My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio
Artikel ke-2 perjalanan saya di Eropa yang terbit di majalah. Kali ini tentang Paris dan terbit di majalah GADIS, edar hari ini, 31 Desember 2013 :)  






Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie

YouTube: yanilauwoie

Baca Juga:
  • EuroTrip: Amazing Race di Paris 
  • EuroTrip: Koper Melayang di Paris
Karena bukan English speaking country, wajar banget bila tidak semua orang Barcelona bisa berbahasa Inggris. Namun hebatnya, kendala bahasa ini tidak menyurutkan semangat mereka untuk membantu orang-orang asing yang membutuhkan bantuan, lho! Contohnya pengalaman saya dengan Ibu Passie.

Ibu Passie adalah seorang petugas di stasiun kereta yang ada di Mollet. Saya, Mira dan Feny bertemu dengannya ketika dia bertugas di stasiun kereta Mollet - Santa Rosa. Saat itu kami ingin pergi ke tempat wisata, Montserrat. Karena buta arah, kami pun bertanya kepada Ibu Passie, kereta mana yang harus dinaiki. Ibu Passie tidak bisa berbahasa Inggris. Namun dia mengerti maksud kami karena kami menunjukkan brosur wisata Montserrat. Dia memberi kode kepada kami untuk menunggu. Dan selanjutnya yang kami lihat, Ibu Passie menelpon seseorang dengan menggunakan handphone. Dia berbicara bahasa Spanyol namun dalam perbincangannya dia menyebut-nyebut kata Montserrat.

Begitu selesai menelpon, Ibu Passie menjelaskan rute kepada kami. Jujur awalnya saya bingung karena dia menjelaskan dengan bahasa Spanyol. Saya melirik Feny dan Mira, wajah mereka terlihat bengong. Saya berusaha menahan tawa melihat mimik mereka berdua. Berani taruhan, mereka sama tidak mengertinya dengan saya. Penjelasan Ibu Passie yang tertangkap telinga saya hanyalah bla bla bla bla. Hahaha...

Rupanya Ibu Passie ini sadar bahwa kami sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dia bicarakan. Maka dia pun mengulang penjelasannya dengan intonasi lebih pelan dan sambil menuliskan nama-nama stasiun di kertas kosong. Setelah mengulang tiga kali sambil menggerak-gerakkan tangannya menunjuk nama-nama stasiun yang ditulisnya di kertas, akhirnya kami mengerti maksud Ibu Passie. Kami paham kereta apa yang harus kami gunakan, turun di stasiun mana dan melanjutkan dengan kereta apa. Saya terharu dengan usaha Ibu Passie. Mulai dari menanyakan rute lewat telepon sampai berbicara berulang-ulang agar kami bisa sampai ditujuan. Rasanya ingin saya peluk Ibu yang umurnya kira-kira 50 tahunan itu.

Beres dengan rute perginya, saya tiba-tiba teringat untuk urusan pulang. Saya pun bertanya kepadanya jam berapa kereta terakhir dari Barcelona City Centre menuju Mollet. Namun Ibu Passie malah salah mengerti dan bilang kereta akan datang sebentar lagi. Saya pun mengulang kembali pertanyaan saya. Lebih pelan saya bilang, "last train. Laaast traaain." Ibu Passie kebingungan.

Mira dan Feny ikut membantu. Mereka mengulang pertanyaan saya. Lagi-lagi Ibu Passie tidak paham. Berbagai kode pun kami gunakan untuk membuat Ibu Passie mengerti. Feny bahkan menggunakan kedua lengannya dan membentuk tanda silang sambil bilang last train. Jujur sampai saya menulis ini, saya tidak mengerti kaitannya tanda silang Feny tersebut dengan kereta terakhir. Hahaha...

Pusing dengan Ibu Passie yang tidak menangkap maksud kami, Mira meminta bantuan kepada seorang pria yang juga sedang menunggu kereta. Namun hasilnya nihil karena pria tersebut tidak bisa berbahasa Inggris juga. Tidak mengerti harus menggunakan cara apa lagi, saya refleks menggunakan bahasa Indonesia. "Pulang. Kereta puuulaaang," kata saya sambil menggerakan tangan kanan saya seperti melompat dari kanan ke kiri. 

Ajaibnya tiba-tiba, Ibu Passie berkata, "Aah," kemudian dia menuliskan di kertas kosong, 23.00. Alhamdulillaaaaaahhh... Akhirnya dia mengerti maksud kami. Setelah mulut berbusa-busa menjelaskan pakai bahasa Inggris, Ibu Passie malah mengerti maksud saya ketika saya berbicara dalam bahasa Indonesia. Tahu gitu, pakai bahasa Indonesia aja dari tadi. Ahahahahaha...

Keesokan harinya kami bertemu lagi dengan Ibu Passie. Tapi kali ini bertemu di stasiun Mollet - Sant Fost



Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie

YouTube: yanilauwoie

Baca Juga:
  • EuroTrip: Sopir Ganteng di Barcelona
  • EuroTrip: "Dirampok" Ryanair di Barcelona
Cowok dan cewek sama saja! Cowok akan melotot bila ketemu cewek cantik. Sedangkan cewek akan terkesima ketika melihat cowok ganteng.

Setelah mengalami insiden tersasar di stasiun Mollet - Santa Rosa pada malam hari, keesokan harinya, saya, Mira dan Feny harus mendatangi kembali stasiun tersebut. Dengan tujuan stasiun Placa de Catalunya untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Montserrat, mau tidak mau kami harus berangkat dari stasiun Mollet - Santa Rosa. Hmm.. mungkin ini kenapa kami tersasar tadi malam, ini cara Tuhan untuk membuat kami "kenal" terlebih dahulu dengan stasiun Mollet - Santa Rosa tersebut. Untuk tahu bahwa stasiun tersebut jauh dari hotel.

Nah, karena sudah tahu kami tidak mungkin menempuh jalan kaki ke stasiun tersebut maka kami memesan taksi lewat hotel. Setelah petugas hotel membuat reservasi taksi, kami pun menunggu kedatangan taksi di lobby hotel. Tidak lama menunggu, petugas tersebut memberi tahu bahwa taksi kami sudah datang sambil menunjuk ke arah pintu. Refleks saya menoleh ke arah pintu di mana ada seorang pria berdiri.

Alamak! Saya terkesima melihat pria tersebut. Dalam hati saya bertanya, "beneran ini sopir taksi yang akan mengantar kami?" Tubuhnya yang tinggi proporsional. rambut cepak dan berjanggut membuat pria ini terlihat... sangat laki! Belum lagi pakaiannya yang mengingatkan saya akan Adam Levine (iya, saya ngaku, saya penggemar berat Adam ;p). T-shirt putih polos dan jeans. Casual but cool. Mata saya makin memperhatikan pria itu, ketika di lengan atasnya, saya melihat ada tato melingkar. Kemudian pandangan saya beralih ke wajahnya. Dan, ya ampun dia memiliki wajah... tampan! Aduh, ganteng kali sopir taksi ini.

Saya pikir hanya saya saja yang terkesima. Tapi begitu melihat pandangan yang ada di wajah Mira dan Feny, saya yakin bahwa sopir tersebut mendapat nilai ganteng mutlak karena diamini kami bertiga yang memiliki tipe pria berbeda. Hahahaha...

Begitu masuk ke dalam taksi, kami bertiga kasak-kusuk sendiri. Sibuk membicarakan sang sopir ganteng. Untung saja dia tidak mengerti bahasa Indonesia. Dan bahasa Inggris pun nyaris tidak dia kuasai. Mira dan Feny sibuk meminta saya untuk memotret sang sopir. Menurut mereka posisi duduk saya yang di tengah (Feny di samping kiri saya, tepat di belakang sopir dan Mira di samping kanan saya) adalah yang paling pas untuk memotret si sopir ganteng ini.

Tapi gimana bisa, dia menyetir menghadap ke depan kan? Bukan menghadap ke belakang, ke arah kami. "Pada saat mau belok, dia pasti akan nengok, nah lo foto Ceu," saran Mira. Namun, cara ini pun tidak berhasil karena begitu jalanan berbelok, dia hanya nengok sesaat untuk kemudian kembali ke posisi semula. Duh, ribet banget!

Akhirnya saya berikan handphone saya ke Mira. "Kayaknya lebih gampang lo yang motret deh, Mir. Posisi lo lebih memungkinkan daripada gue," ucap saya ke Mira. Mira pun setuju. Namun, ketika kami sudah mau sampai pun (jarak hotel dan stasiun tidak sampai 10 menit), Mira tidak menemukan cara untuk membuat si sopir menengok ke belakang (atau paling tidak ke samping) untuk kemudian memotretnya.

"Gini aja. Gue akan bayar dan minta dia menghitung uangnya, nah lo bisa motret tuh!" ucap saya ke Mira. "Oke," jawab Mira sigap. Mira membuktikan kesigapannya. Saat saya dan Feny sibuk membayar, Mira memotret beberapa kali. Dalam saya berujar, "wah, berhasil nih misi."

Begitu keluar dari taksi, saya dan Feny tidak sabar ingin melihat hasil jepretan Mira. Ternyata oh ternyata, Mira gagal mengambil angle depan sang sopir. Ketiga foto yang diambil Mira semuanya tampak samping. "Susah tahu motonya," Mira membela diri. Gagal deh, punya foto sopir ganteng. Ahahahahaha...

Ketika berjalan masuk ke stasiun Feny berkata, "Ganteng kali tuh sopir. Kalau di Indonesia dia itu bisa jadi artis. Kita jadi agensi aja apa? Bawa pulang cowok-cowok ganteng dari sini untuk dijadiin artis." Waduh! Motret aja gagal apalagi kalau harus bawa pulang orangnya. Ahahahaha... 

 Ini hasil jepretan terbaik Mira... ;p


Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie

YouTube: yanilauwoie

Baca Juga:
  • EuroTrip: Jatuh Hati dengan Orang Barcelona
  • EuroTrip: "Dirampok" Ryanair di Barcelona
Foto: Dok. Ryanair

“Tiket Anda belum termasuk bagasi,” ujar petugas check in di bandara Barcelona, Spanyol. Hah? Kaget lah saya. Saya meminta petugas wanita tersebut mengecek sekali lagi. Namun hasilnya tetap dinyatakan bahwa tiket pesawat Ryanair yang saya beli belum termasuk bagasi. Bagaimana saya akan membawa koper 20 kg ini ke Roma, Italia?
 
Ternyata bukan hanya saya seorang yang dinyatakan belum memiliki bagasi, Feny dan Mira pun demikian. Iya iya lah, wong kami bertiga membeli tiket pesawat ini bersamaan. Memesannya lewat website resmi, ryanair.com. Dengan rute bandara Barcelona T2 di Barcelona, Spanyol ke bandara Ciampino di Roma, Italia.

Sang petugas pun menyarankan kami untuk memeriksa kembali tiket kami ke kantor Ryanair yang letaknya tidak jauh dari lokasi check in tersebut. Lagi-lagi kami diberi kenyataan pahit bahwa kami belum punya bagasi dan untuk membeli bagasi harganya 105 Euro per 20 kg. Gila! Harga bagasinya bahkan lebih mahal dari harga tiket itu sendiri. Harga tiket kami bertiga hanya 104, 01 Euro. Harga tersebut bahkan sudah termasuk tiket bus dari bandara Ciampino ke pusat kota Roma.  

“Beli langsung di bandara memang lebih mahal dari pada beli online. Kalau beli online harganya bisa setengahnya,” terang si petugas check in. Saya kepikiran untuk membeli secara online saja. Namun sang petugas tersebut memberitahu bahwa pemesanan secara online ditutup 4 jam sebelum keberangkatan. Sedangkan saat itu kondisinya sudah 2 jam sebelum keberangkatan.

Beli bagasi secara online tidak bisa, sedangkan bawa koper ke kabin tidak mungkin karena koper kami terlalu besar. We had no choice! Kami pun mendatangi kembali kantor Ryanair untuk membeli bagasi. Ternyata saat itu, ada juga seorang pria sedang membeli bagasi karena mengalami kasus seperti kami. 

Jujur saya agak heran sih, kenapa bagasi itu tidak tercatat. Karena waktu saya dan Mira memesan tiket tersebut secara online, kami yakin sudah men-check list pilihan bagasi. Saya ingat betul, karena saat itu ada beberapa pilihan berat bagasi dan kami memilih yang paling ringan yang sekiranya cukup dengan berat koper kami. Tapi mungkin saya dan Mira lengah sehingga bagasi itu tidak tercatat dalam pembelian kami. Pantas saja harga tiketnya murah banget. Dari 5 penerbangan antar negara di Eropa, tiket pesawat inilah yang paling murah. Rupanya oh rupanya…. 

Setelah menyerahkan 105 Euro untuk membeli bagasi, saya tiba-tiba teringat jaket keren yang sempat saya lihat di pasar pagi Barcelona. “Beli jaket harga 38 Euro aja gue sayang. Ini harus bayar 105 Euro,” curhat saya. “Iya gue juga lemas nih, karena ngeluarin 105 Euro,” sambut Feny. “Berasa dirampok,” balas saya. Hening beberapa saat, kami saling berpandangan, kemudian… Ahahahahahahaha. Kami hanya bisa menertawakan kesialan kami. 
----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Baca Juga:
  • EuroTrip: Jatuh Hati dengan Orang Barcelona
  • EuroTrip: "Dimarahi" Pelayan di Roma
Peraturan di tiap tempat memang beda-beda. Bila kita tidak memahami peraturan yang berlaku di tempat tersebut, bisa berujung salah paham atau bahkan “dimarahi”. Padahal perkaranya simple, lho! Cuma perihal memesan makanan.
 
Suatu malam, setelah seharian berputar-putar kota Roma, Italia, saya, Mira dan Feny memutuskan untuk makan di restoran dekat hostel kami. Nama restorannya La Famiglia yang berada di Via Gaeta, 66, 00185 Roma, Italia, Restoran ini menyajikan makanan khas Italia namun anehnya sepanjang mata saya memandang semua pelayannya adalah orang India.

Sepengamatan saya juga, restoran ini termasuk restoran favorit karena meja-meja yang tersedia nyaris dipenuhi pengunjung. Saya dan teman-teman tadinya ingin duduk di luar restoran agar bisa makan sambil mengamati suasana malam di Roma. Namun karena tempat duduk di luar penuh, kami pun ditempatkan di dalam restoran. Begitu dapat duduk, salah satu pelayan sangat sigap memberikan kami buku menu.

Setelah tahu mau makan apa, kami pun mulai mencari-cari pelayan untuk bisa memesan. Namun semua pelayan terlihat sibuk. Akhirnya mulailah kami berusaha memanggil salah satu dari mereka sambil mengangkat tangan. Setelah beberapa kali memanggil sambil mengangkat tangan, akhirnya pelayan yang tadi memberi kami buku menu menghampiri.

Saya kira dia akan langsung mencatat pesanan kami. Nyatanya tidak! Pelayan itu mendekat ke Mira dan berbicara panjang dengan wajah bersungguh-sungguh. Kurang lebih seperti ini kalimatnya: “Tolong kalian jangan mengangkat tangan kalian. Kalau kalian mengangkat tangan, nanti tamu-tamu lain akan mengangkat tangan. Itu akan memperlihatkan seolah-olah kami tidak bisa melayani kalian.” Tidak siap “dimarahi”, saya, Mira dan Feny memasang wajah bengong. Saya sendiri pelan-pelan menurunkan tangan saya ke bawah meja. Hahahaha… 

“Kalian mengerti kan?” tanya sang pelayan. Hanya Mira yang menjawab sedangkan saya hanya mengangguk-angguk saja. Bingung sebenarnya harus bereaksi apa karena mengangkat tangan saat mau memesan makanan adalah hal yang biasa di resto-resto di Indonesia.

Ini yang saya makan. Pizza tipis yang berisi campuran mozzarella cheese, tomat, tuna dan bawang merah mentah. Uenaaak. Harganya 7 euro + 1 euro (tax)


Selesai makan, kami kerepotan saat ingin meminta bon dan mau bayar. Ngangkat tangan nggak boleh, tapi para pelayannya dipanggil tidak ada yang mendengar karena mereka sangat sibuk. Sementara kalau mau memanggil dengan suara lebih kencang, saya takut dimarahi. Akhirnya kami bertiga hanya bisa memandangi para pelayan tersebut dan berharap salah satu di antara mereka ada yang melihat kami. Mengikuti pelayan yang sibuk lalu lalang dengan tatapan siaga lumayan bikin kepala saya pegal karena harus nengok sana-nengok sini ;p

Sampai akhirnya lagi-lagi pelayan yang tadi melayani kami melihat ke arah saya. Saya pun memberi kode minta bon. Saya membentuk kode kotak. Dia pun menghampiri meja kami. Lagi-lagi saya dibuat bengong ketika pria ini kembali menasehati kami dengan berkata bahwa kode meminta bon bukanlah kotak. Kode kotak untuk meminta menu. Sedangkan minta bon kodenya seperti sedang menulis. Dengan tampang bodoh, saya cuma bisa berkata, “oh..”. Ahahahaha…

Well, we have to learn something in new place, right? ;p

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie

YouTube: yanilauwoie

Baca Juga:
  • EuroTrip: Jatuh Hati dengan Orang Barcelona
  • EuroTrip: Amazing Race di Paris

 

Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2016 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ►  2015 (51)
    • ►  December (7)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (3)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ▼  2013 (13)
    • ▼  December (5)
      • EuroTrip: Paris Tayang di Majalah GADIS No. 01/2014
      • EuroTrip: Pakai Bahasa Indonesia Aja!
      • EuroTrip: Sopir Ganteng di Barcelona
      • EuroTrip: “Dirampok” Ryanair di Barcelona
      • EuroTrip: “Dimarahi” Pelayan di Roma
    • ►  November (2)
    • ►  October (6)

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes