Luar Biasanya Pelayanan Orang Jepang
Kushi Katsu Tanaka di Nishishinsaibashi
Jepang adalah salah satu negara yang membuat saya kagum! Bukan hanya karena keindahan alam atau kemajuan teknologinya, tapi juga orang-orangnya, terutama untuk orang-orang yang bergerak di bidang pelayanan dan jasa karena merekalah yang banyak saya temui selama perjalanan saya ke Jepang pada April 2019.
Berdasarkan pengalaman saya, orang-orang tersebut memiliki jiwa penolong yang luar biasa. Ada beberapa peristiwa yang saya alami dan membuat saya bisa pada kesimpulan tersebut.
Peristiwa pertama adalah ketika saya mencari toilet di Seaside Mall, Decks, Tokyo. Saya secara random bertanya kepada salah satu karyawan dari salah satu tenan di sana. Saya tidak masuk ke tokonya dan tidak juga membeli produknya namun dia meninggalkan tokonya beberapa meter hanya untuk menunjukkan pada saya kemana saya harus melangkah. Setelah memastikan saya melihat tanda toilet, baru dia melepaskan saya.
Hal yang sama juga terjadi saat saya di Big Camera, area Namba, Osaka. Saya menanyakan toilet kepada karyawan dan dia berjalan agak jauh dari posnya bertugas, hanya untuk menunjukkan kepada saya eskalator menuju lantai 2, tempat toilet berada.
Cerita lainnya adalah ketika saya dan Biru mau meninggalkan hotel CMM Crystate Kyoto untuk menuju Kyoto Station karena kami harus melanjutkan perjalanan ke Osaka. Kami meminta bantuan petugas untuk mencarikan kami taksi. Sebenarnya jarak hotel dan Kyoto station dekat sekali. Namun kondisi kaki Biru yang sedang sakit membuatnya tidak memungkinkan berjalan.
Sang petugas wanita ini dengan gesitnya keluar ke jalanan dan mencarikan taksi. Kemudian setelah mendapat taksi, dia pun berusaha membantu membawa koper besar kami. Biru melarangnya namun dia berkata, "Saya kuat, kok!" Biru tetap mencegahnya untuk membawa koper besar itu.
Selanjutnya dengan sigapnya dia menjelaskan kepada sang sopir taksi dalam bahasa ibunya. Meskipun saya tidak mengerti namun saya menduga dia meminta sang sopir untuk menurunkan kami di sisi stasiun yang paling dekat dengan shinkansen agar Biru tak perlu berjalan terlalu jauh. Saya menduga demikian karena ketika menjelaskan dia menunjuk kaki Biru dan kami diturunkan tepat di depan pintu masuk arah platform shinkansen ke Osaka.
Setelah memberikan intruksi kepada sang sopir taksi, dia menghadap ke arah kami, mengucapkan terima kasih sambil membungkukkan badannya. Lalu dengan lincahnya dia berlari kecil menyebrang jalan, kembali ke arah hotelnya.
Peristiwa lain yang saya alami mengenai pelayanan maksimal ini adalah ketika saya berbelanja di Daiso di Shinsaibashi Shopping Arcade. Saat itu, saya berusaha mendapatkan hadiah saya. Jadi setiap berbelanja sebesar 300 Yen akan mendapatkan 1 stiker. Bila berhasil mengumpulkan 20 stiker maka bisa mendapatkan mug atau mangkok bergambar kelinci hanya dengan menambah 300 Yen saja.
Nah, saat ingin menukarkan hadiah ini, saya mengantri di kasir. Lalu saya tunjukkan sama kasir kertas yang sudah berisi 20 stiker. Sang kasir menjawab dalam bahasa Jepang sambil geleng-geleng kepala. Sebenarnya saya sudah menduga dari reaksinya bahwa barang tersebut kosong. Namun karena ingin memberi informasi lebih kepada saya, dia mengeluarkan ponselnya dan mengetik di kolom google translate.
Dari situ saya membaca tulisan berbahasa Inggris yang kurang lebih seperti ini: "Stok barang tersebut saat ini sedang kosong namun kamu bisa menukarnya di toko Daiso lain." Saya terharu melihat usahanya. Padahal sebelumnya saya melihat kasir wanita ini kurang ramah karena tidak tersenyum sama sekali. Ternyata, tidak tersenyum bukan berarti dia bukan penolong.
Yang terakhir yang mau saya ceritakan adalah perihal karyawan yang saya temui di rumah makan Kushi Katsu Tanaka di Nishishinsaibashi. Saat itu saya makan Stewed Beef Tendon Over Rice dan Fish Cake yang menurut saya enak. Saya pun berusaha mengapresiasikannya kepada mereka.
Saya bilang kepada salah satu karyawannya bahwa makanannya enak. Meskipun tidak bisa bahasa Inggris tampaknya dia mengerti karena saya mengacungi jempol. Dia pun mengucapkan terima kasih sambil membungkuk. Lalu dia menemani saya keluar restoran, membukakan pintu dan kembali membungkuk sambil mengucapkan terima kasih. Wah, saya langsung berasa menjadi tamu yang sangat istimewa.
Berdasarkan kejadian-kejadian tersebutlah saya merasa bahwa orang-orang Jepang itu penolong dan total dalam memberikan pelayanan. Salut!
Setuju? Atau punya pengalaman yang berbeda? Share di kolom komentar, ya...
Hal yang sama juga terjadi saat saya di Big Camera, area Namba, Osaka. Saya menanyakan toilet kepada karyawan dan dia berjalan agak jauh dari posnya bertugas, hanya untuk menunjukkan kepada saya eskalator menuju lantai 2, tempat toilet berada.
Cerita lainnya adalah ketika saya dan Biru mau meninggalkan hotel CMM Crystate Kyoto untuk menuju Kyoto Station karena kami harus melanjutkan perjalanan ke Osaka. Kami meminta bantuan petugas untuk mencarikan kami taksi. Sebenarnya jarak hotel dan Kyoto station dekat sekali. Namun kondisi kaki Biru yang sedang sakit membuatnya tidak memungkinkan berjalan.
Sang petugas wanita ini dengan gesitnya keluar ke jalanan dan mencarikan taksi. Kemudian setelah mendapat taksi, dia pun berusaha membantu membawa koper besar kami. Biru melarangnya namun dia berkata, "Saya kuat, kok!" Biru tetap mencegahnya untuk membawa koper besar itu.
Selanjutnya dengan sigapnya dia menjelaskan kepada sang sopir taksi dalam bahasa ibunya. Meskipun saya tidak mengerti namun saya menduga dia meminta sang sopir untuk menurunkan kami di sisi stasiun yang paling dekat dengan shinkansen agar Biru tak perlu berjalan terlalu jauh. Saya menduga demikian karena ketika menjelaskan dia menunjuk kaki Biru dan kami diturunkan tepat di depan pintu masuk arah platform shinkansen ke Osaka.
Setelah memberikan intruksi kepada sang sopir taksi, dia menghadap ke arah kami, mengucapkan terima kasih sambil membungkukkan badannya. Lalu dengan lincahnya dia berlari kecil menyebrang jalan, kembali ke arah hotelnya.
Peristiwa lain yang saya alami mengenai pelayanan maksimal ini adalah ketika saya berbelanja di Daiso di Shinsaibashi Shopping Arcade. Saat itu, saya berusaha mendapatkan hadiah saya. Jadi setiap berbelanja sebesar 300 Yen akan mendapatkan 1 stiker. Bila berhasil mengumpulkan 20 stiker maka bisa mendapatkan mug atau mangkok bergambar kelinci hanya dengan menambah 300 Yen saja.
Nah, saat ingin menukarkan hadiah ini, saya mengantri di kasir. Lalu saya tunjukkan sama kasir kertas yang sudah berisi 20 stiker. Sang kasir menjawab dalam bahasa Jepang sambil geleng-geleng kepala. Sebenarnya saya sudah menduga dari reaksinya bahwa barang tersebut kosong. Namun karena ingin memberi informasi lebih kepada saya, dia mengeluarkan ponselnya dan mengetik di kolom google translate.
Dari situ saya membaca tulisan berbahasa Inggris yang kurang lebih seperti ini: "Stok barang tersebut saat ini sedang kosong namun kamu bisa menukarnya di toko Daiso lain." Saya terharu melihat usahanya. Padahal sebelumnya saya melihat kasir wanita ini kurang ramah karena tidak tersenyum sama sekali. Ternyata, tidak tersenyum bukan berarti dia bukan penolong.
Yang terakhir yang mau saya ceritakan adalah perihal karyawan yang saya temui di rumah makan Kushi Katsu Tanaka di Nishishinsaibashi. Saat itu saya makan Stewed Beef Tendon Over Rice dan Fish Cake yang menurut saya enak. Saya pun berusaha mengapresiasikannya kepada mereka.
Saya bilang kepada salah satu karyawannya bahwa makanannya enak. Meskipun tidak bisa bahasa Inggris tampaknya dia mengerti karena saya mengacungi jempol. Dia pun mengucapkan terima kasih sambil membungkuk. Lalu dia menemani saya keluar restoran, membukakan pintu dan kembali membungkuk sambil mengucapkan terima kasih. Wah, saya langsung berasa menjadi tamu yang sangat istimewa.
Berdasarkan kejadian-kejadian tersebutlah saya merasa bahwa orang-orang Jepang itu penolong dan total dalam memberikan pelayanan. Salut!
Setuju? Atau punya pengalaman yang berbeda? Share di kolom komentar, ya...
----------@yanilauwoie----------
0 komentar