My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio
Time really flies. Saya merasa tahun ini bergerak luar biasa cepat. Nggak terasa, sudah sampai di hari terakhir 2016. Lalu apa saja pencapaian traveling saya di tahun ini? Dari beberapa perjalanan yang saya lakukan di tahun ini, berikut empat hal yang menjadi highlight saya.

Saya sempat mengunjungi Santorini Park di Phetchaburi, Thailand

1.  Menginjakkan kaki di Thailand. Akhirnya saya menginjakkan kaki di Thailand untuk pertama kalinya. Yap ini memang untuk tugas kantor (media tempat saya bekerja, femina mendapat undangan untuk meliput peresmian patung lilin penyanyi Anggun di Madame Tussauds Bangkok dan saya yang ditugaskan) tapi karena tugasnya adalah mendatangi Madame Tussauds dan beberapa tempat wisata lain di Thailand, saya lebih merasa jalan-jalan daripada bekerja. Hehehe... That's one of the perks of being a journalist. Lalu bagaimana kesan saya terhadap Thailand? Saya mengunjungi Bangkok, Phetchaburi, dan Hua Hin. Melihat ketiga wilayah tersebut saya bisa bilang, penduduk Thailand sangat kreatif dan cukup berjiwa seni. Itu terlihat dari dekorasi-dekorasi tempat wisatanya dan produk-produk yang mereka hasilkan. Di luar itu? I really really really love Mango Sticky Rice and Thai Tea. Delicious!

2.  Pergi ke Sumbawa Barat. Untuk dalam negeri, saya akhirnya sampai ke Sumbawa. Ini adalah pertama kalinya saya pergi ke Sumbawa, tepatnya Sumbawa Barat. Lagi-lagi untuk pekerjaan kantor. Tapi lagi-lagi pula saya merasa tidak seperti bekerja karena liputan saya adalah mengunjungi resort mungil yang baru dibuka di sana, yaitu Myamo Beach Lodge. Sumbawa Barat bukan tempat yang dekat dari Jakarta. Untuk sampai ke sini, saya butuh naik pesawat, kapal ferry, dan mobil. Perjalanan panjang? Iya. Tapi untuk yang suka dengan alam, Sumbawa Barat worth to visit. Di sini kita bisa mendapatkan nuansa pegunungan dan pantai dalam satu lokasi. Baca cerita perjalanan saya ke sana di link berikut ini.

3. Autogate Imigrasi di Bandara Melbourne. Setelah bolak-balik Melbourne dari tahun 2014, baru tahun ini saya memiliki pengalaman scan passport sendiri di terminal keberangkatan, Bandara Internasional Melbourne. Kenapa baru tahun ini? Karena memang baru tahun ini mereka memasang fasilitas ini. Autogate imigrasi ini menambah daftar panjang fasilitas self service di Melbourne. Yap, ibukota negara bagian Victoria, Australia ini memiliki banyak fasilitas self service. Bayar parkir, beli bensin, dan beli barang-barang di supermarket adalah beberapa di antaranya.

4. Mencoba Autogate Imigrasi di Bandara Soekarno Hatta. Ketika saya terkagum-kagum dengaan fasilitas autogate imigrasi di Bandara Melbourne, ternyata Bandara Soekarno Hatta di Jakarta sudah punya fasilitas ini sejak tahun 2013. Saya malu! Karena setelah sekitar 3 tahun fasilitas ini ada, saya baru tahu dan baru sempat mencobanya saat ingin terbang ke Bangkok kemarin. Pengalaman saya mencoba fasilitas autogate imigrasi ini bisa dibaca di sini. 

Itu highlights dari traveling saya tahun ini. Semoga tahun depan akan lebih banyak lagi tempat-tempat yang bisa dijelajahi sehingga daftar negara yang dikunjungi akan bertambah. Amiiiin. 

Selamat tahun baru teman-teman. I wish you more traveling and adventure in the future.. :)

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Diwawancara Stasiun Televisi Vietnam dan Thailand
  • Myamo Beach Lodge, Resort Mungil di Sumbawa Barat
  • Suka Barang-barang Artsy? Coba deh, Datang ke Cicada Market di Hua Hin, Thailand
  • Khao Luang Cave, Tempat Beribadah sekaligus Wisata di Phetchaburi, Thailand
Dari pengalaman perjalanan saya, sudah dua kali saya diwawancara stasiun televisi. Pertama ketika sedang liburan ke Vietnam dan yang terakhir saat sedang tugas ke Thailand.

 Ribut, Feny, Saya, dan Luluk diwawancara reporter televisi Vietnam

Saya cerita yang stasiun televisi Vietnam dulu ya. Tahun 2012 lalu, saya traveling ke Ho Chi Minh City, Vietnam bareng Mira, Luluk, Feny, dan Ribut. Saat kami sedang heboh foto-foto di Notre Dame Cathedral, salah satu katedral tertua di sana karena dibangun pada tahun 1863 - 1880, kami didekati oleh seorang reporter wanita dan dua videografer pria dari salah satu stasiun televisi Vietnam.

Mereka mendekati kami dan bercerita bahwa mereka sedang membuat tayangan tentang pariwisata di Vietnam. Mereka menganggap kami cocok sebagai narasumber untuk ditanyai perihal pariwisata di Vietnam. Saya dan teman-teman menyatakan setuju untuk diwawancara karena pertanyaannya hanya akan seputar pariwisata Vietnam. Sesusah apa, sih?

Tapi ternyata dugaan saya salah. Itu salah satu wawancara yang sulit untuk dilakukan. Bukan karena kami tidak tahu harus menjawab apa tapi karena kami tidak mengerti apa pertanyaan yang dilontarkan. Butuh sekitar 2-3 kali bagi reporter tersebut mengulang pertanyaannya karena kami tidak mengerti dia ngomong apa. Aksen bahasa Inggris orang Vietnam yang berbeda, membuat kami benar-benar kesulitan. Saya bahkan tidak yakin bahwa jawaban yang kami berikan nyambung dengan pertanyaan yang dilontarkan. Hahahaha...

Nah, pengalaman diwawancara stasiun televisi yang kedua saya alami ketika sedang liputan di Bangkok, Thailand. Awal September, penyanyi kelahiran Indonesia, Anggun diabadikan di Museum Madame Tussauds Bangkok. Ketika sedang meliput jalannya acara peresmian patung lilin Anggun, saya dicolek oleh Valen dari Tourism Authority of Thailand Jakarta (pihak yang mengundang media tempat saya bekerja ke Thailand).

 Reporter bertanya kenapa saya suka Anggun

"Kak, nanti kamu diwawancara teve sini ya. Mereka butuh narasumber," kurang lebih seperti itu kata Valen. Valen pun meminta saya untuk ngobrol langsung dengan sang reporter untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut. Rupanya sang reporter wanita tersebut mencari narasumber yang merupakan penggemar Anggun untuk ditanyai komentarnya mengenai Anggun. Saya pun menjelaskan kepada dia bahwa saya sama seperti dia, ke acara tersebut untuk liputan. 

"But are you also a fan of Anggun?" tanya dia. "I am. I like her music and personality," jawab saya jujur. Karena tahu bahwa saya pun menyukai Anggun, akhirnya wawancara itu pun terjadi. Saya merasa wawancara ini jauh lebih lancar dari wawancara dengan reporter yang di Vietnam. Saya bisa mengerti maksud pertanyaan dia dan dia pun bisa mengerti jawaban saya.

Dia kemudian menanyakan alamat email saya. Dia bilang akan memberi kabar bila liputan tersebut sudah tayang. Hal yang sama yang dikatakan oleh reporter di Vietnam. Tapi sampai saya mengetik ini, saya tidak mendapatkan email dari keduanya. Apakah saya dan teman-teman saya jadi muncul di acara televisi mereka? Atau justru mereka memutuskan untuk mengedit dan membuang bagian kami? Hehehe. Saya tidak pernah tahu. Yang pasti, diwawancara oleh stasiun televisi ketika sedang bepergian memberikan pengalaman yang berbeda. :)     

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie


Blog Sebelumnya:
  • Myamo Beach Lodge, Resort Mungil di Sumbawa Barat
  • Suka Barang-barang Artsy? Coba deh, Datang ke Cicada Market di Hua Hin, Thailand
  • Khao Luang Cave, Tempat Beribadah sekaligus Wisata di Phetchaburi, Thailand
  • Santorini Park, Theme Park Rasa Yunani di Thailand
Sekitar satu bulan lalu, akhir November, saya mewakili tempat saya bekerja, femina diundang untuk press opening Myamo Beach Lodge di Sumbawa. Berikut catatan perjalanan saya.



Suasana menyatu dengan alam sudah terasa begitu kaki sampai ke Pelabuhan Kayangan di Lombok. Dari sini, kokohnya Gunung Rinjani seperti ikut mengantarkan saya untuk naik kapal cepat yang akan membuat saya pindah ke pulau Sumbawa. Hanya dalam waktu 75 menit saya pun sudah sampai di Pelabuhan Benete yang ada di Sumbawa Barat.
Dari pelabuhan, perjalanan dilanjutkan dengan mobil. Setelah sekitar 30 menit, saya pun sampai di Myamo Beach Lodge. Saya dan rombongan langsung disambut oleh sang pemilik, Tobi Doeringer. "Selamat datang di Myamo," sambutnya dalam bahasa Inggris. Pria asal Jerman ini kemudian mengajak kami untuk melihat-lihat resort mungilnya. "Saat ini baru delapan kamar yang tersedia. Namun dalam beberapa waktu ke depan kami akan menambah beberapa kamar lagi. Selain itu, kami juga akan membangun kolam renang tepat di depan pantai. Pembangunannya memang belum selesai," ucapnya.

Meskipun belum seutuhnya selesai dibangun namun Myamo Beach Lodge sudah mulai menerima tamu. "Di soft opening ini sudah ada banyak tamu yang melakukan pemesanan. Bahkan sampai pertengahan Januari," kata Tobi. Karena masih soft opening pula harga kamarnya per malam hanya berkisar 120 -180 dolar atau sekitar Rp1,6-2,5juta.

Meskipun pembangunan tempat ini belum selesai namun interiornya sudah membuat saya terkesan. Modern dengan sedikit sentuhan alam. Nuansa warna biru turquoise yang dipadu dengan hiasan pahatan kayu dan aneka kerang dan pasir membuat ruang santai yang dimiliki resort ini menyatu dengan alam. Tangan saya pun tidak tahan untuk terus menerus memotretnya. Cantik!

Kalau ingin menginap di sini, saya sarankan untuk mengambil kamar yang ada di atas. Selain memberikan pemandangan langsung ke laut, dari balkon tempat ini bisa terlihat juga cantiknya sunset. Sayang, hari itu cuaca sedikit mendung sehingga semburat oranye sedikit tertutup awan.

Cuaca mendung juga yang membuat saya mengurungkan niat untuk melakukan aktivitas air di sore harinya. Saya takut dengan suara gemuruh geluduk. Padahal Myamo menyediakan berbagai fasilitas aktivitas air, mulai dari snorkeling, kayaking, atau surfing.

Untuk Anda yang suka surfing pasti akan menikmati hari-hari Anda di sini. Pasalnya, tepat di depan resort, Anda bisa menemukan ombak yang cukup menantang. Titik surfing ini dikenal dengan nama Scar Reef. "Nama daerah ini adalah Jelengah karena itu nama pantainya juga disebut Pantai Jelengah tapi oleh para surfer lebih terkenal dengan nama Scar Reef," jelas Musan, salah satu petugas Myamo yang merupakan warga asli Jelengah.

Saya sendiri cukup puas hanya duduk di depan pantai dan menikmati deburan ombak. Cuaca mendung membuat udara tidak begitu panas. Angin sepoi-sepoi membuat saya terbawa ke dalam ketenangan yang diberikan tempat ini. Tanpa sadar mata pun terpejam. Sungguh kenikmatan yang jarang didapatkan oleh saya yang sehari-hari tergelung di hiruk pikuk suasana kota.

Myamo Beach Lodge
Alamat: Jelengah Bay, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat
Email: sun@myamolodge.com
HP: 08113908006 
Tulisan ini telah tayang di website femina. Bisa dilihat di sini.



----------@yanilauwoie----------
Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie


Blog Sebelumnya:
  • Suka Barang-barang Artsy? Coba deh, Datang ke Cicada Market di Hua Hin, Thailand
  • Khao Luang Cave, Tempat Beribadah sekaligus Wisata di Phetchaburi, Thailand
  • Santorini Park, Theme Park Rasa Yunani di Thailand
  • Phetchaburi, Thailand Publish di Majalah Femina No.43/2017
Selain Khao Luang Cave di Phetchaburi, saya juga mengunjungi Cicada Market ketika mendapat tugas kantor ke Thailand pada akhir Agustus - awal Sepetmber kemarin. And I love this market! 



Saat di Jakarta, saya sudah browsing tentang pasar seni yang terletak di Hua Hin ini. Jadi, saya sudah tahu, Cicada Market dibangun untuk mempertemukan para artis, pencipta, desainer, turis, dan komunitas. Informasi itu membuat ekspektasi saya makin tinggi terhadap produk-produk yang dijual di pasar yang hanya bisa dikunjungi pada Jumat-Sabtu, pukul 16.00-23.00, dan Minggu, pukul 16.00- 22.00 ini.

Ekspektasi saya tidak salah. Barang-barang yang ditawarkan di sini memang tidak biasa, unik, dan memiliki kreativitas tinggi. Saya tertarik pada sunglasses berbingkai kayu. “Ini handmade,” ucap penjualnya, ketika melihat saya sibuk memilih-milih kacamata yang dijual seharga 2000-an bath atau sekitar Rp800.000-an ini. Setelah mencoba beberapa kacamata, saya memutuskan tidak membelinya karena mereka tidak memiliki kacamata model Jackie O, model yang saya incar karena cocok untuk bentuk wajah saya.


Setelah puas melihat-lihat kacamata, saya kembali menjelajahi area yang disebut Art A La Mode, area khusus barang-barang kerajinan tangan. Hati dan mata saya dibuat terkagum-kagum oleh berbagai barang yang banyak diproduksi menggunakan keterampilan tangan, mulai dari suvenir, seperti gantungan kunci dan magnet, sampai aksesori seperti tas dan jam tangan.


Kaki saya sempat berhenti di kios yang menjual suvenir dari ukiran kayu. Harganya 79 bath atau sekitar Rp31.600 per buah. Tapi, kalau membeli dua buah harganya 150 bath  atau sekitar Rp60.000. Bila beli 10 ke atas, harga satuannya menjadi 70 bath (sekitar Rp28.000). Saya tertarik pada  bentuk suvenir yang mereka ukir, mulai dari alat musik, tokoh kartun, sampai simbol media sosial seperti Instagram yang terukir dengan rapi.


Begitu saya memesan ukiran Instagram, si penjual yang adalah pasangan suami-istri, Keng dan Ann, ini langsung beraksi. Sang suami menempelkan abjad nama saya yang juga terukir dari kayu. Selesai mengelem, sang istri mengambil alih pekerjaan dengan melapis suvenir saya menggunakan kaca plastik dan menguncinya dengan baut melalui bor kecilnya. Terakhir, dia menempelkan dua buah magnet di belakang suvenir untuk kemudian dimasukkan ke dalam plastik kecil bening sebagai pembungkus. Saya puas dengan hasilnya, rapi dan berbeda dari suvenir kebanyakan.


Malam itu, saya menghabiskan sisa waktu dengan menonton pertunjukan band lokal di tengah taman. Sambil menyeruput Thai tea yang saya beli di tenant khusus makanan seharga 45 bath atau sekitar Rp18.000, saya menikmati musik kontemporer yang dimainkan band tersebut. Saya tidak mengerti lirik-lirik berbahasa Thailand yang keluar dari mulutnya. Tapi, melihat penampilan mereka di pasar yang penuh barang-barang unik ini membuat saya paham mengapa tempat ini dinamakan pasar seni. Tempat dan suasana yang tepat untuk menutup hari.

Tulisan ini telah tayang di website femina. Bisa dilihat di sini.  

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Khao Luang Cave, Tempat Beribadah sekaligus Wisata di Phetchaburi, Thailand
  • Santorini Park, Theme Park Rasa Yunani di Thailand
  • Phetchaburi, Thailand Publish di Majalah Femina No.43/2017
  • Cari Barang-barang Unik di Bangkok? Wajib Datang ke 3 Toko Ini
Khao Luang Cave di Phetchaburi adalah salah satu tempat wisata yang saya kunjungi ketika saya mendapat tugas liputan dari kantor ke Thailand. Seperti apa kuil yang berada di dalam gua ini? Berikut catatan perjalanan saya.


Setelah menempuh perjalanan sekitar dua jam dari Bangkok, dengan kecepatan mobil yang mengingatkan saya pada mobil travel Jakarta-Bandung, saya dan rombongan sampai di tujuan kami, yaitu Khao Luang Cave. Khao Luang adalah nama bukit kecil yang memiliki ketinggian sekitar 92 meter. Di bukit ini terdapat gua yang cukup besar bernama Tham Khao Luang. Gua yang juga dikenal dengan nama Tham Wimarn Chakri ini sangat terkenal di kalangan warga Thailand  maupun turis asing.

Penasaran apa yang membuat tempat ini cukup populer, saya pun tidak sabar untuk memasuki gua. Namun, sebelum kaki melangkah lebih jauh, Kun Kendo, pemandu asli Thailand yang fasih berbahasa Indonesia, memperingatkan kami untuk berhati-hati. “Di sini banyak monyet. Barang-barang kecil seperti kacamata, kamera, atau handphone harus dijaga hati-hati agar tidak diambil monyet,” ujar Kun Kendo.

Memang benar, banyak monyet berkeliaran sepanjang tangga menuju gua. Tapi, ternyata mereka hanya ‘mengantar’ kami menaiki tangga menuju mulut gua. Begitu kami masuk ke dalam gua dengan menuruni anak tangga, monyet-monyet tersebut tidak tampak lagi. Fiuh… untung saja tidak ada satu pun di antara kami yang mengalami insiden dengan monyet-monyet itu. Ada sekitar 122 anak tangga, baik naik atau turun, yang harus dilewati. Lumayan membuat lelah di tengah hari yang sangat panas ini.

Rasa lelah  langsung terbayar begitu saya masuk ke dalam gua. Stalaktit dan stalakmit terlihat sempurna seolah-olah ada yang mengukirnya dengan kokoh di sana. Di tengah gua, tampak sinar matahari berkilauan menerobos gua lewat sebuah lubang besar. Sungguh dramatis! Tidak heran bila banyak orang datang ke sini di waktu pagi sampai siang hari.

“Tempat ini buka  tiap hari, mulai pukul 8.30 - 16.00. Pagi sampai siang hari adalah waktu yang paling ramai pengunjung. Gua ini memang terlihat paling cantik pada jam-jam tersebut karena ada pancaran sinar matahari yang menembus gua,” ucap Kun Srirakran, wanita yang bertugas di lokasi itu.     


Di dekat lubang besar tersebut terdapat patung Buddha besar yang sedang duduk bernama Marawichai, yang memiliki arti mengalahkan iblis. Di depan patung itu banyak pengunjung yang berdoa. Wajar saja, mayoritas penduduk Thailand memeluk agama Buddha.

Tidak jauh dari patung Buddha duduk, terdapat patung Buddha berbaring atau reclining Buddha. “Tolong jangan menyebut ini sebagai patung Buddha tidur atau sleeping Buddha karena bisa menyinggung warga Thailand. Buddha memang sedang tidak tidur, ia hanya berbaring,” jelas Kun Kendo. Di sekitar patung Buddha yang memiliki panjang sekitar 14 meter ini terdapat beberapa pagoda. Semua patung di sini kebanyakan dibuat oleh Raja Mongkut atau Raja Rama IV yang memerintah pada tahun 1851-1868 dan Raja Chulalongkorn atau Raja Rama V yang memerintah pada tahun 1868-1910. Konon, kedua raja tersebut cukup sering menghabiskan waktu di sini. 

Saya bukan pemeluk agama Buddha, tapi saya bisa mengerti mengapa banyak warga lokal datang ke sini untuk berdoa. Tempatnya cukup tenang untuk beribadah. Meski sejuk, gua ini tidak lembap. Sementara, bagi turis asing yang tidak ikut berdoa di sini, seperti saya, gua yang tidak memungut bayaran masuk ini menawarkan pemandangan eksotis untuk diabadikan. 

Tulisan saya ini telah ditayangkan di website femina. Artikelnya bisa dibaca di sini.



----------@yanilauwoie----------

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Santorini Park, Theme Park Rasa Yunani di Thailand
  • Phetchaburi, Thailand Publish di Majalah Femina No.43/2017
  • Cari Barang-barang Unik di Bangkok? Wajib Datang ke 3 Toko Ini
  • Kata Siapa Orang Vietnam Kasar? Pengalaman Saya Membuktikan Sebaliknya


Ketika saya mendapat tugas dari kantor untuk ke Thailand pada akhir Agustus - awal September 2016, saya tidak cuma berkesempatan mengunjungi ibukotanya, Bangkok namun juga sempat mampir ke Cha Am. Salah satu daya tarik dari Cha Am adalah atraksi wisata bernama Santorini Park. Tempat ini cocok untuk yang hobi foto. Terutama untuk diunggah di Instagram. Bagaimana tidak? Semua sudutnya cantik untuk diabadikan.



Santorini Park berjarak sekitar 2,5 jam berkendara mobil dari Bangkok. Tempat ini sebenarnya adalah theme park yang berisi aneka wahana permainan. Sebut saja ferris wheel (kincir angin), water ball (berjalan di dalam bola di atas air), merry go round (komidi putar), haunted hause (rumah hantu), dan lain sebagainya. Untuk masing-masing wahana dikenakan biaya yang berbeda-beda, yaitu 120 - 240 bath (sekitar Rp48.000-Rp96.000). Sedangkan untuk harga tiket masuk taman ini dikenakan biaya 150 bath (sekitar Rp60.000).

Wahana-wahana ini mungkin kurang menantang untuk kita yang dewasa tapi akan sangat pas untuk yang datang dengan anak-anak. Tapi bukan berarti orang dewasa tidak bisa menikmati tempat ini. Kita bisa puas foto sebanyak mungkin karena tiap sudut tempat ini terlihat cantik. Dengan nuansa warna bangunan dominasi putih dan biru serta dihiasi bunga-bunga membuat kita merasa seolah-olah tidak sedang berada di Thailand melainkan di Santorini, Yunani. "Tempat ini memang sengaja dirancang untuk menyerupai Santorini yang ada di Yunani," ucap pemandu wisata Thailand yang fasih berbahasa Indonesia, Kendo.

Saran saya jangan ragu untuk menaiki bangunan bertangga yang ada di sini. Karena dari atas kita bisa mendapatkan sudut foto berbeda. Tapi perhatikan baik-baik karena ada tangga yang fungsinya hanya sebagai dekorasi saja. Nah, bila sudah puas memenuhi Instagram dengan foto-foto cantik, kita bisa melepas lelah dengan menikmati makan dan minum yang ada di sini. Yap, di sini banyak tempat makan berjejer. Mulai yang take away sampai kafe.



Psst, jangan pulang dari sini dengan tangan hampa, ya. Coba, deh, masuki satu per satu aneka toko yang ada di sini. Mulai dari toko baju, sepatu, sampai pernak-pernik. Untuk yang mencari oleh-oleh pernak-pernik lucu saya merekomendasikan toko Mini Price. Sesuai namanya barang di sini murah-murah tapi bagus-bagus. Kita bisa mendapatkan mouse pad, gunting kuku, kaca lipat, earphone sampai usb dalam bentuk gelang hanya seharga 60 bath (sekitar Rp24.000).

Santorini Park ini buka pukul 10.00-19.00 (Senin-Jumat) dan 09.00-19.00 (Sabtu-Minggu). Untuk info lengkap bisa kunjungi situsnya dengan mengklik link ini. 

Tulisan saya ini pertama kali ditayangkan di website femina. Artikelnya bisa dibaca di sini.




----------@yanilauwoie----------

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Phetchaburi, Thailand Publish di Majalah Femina No.43/2017
  • Cari Barang-barang Unik di Bangkok? Wajib Datang ke 3 Toko Ini
  • Kata Siapa Orang Vietnam Kasar? Pengalaman Saya Membuktikan Sebaliknya
  • Hotel di Thailand: Amari Hua Hin Hotel
Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ▼  2016 (51)
    • ▼  December (6)
      • My Travel Highlights of 2016
      • Diwawancara Stasiun Televisi Vietnam dan Thailand
      • Myamo Beach Lodge, Resort Mungil di Sumbawa Barat
      • Suka Barang-barang Artsy? Coba deh, Datang ke Cica...
      • Khao Luang Cave, Tempat Beribadah sekaligus Wisata...
      • Santorini Park, Theme Park Rasa Yunani di Thailand
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ►  2015 (51)
    • ►  December (7)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (3)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (13)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ►  October (6)

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes