Cerita Toilet di Jepang
Foto ilustrasi: Pixabay
Memang benar bahwa kita harus bisa beradaptasi dengan budaya tempat yang kita kunjungi. Nggak usah, jauh-jauh ngomongin tentang budaya keluarga, tata krama, bersosialisasi dan lain sebagainya. Budaya menggunakan toilet juga penting lho, untuk bisa membuat kita bertahan di suatu negara. Karena beda negara, beda cara penggunaan toiletnya.
Saya pernah menulis tentang bedanya penggunaan toilet antara Indonesia dan Australia (bisa dibaca di tautan berikut ini). Rupanya Jepang menganut aturan yang sama dengan Australia, yaitu membuang tisu langsung ke dalam toilet dan bukan tempat sampah. Karena saya sudah kenal dengan konsep ini, saya merasa tidak kaget lagi.
Namun ada hal lain yang membuat saya sempat kebingungan, yaitu banyaknya tombol yang harus ditekan setelah kita selesai menggunakan toilet. Yang jadi masalah adalah, tidak semua toilet yang saya temui di Jepang menyediakan bahasa bilingual, Jepang dan Inggris, ada juga yang hanya menggunakan bahasa Jepang saja. Jadi dibutuhkan kejelian dalam menerjemahkan gambar yang terpampang. Nggak mau kan, mencet tombol yang salah dan tahu-tahu air muncrat kemana-mana?
Ini contohnya toilet yang hanya menggunakan bahasa Jepang
Jadi dari pengalaman saya mengamati aneka gambar yang ada, kurang lebih begini yang bisa saya simpulkan:
- Gambar wanita: untuk menyiram bagian depan alias vagina. Bisa digunakan setelah buang air kecil.
- Gambar bokong (seperti huruf W): untuk menyiram bagian belakang atau dubur. Bisa digunakan setelah buang air besar.
- Gambar not balok: untuk menghadirkan suara (bisa suara musik atau suara air), tujuannya biar orang di bilik sebelah nggak bisa dengar suara saat kita buang air.
- Gambar kotak (biasanya warna merah dan terletak paling depan): untuk menyetop semuanya, baik menyetop semprotan air maupun suara musik.
- Gambar plus minus: untuk tekanan air atau volume suara, tergantung letaknya di mana. Untuk tekanan air biasanya di bawah tombol stop atau semprotan ke bokong, sedangkan untuk volume suara biasanya ada di bawah gambar not angka.
Gambar-gambar tersebut biasanya ada di sisi kanan (posisi kita duduk) toilet. Lalu di mana tombol untuk flush atau menyiram kotoran setelah buang air? Nah, jawabnya bisa beda-beda. Ada yang menempel di sisi tank air, ada yang posisinya menempel di tiang belakang toilet dan ada juga yang menempel di dinding bilik. Untuk yang pertama dan kedua karena bentuknya adalah berupa pegangan, seperti di Indonesia, jadi tinggal digerakkan saja. Sementara untuk yang terakhir, hanya perlu menempelkan kelima jari ke arah sensor magnetik.
Selain itu, saya pernah juga nemu toilet di Seaside Mall, Decks, Tokyo, yang petunjuknya bilang akan flush secara otomatis namun kenyataannya tidak. Saya pikir, oh mungkin akan terjadi ketika saya berdiri, namun setelah berdiri, kok, tidak mem-flush juga. Apa dia akan flush begitu saya keluar, ya? Saya pun keluar bilik, menunggu beberapa saat, dan tetap tidak ada apapun yang terjadi.
Akhirnya saya masuk lagi ke dalam bilik tersebut dan mencari-cari tombol untuk menyiram. Untungnya ketemu dan semua kotoran pun masuk ke dalam toilet. Meskipun cuma buang air kecil tapi kan, jijik aja ya, kalau ada orang lain masuk dan menemukannya.
Dari situ, saya belajar bahwa saya tidak bisa merasa nyantai tiap kali masuk toilet di Jepang. Harus selalu jeli karena selalu saja menemukan hal baru.
Namun cerita toilet Jepang saya yang paling epik adalah yang terjadi di Kansai International Airport, Osaka pada saat saya mau pulang ke Jakarta, pertengahan April 2019. Saat itu, saya telah selesai menggunakan toilet dan membuka pintu bilik.
Sejurus kemudian, saya kaget melihat pemandangan di depan saya. Seorang ibu berwajah oriental sedang duduk di toilet dengan posisi celana denim di pahanya. Mata kami beradu dan saya mematung, bukan karena suka dengan apa yang saya lihat namun lebih karena syok. Adegan selanjutnya adalah, si ibu tersenyum malu kepada saya dan kemudian menutup pintu bilik.
Kecanggungan pun berlanjut, ketika kami bertemu lagi di tempat cuci tangan. Saya pun memberikan senyuman kepada ibu bersweater hijau tersebut, sebelum meninggalkan toilet. Doa saya hanya satu, semoga saya tidak akan bertemu dengan ibu-ibu lain yang punya kebiasaan tidak menutup pintu toilet. Ampun, dah, Bu!
----------@yanilauwoie----------
0 komentar