. Pikir saya saat itu, ini bukan lagi perkara saya dengan konsulat Irlandia di Jakarta. Tapi ini adalah hubungan saya dengan Allah. Bila Allah memang mengijinkan saya pergi, apapun yang terjadi, visa itu akan keluar. Konsulat hanya lah perantara rencana Allah untuk saya.

Maka beberapa hari menjelang keberangkatan saya ke Eropa, doa saya pun berubah. Yang tadinya, “Ya Allah bantu lah agar saya, Mira dan Feny bisa mendapatkan visa Irlandia kami” menjadi “Tolong pilihkan yang terbaik untuk saya, Mira dan Feny. Bila yang terbaik adalah mengunjungi Irlandia tolong bantu kami agar visa kami keluar. Tapi bila bukan itu yang terbaik, tolong ikhlaskan saya ya Allah.”

Saya sudah kenal betul dengan konsep ikhlas. Saya pernah berada di posisi tidak mendapatkan keinginan saya. Butuh waktu bertahun-tahun sampai akhirnya saya bisa mengikhlaskannya. Punya pengalaman mengikhlaskan sesuatu tidak membuat ini menjadi lebih mudah. Tidak gampang membuang mimpi yang sudah sangat dekat untuk digapai hanya perkara visa. Hati saya sedih!

Ditengah kesedihan, saya terus meyakinkan diri bahwa saya harus menikmati perjalanan saya ke-5 negara Eropa lainnya meskipun tanpa Irlandia. Saya sudah mengeluarkan uang banyak untuk itu dan visa Schengen pun sudah saya peroleh. Banyak orang yang visa Schengen-nya ditolak tapi saya bisa mendapatkannya. Jadi paling tidak saya harus bersyukur untuk itu. Saya tidak ingin merusak apa yang sudah ada di tangan.

Minggu dini hari, 1 September 2013, akhirnya saya benar-benar menghapus impian saya ke Irlandia ketika saya naik ke pesawat dari Jakarta menuju Berlin, Jerman, tanpa visa Irlandia di tangan. Berita terakhir yang saya dapatkan dari konsulat Irlandia di Jakarta pada hari Jumat, 30 Agustus 2013 menyatakan bahwa belum ada kabar dari Irlandia.

Kesedihan saya akan kegagalan mendapatkan visa Irlandia sedikit terobati ketika saya sampai di Berlin karena kota ini menyenangkan. Tapi rupanya Irlandia tidak ingin begitu saja dilupakan oleh saya. Negara ini kembali menghampiri saya. Saat itu, saya sedang berada di ketinggian 203 meter di sebuah tempat wisata bernama Berlin TV Tower. Di sini saya bisa melihat seluruh pemandangan kota Berlin secara 360 derajat. Bahkan, bila cuaca cerah, bisa melihat kota-kota di Eropa yang dekat dengan Berlin dengan menggunakan teropong yang disewakan. Sayang, saat itu cuaca mendung.

Melihat hamparan kota Berlin, saya terpesona. Tidak menyangka akhirnya bisa berada di Eropa dan melihat pemandangan ini di depan mata. Saat itu juga saya tersadar bahwa Allah sungguh luar biasa baik kepada saya. Dia selalu menghadiahi saya berbagai hal luar biasa indah dalam hidup saya. Detik itu juga, rasa ikhlas yang beberapa hari belakangan berusaha saya tumbuhkan, menyusup begitu saja dalam hati saya.

Saat itu, saya tidak tahu apa yang Dia siapkan untuk saya tapi saya yakin itu pasti yang terbaik. Bahkan ketika Dia memutuskan untuk tidak mengabulkan doa saya untuk mengunjungi Irlandia, saya yakin itu bagian dari rencana terbaik-Nya untuk saya. Saya tidak seharusnya meragukan rencana-Nya. Dengan keyakinan itu, saya jadi bisa tersenyum begitu melihat tulisan “Dublin” sebagai salah satu kota yang bisa dilihat dari Berlin TV Tower tersebut.

“Jadi gimana? Masih pengen ke Irlandia?” Tanya Mira di tengah pemandangan Berlin yang mulai berubah dari sore menjadi malam hari.
“Masih. Tapi nggak tahu kapan. Tapi yang pasti, gue tidak menyesali apapun. Gue sudah memberikan usaha terbaik untuk mendapatkan visa itu. Jadi kalau belum bisa pergi ke Irlandia, itu berarti memang belum boleh sama Tuhan.”
“Iya. Siapa tahu di sana dingin banget dan akhirnya kalau lo ke sana, lo akan menyesal karena nggak bisa pergi kemana-mana,” Mira berusaha menghibur saya. Saya tersenyum mendengarkan usahanya.  

2 hari setelah kejadian itu, saya mendapat kabar dari Jakarta bahwa visa Irlandia saya, Mira dan Feny approved. Saya girangnya bukan main. Saking tidak percayanya saya sampai merasa tidak menjejak bumi. Meskipun saya sempat takut untuk pergi sendiri karena Feny dan Mira memutuskan tidak mau mengubah rencana kepulangan yang sudah diatur berbeda, saya berusaha berpikir positif bahwa lagi-lagi ini adalah rencana terbaik-Nya.

Setelah akhirnya saya menghabiskan waktu seminggu di Irlandia, saya mengerti kenapa saya harus melalui drama visa tersebut dan saya pun paham kenapa Allah mengirim saya sendiri ke sana. Pertanyan-pertanyaan di kepala saya terjawab. Dia menunjukkan (sekali lagi) kepada saya bahwa timing-Nya tidak pernah meleset, rencana-Nya tidak pernah salah dan selalu sempurna!

Ternyata rasa ikhlas itu tidak sia-sia. Saya hanya perlu berbaik sangka kepada-Nya karena Dia tidak pernah mengecewakan saya :)

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie

Baca Juga:

Share:

0 komentar