My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio
Foto Ilustrasi: Pixabay

Saya dan Feny berlari-lari di Termini Station, Roma, Italia, mengejar bus yang akan kami naiki. Namun setelah akhirnya kami berada di dalam bus tersebut, kami harus turun kembali karena kami tidak diperbolehkan membayar tiket di dalam bus tersebut.

Ketika masuk ke dalam bus, saya langsung bertanya kepada sopir bus tersebut di mana saya harus membayar tiketnya. Saya berasumsi, tiket bus ini bisa dibeli atau dibayar langsung kepada sang sopir seperti halnya bus-bus yang saya naiki di Berlin, Jerman dan Barcelona, Spanyol. Rupanya ini tidak berlaku di Roma. Sopir tidak menjual tiket atau menerima pembayaran. Tiket harus dibeli di loket penjualan tiket di Termini Station.

Setelah ketemu loket penjualan tiket bus. Saya dan Feny memutuskan untuk membeli one day rome ticket, Metrebus Roma seharga 6 Euro. Dengan tiket ini, kami bisa naik turun bus sebanyak mungkin selama seharian sampai pukul 23:59. Tiket sudah di tangan, kami pun menunggu kembali bus dengan nomor yang sama.

Setelah berada di dalam bus, kami harus memasukkan tiket yang kami beli ke dalam mesin tiket yang berada di tengah-tengah bus. Kemudian tiket akan keluar kembali dan bisa kami gunakan untuk bus-bus berikutnya. Tidak ada sopir atau petugas lainnya di dalam bus yang mengawasi terhadap urusan tiket ini. Tiap orang bertanggungjawab sendiri untuk memasukkan tiket dalam mesin. Awalnya saya kagum dengan sistem ini karena itu berarti semua orang melakukan sendiri kewajibannya tanpa perlu diawasi.

"Di jakarta nggak bisa nih, diberlakukan sistem kayak gini. Bisa-bisa semua orang asal naik aja tanpa beli tiket," ucap Feny. Saya mengamini Feny. Tidak yakin apakah orang-orang di Jakarta, termasuk saya sendiri akan cukup disiplin membayar tiket tanpa ada pengawasan petugas.

Tapi setelah beberapa waktu berada di dalam bus tersebut dan melihat orang-orang hilir mudik naik turun bus, saya melihat ada yang aneh. Ada lebih banyak orang yang tidak memasukkan daripada memasukkan tiket ke dalam mesin otomatis itu. Saya sih, masih berpikir positif bahwa mungkin orang-orang tersebut memiliki keistimewaan untuk mendapat gratisan.

Tapi pikiran itu langsung berubah ketika saya mendengar bahwa Mira pun diajarin untuk tidak bayar tiket saat dia menaiki bus menuju Vatikan (Mira sempat memisahkan diri dari saya dan Feny karena dia mau beribadah). Rupanya saat di dalam bus, Mira pun bingung mau bayar tiket di mana. Tapi kenalannya di dalam bus tersebut yang merupakan orang Italia asli dan sama-sama hendak menuju Vatikan menyarankannya untuk tidak bayar.

Oala ternyata orang Italia juga suka gratisan ;p


----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Baca Juga:
  • EuroTrip: Pelajaran Halal dari Pria Katolik
  • EuroTrip: Dikejar-kejar Pria Italia
  • EuroTrip: "Dimarahi" Pelayan di Roma
Foto Ilustrasi: Pixabay

Setiap orang yang mampir ke hidup saya, selalu mempunyai makna. Saya percaya itu. Sangat percaya. Selalu ada pelajaran yang bisa saya ambil dari kehadiran orang-orang di sekitar saya. Termasuk saat saya bertemu dengan orang-orang baru di perjalanan saya ketika ke Irlandia, September 2013 lalu.

Salah satu orang yang saya temui dalam perjalanan saya di Irlandia bernama Michael. Dia pria yang dibesarkan secara Katolik. Namun, saat kebersamaan kami, saya dapat pelajaran tentang makanan halal darinya. Sebuah pelajaran yang tidak saya duga akan saya dapatkan dari seorang pria non Muslim.

Ceritanya berawal ketika kami mencari makan malam di Dublin. Saya tegaskan kepadanya bahwa saya tidak makan babi. Maka, kami pun mendaratkan pilihan di Apache Pizza yang berada di Bachelor’s Walk Street. Saya mau makan di sini karena saya lihat tempat ini menyajikan menu pizza dengan ayam dan nanas sebagai topingnya. 

Selesai memesan, saya mendapat pertanyaan kurang lebih seperti ini dari Michael: “Kamu tidak makan babi karena tidak suka atau karena babi itu tidak halal? Karena kalau alasannya halal, makanan di tempat ini juga tidak halal. Karena saya yakin mereka tidak berdoa saat menyembelih ayam-ayam itu.”

Tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu, saya terdiam sesaat, mencari kata yang tepat untuk dikeluarkan. Lalu saya jawab seperti ini kepadanya: “Nggak apa-apa, deh. Yang penting saya tidak makan daging babinya.” Michael menerima jawaban saya. Malam itu, kami makan bersama pizza yang kami pesan.

Jujur saya akui saya bukanlah Muslim yang relijius. Ada banyak peraturan dalam Islam yang belum saya jalankan dengan sempurna. Termasuk tentang makanan halal tersebut. Saya tahu ada beberapa syarat sehingga makanan bisa disebut halal. Salah satunya adalah disembelih dengan nama Allah SWT. Ini yang dimaksud Michael dengan berdoa.

Saya bisa saja berdalih dengan bilang bahwa sulit mencari makanan halal di Irlandia. Sehingga saya melakukan pembenaran: yang penting tidak makan babi/ anjing dan sejenisnya yang diharamkan. Tapi setelah saya pikir-pikir bukan itu poin utamanya. Karena di Indonesia pun saya melakukan hal tersebut. Saya melalaikan syarat-syarat lain tentang makanan halal.

Saya terbiasa dengan konsep: selama makanan itu bukan babi/ anjing atau sejenisnya yang diharamkan maka makanan tersebut halal. Padahal belum tentu juga makanan di rumah makan-rumah makan yang ada di sini halal. Selama rumah makan tersebut belum mendapat label halal dari MUI, mana saya tahu bagaimana cara mereka menyembelih hewan yang mereka sajikan, cara memasak atau bahan yang digunakan sudah memenuhi syarat halal atau belum.

Dan pertanyaan Michael 6 bulan lalu seperti menampar saya dari kelalaian tersebut. Saya malu dengan kenyataan bahwa dia yang bukan Muslim lebih perhatian terhadap hal tersebut dibandingkan saya. Saya berterima kasih kepada dia karena telah menyadarkan saya akan hal ini. Meskipun saya yakin, dia tidak menyangka bahwa apa yang dia ucapkan malam itu terus terpikir oleh saya sampai sekarang. Dan bahkan mungkin dia tidak akan pernah tahu akan hal ini.

Namun, pertanyaan baru timbul di kepala saya. Bagaimana caranya saya mulai menerapkan memakan makanan-makanan halal tersebut? Haruskah saya selalu makan di tempat-tempat yang sudah mendapat label halal dari MUI? Atau percaya saja dengan para penjual makanan pinggir jalan (salah satunya adalah penjual nasi goreng depan kosan saya) bahwa makanan mereka dijamin halal? 

----------@yanilauwoie----------
Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Baca Juga:
  • EuroTrip: Tempat Belanja Murah di Dublin, Irlandia
  • Irlandia: Arti Sebuah Keikhlasan
  • Ireland: Larger than Dreams 
  • EuroTrip: Salon Pencokelat Kulit 
Kalau artikel ini, dimuat di majalah kesayangan saya, GADIS :) Edar 7 - 17 Maret 2014.






Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie

YouTube: yanilauwoie

Baca Juga:
  • Irlandia: Arti Sebuah Keikhlasan
  • EuroTrip: Harga Makanan di Irlandia
  • EuroTrip: Tempat Belanja Murah di Dublin, Irlandia

Wihiii.. Satu lagi artikel saya tentang Irlandia terbit di majalah. Kali ini majalah Cita Cinta yang edar 3 - 17 Maret 2014 :)





 


Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie

Baca Juga:
  • Irlandia: Arti Sebuah Keikhlasan
  • Ireland: Larger than Dreams

“Bagaimana kabar visa Irlandianya? Sudah keluar belum?” Pertanyaan sejenis itu menghampiri saya 2 minggu menjelang keberangkatan saya ke Eropa. “Belum. Ya kalau visanya tidak keluar berarti memang belum jodoh pergi ke sana,” jawab saya sambil tersenyum pasrah kepada teman-teman dekat yang mengajukan pertanyaan tersebut.

Dublin Castle, Irlandia

Saat itu, saya berusaha pasrah meskipun di dalam hati, saya masih terus berharap visa Irlandia saya, Mira dan Feny akan keluar. Bisa menginjakkan kaki di Irlandia adalah impian saya sejak SMA. Negara ini pula yang menjadi alasan utama saya menabung mati-matian demi bisa melakukan EuroTrip. Jadi, bila saya akhirnya bisa menginjakkan kaki di Eropa namun tidak bisa ke Irlandia apa lah artinya perjalanan tersebut?

Namun saya sadar benar ketika semua usaha terbaik sudah dilakukan namun visa saya belum juga keluar itu berarti saya harus mengembalikan semuanya kepada Allah SWT. Pikir saya saat itu, ini bukan lagi perkara saya dengan konsulat Irlandia di Jakarta. Tapi ini adalah hubungan saya dengan Allah. Bila Allah memang mengijinkan saya pergi, apapun yang terjadi, visa itu akan keluar. Konsulat hanya lah perantara rencana Allah untuk saya.

Maka beberapa hari menjelang keberangkatan saya ke Eropa, doa saya pun berubah. Yang tadinya, “Ya Allah bantu lah agar saya, Mira dan Feny bisa mendapatkan visa Irlandia kami” menjadi “Tolong pilihkan yang terbaik untuk saya, Mira dan Feny. Bila yang terbaik adalah mengunjungi Irlandia tolong bantu kami agar visa kami keluar. Tapi bila bukan itu yang terbaik, tolong ikhlaskan saya ya Allah.”

Saya sudah kenal betul dengan konsep ikhlas. Saya pernah berada di posisi tidak mendapatkan keinginan saya. Butuh waktu bertahun-tahun sampai akhirnya saya bisa mengikhlaskannya. Punya pengalaman mengikhlaskan sesuatu tidak membuat ini menjadi lebih mudah. Tidak gampang membuang mimpi yang sudah sangat dekat untuk digapai hanya perkara visa. Hati saya sedih!

Ditengah kesedihan, saya terus meyakinkan diri bahwa saya harus menikmati perjalanan saya ke-5 negara Eropa lainnya meskipun tanpa Irlandia. Saya sudah mengeluarkan uang banyak untuk itu dan visa Schengen pun sudah saya peroleh. Banyak orang yang visa Schengen-nya ditolak tapi saya bisa mendapatkannya. Jadi paling tidak saya harus bersyukur untuk itu. Saya tidak ingin merusak apa yang sudah ada di tangan.

Minggu dini hari, 1 September 2013, akhirnya saya benar-benar menghapus impian saya ke Irlandia ketika saya naik ke pesawat dari Jakarta menuju Berlin, Jerman, tanpa visa Irlandia di tangan. Berita terakhir yang saya dapatkan dari konsulat Irlandia di Jakarta pada hari Jumat, 30 Agustus 2013 menyatakan bahwa belum ada kabar dari Irlandia.

Kesedihan saya akan kegagalan mendapatkan visa Irlandia sedikit terobati ketika saya sampai di Berlin karena kota ini menyenangkan. Tapi rupanya Irlandia tidak ingin begitu saja dilupakan oleh saya. Negara ini kembali menghampiri saya. Saat itu, saya sedang berada di ketinggian 203 meter di sebuah tempat wisata bernama Berlin TV Tower. Di sini saya bisa melihat seluruh pemandangan kota Berlin secara 360 derajat. Bahkan, bila cuaca cerah, bisa melihat kota-kota di Eropa yang dekat dengan Berlin dengan menggunakan teropong yang disewakan. Sayang, saat itu cuaca mendung.

Melihat hamparan kota Berlin, saya terpesona. Tidak menyangka akhirnya bisa berada di Eropa dan melihat pemandangan ini di depan mata. Saat itu juga saya tersadar bahwa Allah sungguh luar biasa baik kepada saya. Dia selalu menghadiahi saya berbagai hal luar biasa indah dalam hidup saya. Detik itu juga, rasa ikhlas yang beberapa hari belakangan berusaha saya tumbuhkan, menyusup begitu saja dalam hati saya.

Saat itu, saya tidak tahu apa yang Dia siapkan untuk saya tapi saya yakin itu pasti yang terbaik. Bahkan ketika Dia memutuskan untuk tidak mengabulkan doa saya untuk mengunjungi Irlandia, saya yakin itu bagian dari rencana terbaik-Nya untuk saya. Saya tidak seharusnya meragukan rencana-Nya. Dengan keyakinan itu, saya jadi bisa tersenyum begitu melihat tulisan “Dublin” sebagai salah satu kota yang bisa dilihat dari Berlin TV Tower tersebut.

“Jadi gimana? Masih pengen ke Irlandia?” Tanya Mira di tengah pemandangan Berlin yang mulai berubah dari sore menjadi malam hari.
“Masih. Tapi nggak tahu kapan. Tapi yang pasti, gue tidak menyesali apapun. Gue sudah memberikan usaha terbaik untuk mendapatkan visa itu. Jadi kalau belum bisa pergi ke Irlandia, itu berarti memang belum boleh sama Tuhan.”
“Iya. Siapa tahu di sana dingin banget dan akhirnya kalau lo ke sana, lo akan menyesal karena nggak bisa pergi kemana-mana,” Mira berusaha menghibur saya. Saya tersenyum mendengarkan usahanya.  

2 hari setelah kejadian itu, saya mendapat kabar dari Jakarta bahwa visa Irlandia saya, Mira dan Feny approved. Saya girangnya bukan main. Saking tidak percayanya saya sampai merasa tidak menjejak bumi. Meskipun saya sempat takut untuk pergi sendiri karena Feny dan Mira memutuskan tidak mau mengubah rencana kepulangan yang sudah diatur berbeda, saya berusaha berpikir positif bahwa lagi-lagi ini adalah rencana terbaik-Nya.

Setelah akhirnya saya menghabiskan waktu seminggu di Irlandia, saya mengerti kenapa saya harus melalui drama visa tersebut dan saya pun paham kenapa Allah mengirim saya sendiri ke sana. Pertanyan-pertanyaan di kepala saya terjawab. Dia menunjukkan (sekali lagi) kepada saya bahwa timing-Nya tidak pernah meleset, rencana-Nya tidak pernah salah dan selalu sempurna!

Ternyata rasa ikhlas itu tidak sia-sia. Saya hanya perlu berbaik sangka kepada-Nya karena Dia tidak pernah mengecewakan saya :)

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie

Baca Juga:
  • Ireland: Larger than Dreams
  • EuroTrip: Tempat Belanja Oleh-oleh di Dublin, Irlandia
  • EuroTrip: 5 Cinta 

Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2016 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ►  2015 (51)
    • ►  December (7)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (3)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ▼  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ▼  March (5)
      • EuroTrip: Orang Italia Juga Suka Gratisan
      • EuroTrip: Pelajaran Halal dari Pria Katolik
      • EuroTrip: Irlandia Tayang di Majalah GADIS No. 07/...
      • EuroTrip: Irlandia Tayang di Majalah Cita Cinta No...
      • Irlandia: Arti Sebuah Keikhlasan
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (13)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ►  October (6)

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes