My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio
Dalam perjalanan saya ke Eropa pada September 2013 kemarin, Paris termasuk salah satu kota yang menyimpan banyak cerita. Padahal nggak sampai 72 jam saya di kota tersebut. 
 
Dimulai dari Feny yang salah mencatat alamat apartemen kami di Paris. Otomatis jalur transportasi umum yang Feny siapkan sejak di Jakarta adalah jalur yang salah. Setelah bertanya sana sini, akhirnya dapat lah kami jalur transportasi seharusnya menuju apartemen. Namun, insiden berlanjut dengan koper Mira melayang di dalam RER dan kami kelewatan stasiun RER yang seharusnya kami turun. Alhasil kami harus pindah RER arah sebaliknya.

Namun peristiwa yang paling bikin saya khawatir adalah kami nyaris tidak bisa masuk apartemen kami, City Résidence Marne-La-Vallée-Bry-Sur-Marne. Ini disebabkan kelalaian kami dalam membaca term & condition apartemen yang kami sewa. Jadi saat saya sedang berada di RER saya membaca lagi surat konfirmasi dari apartemen tersebut. Lalu terlihat lah tulisan yang sebelumnya sama sekali tidak saya perhatikan.

Bunyinya seperti ini: “Reception opening hours: Monday to Saturday: 08:00 to 13:00 then 16:00 to 20:00. Sunday and public holidays: 08:00 to 13:00. If you plan to arrive outside these opening hours, please contact the hotel in advance to get the access code for your apartment. Bed linen and towels are provided on arrival. Apartments are cleaned and linen changed weekly.”

Otomatis saya melihat jam, oh masih sekitar 1 jam lagi sebelum jam 8 malam. Mudah-mudahan sudah bisa sampai sebelum jam 8. Tapi menit demi menit berlalu dan RER terasa berjalan lambat sekali. Sampai akhirnya 30 menit lagi menuju jam 8 dan posisi kami masih jauh dari stasiun kami harus turun, saya mulai panik. Akhirnya kami memutuskan untuk memakai telepon Mira dan menghubungi nomor yang tertera di surat konfirmasi tersebut. Namun berkali-kali mencoba, hanya ada suara mesin penjawab.

Kami pun hanya bisa pasrah ketika waktu akhirnya melewati pukul 8 dan kami belum berhasil menghubungi apartemen tersebut. Saya, Mira dan Feny berusaha mencari solusi apa yang harus dilakukan. Akhirnya kami memutuskan untuk tetap datang ke apartemen tersebut dan melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.

Akhirnya kami sampai sekitar pukul 9 malam. Ternyata di depan pagar apartemen ada nomor telepon yang harus dihubungi untuk para tamu yang datang di luar jam kerja. Mira yang menelpon dan saya bertugas mencatat serangkaian kode untuk pintu pagar, pintu lobi, kode brankas kunci kamar dan nomor kamar. 

Di depan pagar ada petunjuk nomor yang harus dihubungi.


Kami akhirnya berhasil sampai ke lantai 3 dan berdiri depan kamar kami. Namun kami tidak menemukan brankas penyimpanan kunci kamar. “Aduh, cobaan apa lagi ini?” batin saya. Akhirnya saya dan Feny memutuskan untuk kembali ke lobi sedangkan Mira menjaga koper kami di depan kamar.

Begitu sampai lobi, saya melihat ada beberapa orang sedang berkumpul di pojokan. Termasuk di antaranya pria paruh baya yang tadi saya temui sebelum naik ke lantai 3. Dia juga sama nasibnya seperti kami, datang di luar jam kerja. Pria itu langsung memberi tahu saya di mana letak brankasnya. 

Saya langsung menuju brankas yang dimaksud dan memencet sederet angka. Tut.. brankas itu langsung membuka. Di dalamnya ada setumpuk amplop cokelat. Saya menyortir amplop cokelat tersebut dengan perasaan was-was. Satu per satu, nama demi nama saya baca, sampai akhirnya saya membaca nama saya di salah satu amplop tersebut.  Lega langsung terasa di dada.

Tidak sabar, saya buka amplop tersebut dan begitu melihat isinya adalah kunci kamar, saya dan Feny kegirangan bukan main. Refleks, kami saling berpelukan dengan mata berkaca-kaca. “Alhamdulillah, kita nggak jadi tidur di jalanan,” ucap saya yang disambut cengiran bahagia Feny.

“Berasa kayak lagi ikutan Amazing Race, ya?” tutur Feny dalam perjalanan kami kembali ke lantai 3. Yap, dan kami berhasil menyelesaikan misi! ;p
Apartemen kami terdiri dari 2 kamar seperti ini dan 1 kamar yang menyatu dengan ruang makan dan dapur.



----------@yanilauwoie-----------


Find me at:

LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie

YouTube: yanilauwoie

Baca Juga:
  • EuroTrip: 4 Insiden Pencopetan
  • EuroTrip: Balada Kamar Dormitory

“Untung tuh, koper nggak menimpa orang itu. Kalau iya, gue rasa akan habis semua uang euro kita untuk membiayai rumah sakitnya,” ucap Mira sambil menarik napas lega.

Kalimat itu diucapkan Mira setelah terjadi insiden koper melayang di dalam kereta di Paris. Jadi kejadiannya seperti ini, hari itu kami baru pindah kota dari Berlin, Jerman menuju Paris, Prancis. Nah, dari Bandara Orly, Paris kami harus naik RER (kereta) menuju daerah pinggiran Paris, Bry-Sur-Marne. Kenapa? Karena di situlah letak apartemen kami. Harganya jauh lebih murah daripada penginapan di pusat kota Paris. Tapi ada harga, ya ada rupa. Lokasi apartemen ini dari bandara memakan waktu sekitar 2 jam dengan kondisi harus berganti RER 2 kali (tidak termasuk kereta kecil dari bandara). Nggak heran harga tiket RER-nya pun 14,15 Euro.

 Ini apartemen tempat kami menginap.

Saat kami ada di RER terakhir yang menuju Bry-Sur-Marne hari sudah gelap. Seharian berada di jalan sambil menggeret-geret koper seberat 20kg tentu melelahkan. Namun, kami tidak bisa duduk di RER terakhir tersebut. Bukan karena tidak tersedia tempat duduk. Melainkan karena bentuk tempat duduknya agak menyulitkan kami yang membawa koper. Untuk mencapai tempat duduk, kami harus naik atau turun beberapa anak tangga. Agak repot kan harus mengangkat koper melewati anak tangga-anak tangga tersebut. Akhirnya kami memutuskan untuk berdiri saja.

Ini RER yang berbeda. Tapi kebayang kan, tuh koper melayang ke bawah?



Lalu terjadilah momen tersebut. Ketika kereta bergoyang, tiba-tiba koper Mira yang beroda 4 meluncur dengan mulusnya menuju arah kursi bawah. Kejadiannya begitu cepat sampai kami tidak bisa menahan laju roda-roda koper. Koper itu kemudian terpelanting melewati tangga demi tangga.

Saya menahan napas, saya yakin Mira dan Feny pun menahan napas. Semua deg-degan kemana koper tersebut akan bermuara. Lalu saya sempat melihat pria muda yang duduk di kursi bawah yang menghadap tangga terlihat kaget melihat ada koper tiba-tiba melayang. Dia berusaha merapatkan tubuhnya ke arah kiri, arah berlawanan dengan datangnya si koper.

Dan…. gubraaaaak! Koper itu pun mendarat nyaris menempel kaki sang pria.

Mendengar suara heboh tersebut, semua penumpang yang di kursi bawah tersebut langsung menengok. Mira setengah berlari menuruni tangga. Memastikan bahwa sang pria baik-baik saja. Meskipun terlihat pucat, pria itu sama sekali tidak tersentuh koper Mira. Saya langsung menarik napas luar biasa lega. Alhamdulillaaaaaah… 

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie

Baca Juga:
  • EuroTrip: 4 Insiden Pencopetan
  • EuroTrip: Balada Kamar Dormitory
“Awas kecopetan!”
“Hati-hati banyak copet!”
“Be careful with your bag!”

Peringatan-peringatan itu meluncur dari mulut kenalan, teman dan temannya teman sebelum saya, Mira dan Feny pergi ke Eropa. Banyak yang bilang bahwa Paris, Barcelona dan Roma pusatnya copet. Peringatan itu bahkan datang dari seorang security yang kami tanyai arah di Barcelona. Saya juga diperingati oleh Denis, driver sekaligus tur guide saya saat di Dublin, Irlandia. “Dublin ini termasuk kota yang aman. Tapi tetap aja harus berhati-hati. Karena pada dasarnya semua sifat manusia di mana-mana sama,” katanya memperingati semua peserta tur. Saya setuju sekali dengan hal tersebut. Nggak usah jauh-jauh ke Eropa, di Jakarta saja jumlah copetnya banyak nian.

Untuk mengantisipasipasi kecopetan, saya, Mira dan Feny menggunakan baju dengan kantong doraemon. Maksudnya, pakai kaos tanpa lengan namun kaos itu punya kantong di bagian dada. Luas kantong tersebut cukup untuk meletakkan uang-uang Euro kami dan passport. Tapi kok jadi repot ya saat membutuhkan uang. Harus merogoh-rogoh melewati lapisan-lapisan baju. Hahahaha… Karena itu, kaos tersebut hanya saya gunakan ketika berpindah dari negara satu ke yang lain. Sementara kalau sehari-hari, uang dan passport saya tinggalkan di loker hostel atau di kamar hotel/ apartemen yang terkunci aman. Saya hanya membawa uang yang sekiranya cukup untuk seharian serta fotokopi passport dan visa, sekedar untuk berjaga-jaga.

Ditabrak Pencopet di Paris
Ada beberapa kejadian berkaitan dengan copet yang saya alami di Eropa dan pastinya membuat jantung saya deg-degan bukan main. Yang pertama adalah saat di dalam Metro di Paris, Prancis. Saat itu, saya baru naik Metro dan tiba-tiba, ada seorang wanita bertubuh tidak terlalu tinggi menabrak saya dan kemudian lari. Belum jelas apa yang sedang terjadi, tahu-tahu ada petugas masuk ke dalam Metro, kemudian mencolek Mira sambil bilang, “pickpocket, pickpocket.”

Rupanya petugas itu memperingati kami untuk hati-hati dengan wanita yang tadi berlari dan menabrak saya. Wanita tersebut adalah pencopet. Kejadian yang saya lihat selanjutnya, wanita mungil tadi sudah keluar Metro bersama seorang laki-laki dan ada 2 orang petugas Metro yang mengikuti mereka dari belakang. Begitu saya duduk, seorang pria dari Morocco berkata kepada saya, “In Paris you should be carefull with small ladies, not with big guy. Because usually the pickpockets are small ladies." Dia juga bilang bahwa wajah-wajah Asia seperti kami ini sering jadi incaran mereka. Waduh!

Baca Juga: Melepas Koyo di Menara Eiffel, Paris

Aksi Penangkapan Pencopet di Barcelona
Insiden kedua yang sempat bikin jantung saya mau copot adalah saat di Barcelona, Spanyol. Tepatnya di tempat wisata Park Guell. Baru juga 5 menit saya masuk ke tempat itu, tiba-tiba saya melihat ada seorang wanita bertubuh tegap sedang berlari dan diikuti pria dengan membawa pentungan. Saya tidak paham siapa mengejar siapa. Saya pun asyik kembali memotret, kebetulan di depan saya ada Gaudi House yang bagus untuk dijadikan objek foto. Tapi baru juga beberapa jepret tiba-tiba ada suara teriakan-teriakan dan banyak orang berlarian.

Saya lihat wanita bertubuh tegap tadi berlari mengejar seorang pria. Insting saya langsung bilang bahwa orang yang dikejar adalah pencopet. Selain si wanita, ada juga pria yang membawa pentungan tadi ikut mengejar pria yang sama. Ditambah lagi ada 1 pria lain. Total ada 3 orang berusaha mengepung si pria. Pria yang berusaha ditangkap itu terlihat panik dan berlari tak tentu arah ke sana kemari. Sampai akhirnya dia berlari ke arah Gaudi House. Panik lah saya. Saya ikut berlari, mencari tempat untuk menghindar dari si pria. Dalam kondisi panik dan ketakutan, saya melihat pria itu menabrak seorang remaja bule di dekat saya. Sang remaja berteriak histeris. Saya makin panik, takut dia akan lebih mendekat ke arah saya. Untungnya, sehabis menabrak remaja tersebut, sang pria langsung dibekuk oleh 3 orang yang mengejarnya tersebut. Di tengah detak jantung yang menderu, saya mengucap syukur.

Baca Juga: Dibantu Pangerang-Pangeran Koper di Eropa

Pencopet Roma Beraksi di Depan Mata
Kejadian berikutnya di Roma, Italia juga nggak kalah bikin jantung saya olahraga. Saat itu, Saya dan Feny baru saja pulang dari mengambil visa Irlandia saya di Ireland Embassy. Saat sedang menuju bus stop (kami mau naik bus no. 75), kami sempat melewati kafe kecil di pinggir jalan. Saya dan Feny sedang asyik mengobrol, sampai tiba-tiba saya melihat ada seorang pria memakai T-Shirt ungu dan celana pendek sedang menyebrang sambil menenteng tas. Yang mengherankan adalah dia menenteng tas wanita dan ketika menyebrang dia beberapa kali melihat ke arah wanita yang sedang duduk di kursi kafe.

Otomatis logika saya langsung bilang bahwa pria itu baru saja mencopet tas wanita yang saya dan Feny baru lewati. Refleks saya bertanya ke Feny, “Fen itu copet ya?” sambil terus melihat si pria yang sudah berhasil menyebrang dan masuk ke dalam bus. Feny malah menjawab,”Jalan terus” “Hah?” saya bingung kenapa Feny meminta saya jalan terus sementara kita harusnya juga menyebrang untuk naik bus. “Jalan terus,” Feny kembali memerintah dengan muka panik.

Akhirnya saya dan Feny jalan terus dan berbelok di perempatan. Kami terus berjalan sampai akhirnya kaki berasa pegal sendiri. Rupanya, Feny melihat kejadian tersebut. Dia melihat bahwa si pria itu mencopet tas si wanita dari bawah kursinya. Posisi kursi si wanita yang di pinggir jalan mempermudah sang pencopet untuk mengambil tasnya. Ditambah lagi saat aksi dilakukan, sang wanita berambut pirang tersebut sedang menelpon. Jadi makin asyik lah sang copet beraksi.

Feny meminta saya terus jalan karena dia takut. Selain takut dengan pencopet tersebut, dia takut kami akan dituduh sebagai gerombolan si copet. Karena pada waktu itu suasana memang sepi. Hanya ada si wanita, copet dan kami berdua. “Gila deg-degan banget gue. Takut,” kata Feny. Sekitar 30 menit kemudian, kami kembali ke tempat tadi karena kami harus naik bus dari tempat tersebut. Kami sempat melihat si wanita sedang panik dan menangis karena kehilangan tasnya. Rasa tak berdaya langsung menyelimuti saya.

Baca Juga: Orang Italia Juga Suka Gratisan

Tas Dibuka Pencopet di Dublin

Christ Church Cathedral, tempat saya hampir kecopetan.

Dari semua aksi pencopetan, ada 1 aksi yang nyaris membuat saya kecopetan. Hal ini terjadi di Christ Church Cathedral, Dublin, Irlandia. Saat itu saya sedang asyik memotret gereja tertua di kota Dublin tersebut. Untungnya tiap beberapa waktu saya terbiasa mengecek backpack pink saya. Kaget lah saya pas saya melihat kantong bagian depan backpack saya terbuka. Refleks saya langsung melihat 2 orang, wanita dan pria yang nyaris menempel di belakang saya.

Dari reaksi mereka, saya yakin mereka lah yang membuka tas saya. Dengan berani saya bertanya pada si wanita, “do you open my bag?” Dia diam saja. Setengah berteriak saya mengadu pada Michael, teman yang saat itu menemani saya keliling Dublin. “Mike, she opened my bag.” Mendengar saya mengadu pada Michael, si cewek mengangkat kedua tangannya seolah-olah tak mengerti apa yang saya bicarakan. Seolah-olah tidak bisa bahasa Inggris. Muka keduanya memang muka pendatang. Saya yakin mereka bukan orang Irlandia. Setelah aksi "pura-pura tidak mengerti" tersebut, keduanya langsung pergi.

Michael bertanya pada saya apakah ada yang hilang. Saya tidak yakin apakah ada yang hilang karena isi kantong bagian depan tas saya adalah benda-benda kecil tidak berharga, seperti tissue basah, handsanitizer, sikat gigi, permen, senter dan sebagainya. Kalau pun ada yang hilang, pasti saya tidak akan sadar. Sementara uang dan benda berharga lainnya saya simpan di bagian tengah tas di mana antara 2 ujung resletingnya saya kaitkan dengan gantungan kunci. Jadi agak susah untuk membukanya.

Saya bersyukur meskipun dihadapkan pada aksi-aksi pencopetan, saya tidak kehilangan benda berharga satu pun. Namun yang paling utama adalah saya tidak kecopetan rasa senang terhadap kota-kota tersebut. Menurut saya tidak adil menyalahkan kotanya. Bukannya di mana-mana sifat manusia akan selalu sama? Ada baik dan buruk. Yang penting harus selalu berhati-hati di mana pun kita berada.

----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Baca Juga:
  • Ireland: Larger than Dreams
  • EuroTrip: Balada Kamar Dormitory
Saat traveling di seputaran Asia, saya belum pernah menginap di kamar dormitory. Tapi hal ini tak terhindarkan ketika saya traveling ke Eropa pada September 2013 kemarin. Sebenarnya sempat khawatir juga, sih. Gimana nggak? Konsep berbagi kamar dengan orang lain yang tidak dikenal bikin saya parno sendiri. Gimana privasi saya? Lalu gimana kalau dapat teman sekamar yang tidak menyenangkan? Macam-macam deh, kekhawatirannya. Tapi mau tidak mau saya memilih jenis kamar ini karena inilah yang paling sesuai budget saya.

Dari 6 kota di 6 negara di Eropa, saya menginap di kamar dormitory di 4 kota di antaranya. Kota yang pertama Berlin, Jerman tidak ada yang terlalu istimewa. Dari 6 tempat tidur berjenis bunk bed, semuanya diisi cewek. Apalagi saya bersama 2 teman saya, Mira dan Feny, jadi saya merasa kami lah “tuan rumahnya”. Tidak ada masalah. Begitu juga saat di Roma, Italia. Kami malah menginap di hostel khusus cewek, jadi lagi-lagi kejadiannya kurang lebih sama seperti di Berlin.

Feny bergaya di kamar dormitory kami di Berlin, Jerman.


Nah, hal mulai berbeda ketika saya sampai di Praha, Ceko. Karena saya booking terpisah dengan Mira dan Feny, alhasil saya mendapatkan kamar yang berbeda dengan mereka. Saya sudah minta sama resepsionisnya agar diberi kamar yang sama tapi tidak berhasil. Saya pun deg-degan saat melangkah ke kamar sendirian. Penasaran akan seperti apa teman-teman sekamar saya kali ini. Lalu, saya pun membuka pintu dan melongok pelan-pelan. Ternyata… kamar kosong. Wah, rupanya baru saya yang masuk ke dalam kamar yang seharusnya berisi 4 orang ini. Semoga saja saya sendirian. Kan lumayan. Hehehe..

Setelah meletakkan koper dan membersihkan diri, saya langsung pergi jalan-jalan. Pulang dari jalan-jalan, saya lihat di kamar saya sudah ada 1 tas tergeletak di atas kasur yang letaknya ada di bawah saya (saya dapat kasur di atas). Wah, rupanya saya sudah punya teman sekamar. Saya pun bersiap-siap untuk tidur. Tidak lama kemudian, saya mendengar pintu kamar dibuka. Posisi saya saat itu sedang membereskan koper dan membelakangi pintu. Mendengar handle pintu dibuka, otomatis saya nengok. Alamaaak, terkejut saya melihat siapa yang masuk. Ganteng nian pria ini. Dalam hati saya berbisik, “Sial! Kenapa sih, dia harus melihat gue memakai daster dengan bawahan long john dan rambut diuwel-uwel? Damn! Hahahahahaha….”

“Hi. I just wanna go grab my jacket,” kata si ganteng.
“Yeah, it’s cold outside,” jawab saya sambil terus pura-pura sibuk dengan koper.
Tapi si ganteng ini nggak mau pergi, dia malah berdiri di belakang saya dan memperkenalkan diri. “I’m Brandon by the way,” ucapnya tersenyum.

Singkat cerita, saya 2 malam tidur bersama Brandon. Maksudnya sekamar dengan Brandon ;p Hanya dengan Brandon. Untung banget kan? Kamar yang seharusnya diisi 4 orang (bahkan seingat saya, saya memesan dan membayar untuk kamar isi 6 orang), malah hanya diisi berdua saja. Lebih tenang dan pastinya berbagi kamar mandinya lebih enak. Plus, sebagai teman sekamar, Brandon yang berasal dari Amerika Serikat ini cukup sopan.

Ini kamar dormitory saya di Praha, Ceko.


Tapi, di kota berikutnya, Dublin, Irlandia saya tidak seberuntung itu. Kamar saya benar-benar fully booked dengan tamu yang terus-menerus berganti. Kadang di kamar ada 4 cowok dan 2 cewek (termasuk saya), lalu menjadi 3 cewek dan 3 cowok, kemudian berganti lagi menjadi 4 cewek dan 2 cowok. Tamu benar-benar hilir mudik.

Sebenarnya saya sih, nggak terlalu bermasalah sekamar dengan cowok. Toh, kita sudah punya jatah kasur masing-masing dan tidak akan mengganggu satu sama lain. Apalagi kalau cowok itu baik. Seperti salah satu teman sekamar saya, Thomas. Saya berkenalan dengan dia, ketika saya baru datang di hostel dan sedang menaiki tangga sambil menggotong koper. Dia menawarkan membawakan koper saya. Alhamdulillah banget, karena tuh, koper beratnya sekitar 20 kg. Gempor juga harus menggotong koper itu ke lantai 2.

Ternyata kami ada di kamar yang sama dan bahkan kami satu bunk bed. Dia tidur di atas dan saya di bawah. Thomas ini berasal dari Argentina. Perawakannya tinggi atletis dengan dada bidang. Dia memiliki jambang yang membingkai wajah tampannya. Kulitnya cokelat. Mengingatkan saya akan pesepakbola-pesepakbola dari Argentina. Kesimpulannya, Thomas ini memenuhi kriteria pria seksi versi saya.

Senang dong, dapat kenalan pria baik hati dan seksi pula. Hehehe… Namun, semuanya itu mendadak luntur saat saya mendengar suara di malam hari, ngrrrokkk… ngrrrokkk… ngrrrokkk… yang berasal dari atas kasur saya. Ya ampun, si Thomas ini ternyata ngorok. Sumpah itu ngoroknya bisa membangunkan orang sekampung. Kencang banget! Saya sampai tutup kuping pakai bantal, tapi suara ngoroknya Thomas seperti menembus busa bantal dan masuk ke telinga saya. Saat itu juga, hilang semua kebaikan dan keseksian Thomas di mata saya. Hahahaha…

Untungnya, malam pertama saya di Dublin adalah malam terakhir untuk Thomas. Keesokannya dia terbang ke Praha. Kalau tidak, mungkin saya akan minta pindah kamar.

Bila saya terganggu dengan suara ngorok. Lain lagi halnya dengan teman sekamar saya. Cewek ini berasal dari Belgia. Di hari pertama dia masuk kamar tersebut, dia berkata kurang lebih seperti ini, “Can I open the window? This room smells like Men.” Dia berbicara dengan tampang terganggu. Saya bengong dibuatnya. Michael, salah satu cowok di kamar kami menjelaskan bahwa sebelum kedatangannya ada 4 cowok di kamar tersebut, jadi wajar bila kamarnya berbau cowok. Setelah menjelaskan ke si cewek Belgia itu, Michael dan saya berpandang-pandangan dan ngikik bareng.

Saya tidak menyesal memilih kamar dormitory karena dari sini saya belajar banyak hal. Selain belajar untuk siap dengan segala kondisi dan beradaptasi dengan hal tersebut, yang paling penting adalah saya belajar untuk saling menghargai satu sama lain. And if we’re lucky we can end up as BFF with our roommate :)

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie


Baca Juga:
  • EuroTrip: 5 Cinta 
  • Ireland: Larger than Dreams



 
Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2016 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ►  2015 (51)
    • ►  December (7)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (3)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ▼  2013 (13)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ▼  October (6)
      • EuroTrip: Amazing Race di Paris
      • EuroTrip: Koper Melayang di Paris
      • EuroTrip: 4 Insiden Pencopetan
      • EuroTrip: Balada Kamar Dormitory
      • Ireland: Larger than Dreams
      • EuroTrip: 5 Cinta

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes