Road Trip Australia Selatan: Drama Penginapan


Suasana The Barn Accommodation


Selama road trip ke Australia Selatan yang nyaris 2 minggu, kami berpindah-pindah penginapan. Mulai dari  Portland Holiday Village, The Barn Accommodation, Best Western Melaleuca Motel & Apartments, McCracken Country Club, iStay Precinct Adelaide, dan terakhir di Wimmera Lakes Caravan Resort. Dari 6 penginapan tersebut, 3 di antaranya terjadi insiden. 

Travelling pada saat pandemi ketika perbatasan antar negara bagian Australia bisa ditutup sewaktu-waktu membuat kami memutuskan untuk memesan penginapan di saat-saat terakhir. Contohnya di penginapan pertama kami ini, kami memesannya sekitar 1,5 jam sebelum kami sampai di kota Portland, Victoria. 

Setelah melakukan pemesanan, saya langsung menelpon penginapan untuk memastikan saja bahwa kami bisa masuk. Mengingat saat itu sudah malam dan penginapan yang kami pesan bukan penginapan berbintang yang resepsionisnya buka 24 jam. 

Insting saya benar karena ketika saya menelponnya dia bilang, "Pesanan kamu masuk 2 menit sebelum kami tutup." Pembicaraan selanjutnya adalah dia memandu perihal di mana saya bisa menemukan kunci dan sebagainya karena saat kami sampai hotel, dia tidak akan ada di sana lagi. 

Tidak lama setelah telepon ditutup, pengelola hotel yang saya duga sekaligus pemiliknya tersebut kembali menelpon dengan membawa kabar baik, yaitu mereka bisa menyediakan cot untuk Noah (yang tadinya tidka mereka sanggupi) dan berkata bahwa dia sudah menyalakan pemanas di akomodasi kami sehingga saat kami sampai, ruangan sudah hangat. Wah baiiiiknya. Tentu saja saya dan Shannon sangat berterima kasih akan hal tersebut.

Namun pelayanan luar biasa dari wanita tersebut sirna karena perbuatan petugas kebersihan. Jadi keesokan harinya, saat saya sedang berada di kamar mandi, Shannon yang baru datang setelah membeli sarapan di Mc Donalds menetuk kamar mandi dan bilang, "Kita ada masalah." 

Shannon selanjutnya bilang bahwa ada petugas kebersihan yang marah karena melihat kami masih ada di sini dan belum check-out. "When it's said 10 AM that means it is fucking 10 AM," ucap Shannon menirukan sang petugas kebersihan. "Jadi ayo kita harus segera keluar dari sini," ucap Shannon kesal. Saya melirik jam di tangan saya, pukul 10.02 AM. Kami pun akhirnya keluar dari penginapan tersebut pukul 10.08 AM. 

Saya paham bahwa kami salah karena memang sudah disebutkan bahwa waktu check out adalah pukul 10.00 pagi. Meskipun demikian, membentak dan menggunakan kata-kata kasar kepada tamu adalah bukan hal yang baik. Tentu kami akan lebih menghormatinya bila ia menegur dengan cara yang halus. 

Pengalaman ini membuat kami tidak akan pernah mau menginap lagi di tempat ini. 
Ini adalah akomodasi pertama yang kami inapi di Australia Selatan, tepatnya di Mount Gambier. Kami memesan penginapan ini melalui booking.com setelah kami berhasil masuk perbatasan Australia Selatan. Kami memesan untuk 1 malam saja karena memang rencananya memang tidak akan terlalu banyak menjelajah Mount Gambier. 

Dan kami makin yakin untuk memesan hanya satu malam saja karena polisi yang memeriksa kami di perbatasan berkata bahwa biasanya hasil tes swab COVID-19 sudah bisa diterima dalam 12 jam. Yap, untuk masuk Australia Selatan kami harus tes swab dan isolasi mandiri sampai hasilnya keluar. Cerita lengkapnya bisa dilihat di sini.

Tapi nyatanya begitu kami sampai tempat tes, petugas tes bilang bahwa hasil tes memakan waktu 24 - 48 jam. Lalu mereka bilang kemungkinan besar kami baru bisa menerima hasilnya hari Minggu. Saat itu, kami tes pada Jumat sore. 

Mendapat informasi tersebut, kami minta menambah satu malam kepada resepsionis begitu kami sampai di penginapan. Tapi sang resepsionis berkata bahwa mereka full-booked untuk waktu tersebut karena mereka ada bookingan acara pernikahan di mana tamu-tamunya akan menginap. 

Tidak mau berhenti berusaha, saya pun mencoba booking satu malam tambahan di booking.com dan ternyata hasilnya sama, tidak ada kamar tersedia. 

Akhirnya saya dan Shannon cuma bisa berharap bahawa kami bisa menerima hasil tes swab lebih cepat dari yang dibilang petugas. Namun mendekati pukul 10.00 pagi keesokan harinya kami tidak kunjung menerima hasil tersebut. Wah, bagaimana ini? Kami dilarang keluar penginapan sebelum menerima hasil tes tapi peraturan hotel menyebutkan bahwa kami harus check-out selambatnya pukul 11.00. 

Akhirnya Shannon kembali mendatangi resepsionis dan menceritakan situasi kami yang belum mendapat hasil tes swab. Sang petugas awalnya akan memindahkan kami ke akomodasi mereka lainnya sekitar 7 km dari akomodasi yang kami tempati. Tapi kemudian dia sadar bahwa dia tidak bisa memberikan kamar ini kepada siapapun tanpa tahu bahwa kami bebas covid. 

Akhirnya, dengan baik hatinya mereka membiarkan kami tetap menginap semalam lagi di kamar kami dan tamu yang seharusnya menempati kamar kami dipindahkan ke akomodasi lain tersebut. 

Tentunya kami sangat berterima kasih karena dengan memindahkan tamu tersebut ke akomodasi yang berbeda, pihak hotel harus menanggung biaya kamar di sana yang lebih mahal daripada kamar kami dan menyediakan transportasi antar jemput untuk tamu yang akan hadir di acara pernikahan. 

Dan untungnya keesokan harinya, Minggu pagi kami sudah dapat hasil tes swab yang negatif sehingga kami bisa check-out dari hotel dan melanjutkan perjalanan tanpa harus menghabiskan waktu semalam lagi di sana.

Nah, kalau yang ini drama yang terjadi berkaitan dengan Noah. Cerita berawal ketika Shannon sedang melepaskan label baju, ia menggunakan pisau besar untuk melakukannya. Shannon kemudian meletakkan pisau tersebut di atas meja makan dan menengok sebentar ke arah kitchen bench, tahu-tahu dengan sangat cepat Noah naik ke atas meja makan melalui kursi dan mengambil pisau tersebut. 

Saya dan Shannon tidak melihat hal tersebut, namun saat Shannon kembali ke arah meja makan, Noah sudah memegang pisau dan ia berlari saat Shannon melihatnya memegang pisau karena ia tidak mau Shannon mengambil pisaunya. 

Selanjutnya saya dengar suara Shannon berkata, "Yani hentikan Noah" karena Noah berlari ke arah saya. Begitu saya menengok ke Noah, jantung saya seperti berhenti. Ya ampun bagaimana kalau dia tersandung dan pisau besar itu menusuk tubuhnya. Saya langsung menghadang Noah dan mengambil pisau darinya. Untung Noah tidak melakukan pemberontakan. Saya letakkan pisau di kitchen bench dan memeluknya. Ya Allah, terima kasih telah menyelamatkan Noah. 

Shannon kemudian berkata bahwa dia tidak mengejar Noah yang berlari karena kalau dia lakukan itu, Noah akan berlari lebih cepat dan saat lari lebih cepat, gerakannya tidak stabil dan dia suka jatuh. Shannon pun berkata bahwa dia sama deg-degannya dengan saya. Pffuih, sekarang saya tahu rasanya adegan di film-film ketika orangtua melihat anak kecil menemukan atau memainkan pistol. 

Ada yang punya cerita seru yang berkaitan dengan penginapan atau akomodasi yang pernah diinapi saat travelling? Share dong, di kolom komentar. 

Share:

0 komentar