My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio
Ini hari terakhir di tahun 2015. Saya pun berusaha untuk mengingat traveling stories saya di sepanjang 2015. Dari banyak hal yang saya alami selama traveling ke beberapa tempat, satu hal yang dapat saya simpulkan adalah: kita bisa berencana namun Tuhan lah yang menentukan.


Saya di depan Parliament of Victoria, Melbourne

Itu berlaku untuk semua aspek kehidupan, termasuk traveling. Saya sangat cinta sama Irlandia. Ingin rasanya bolak-balik ke sana. Tapi apa yang terjadi? Saya belum kembali ke sana sejak kunjungan di tahun 2013. Saya malah mengunjungi Australia lebih dari satu kali.

Tahun ini saja, saya sudah dua kali terbang ke Australia dan kalau ditambah dengan perjalanan di sekitar akhir tahun 2014, sudah tiga kali saya menginjakkan kaki di negeri kanguru tersebut. Mengunjungi tiga kota yang berbeda pula.

Banyak hal yang saya alami untuk pertamakalinya di Australia. Mulai dari menonton konser (selama ini saya hanya nonton konser di Indonesia), wine tasting sampai masuk sex shop. Plus, saya sempat merayakan ulangtahun saya di sana. Ini perayaan ulangtahun pertama bagi saya di luar Indonesia.

Pengalaman-pengalaman ini tidak saya duga akan saya alami di negara tersebut. Kenapa? Karena negara itu sebelumnya tidak ada dalam bucket list tujuan liburan saya. 

Saya sibuk bermimpi mengunjungi berbagai negara lain. Selain Irlandia, saya juga ingin ke Inggris dan Amerika Serikat. Tapi justru Australia lah yang menjadi "jodoh" saya untuk saya kunjungi berkali-kali. Sampai saya menulis ini, negara ini resmi menjadi negara yang paling banyak saya kunjungi untuk jalan-jalan atau liburan (bukan karena kerjaan).

Lagi-lagi saya percaya, Tuhan pasti punya rencana indah dengan mengirim saya berkali-kali ke sana. So no regret at all!

And Melbourne, I am missing you already. See you in 2016 :)

----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:
  • Diendus Anjing di Bandara Perth, Australia
  • Penginapan di Kuala Lumpur, Malaysia: Tune Hotel KLIA2
  • Penginapan di Perth, Australia: The Witch's Hat
  • Tip Hemat Jalan-jalan di Perth, Australia
  • Tempat Belanja di Perth, Australia
  • Mandarin is Not Orange

Foto ilustrasi: Pixabay

Saya tidak membawa obat terlarang, tidak bawa senjata atau sesuatu yang tidak diperbolehkan. Tapi ketika ada anjing petugas yang mengendus koper saya di bandara, tetap saja saya takut! Ini saya alami di bandara kedatangan di Perth, Australia pada Oktober 2015.

Seperti biasa saat mendarat dari penerbangan internasional, pemeriksaan sebelum keluar bandara cukup tegas. Pasalnya mereka tidak menginginkan pendatang membawa sesuatu yang bisa merugikan negara yang dikunjungi. Misalnya saja obat-obat terlarang atau tanaman yang mungkin bisa mendatangkan penyakit.

Karena itu, selain mengisi kartu imigrasi dengan berbagai pertanyaan. Mereka juga akan melakukan screening atau security check sebelum kita keluar bandara. Nah ketika di Perth, ada tiga jalur keluar yang berbeda. Jalur mana yang akan dilewati tergantung dari arahan petugas. Mereka akan meminta kita menunjukkan kartu imigrasi yang telah kita isi. 

Dari situ, ada yang dapat "free pass", saya menyebutnya demikian karena orang-orang ini diperbolehkan langsung keluar bandara tanpa screening lagi. Ada juga yang mendapatkan jalur kedua, di mana mereka harus men-screening barang-barang mereka. Lalu ada jalur ketiga, tanpa screening namun ada penjaga beserta anjing yang akan mengendus barang bawaan masing-masing penumpang.

Nah, saya dan teman saya Asri diarahkan ke jalur dengen endusan anjing. Saya tidak mengerti kenapa kami diarahkan ke sini. Kata Asri, "mungkin karena kita orang Asia yang terkenal suka bawa yang aneh-aneh." Mendengar ini saya langsung khawatir. Bukan karena saya bawa narkoba atau apa. Tapi kan, nggak lucu kalau tas saya dibongkar karena anjing tersebut mengendus bau teri dan cumi asin yang saya bawa jauh-jauh dari Indonesia.

Perasaan saya makin nggak keruan ketika melihat anjing tersebut menggonggong seorang wanita berwajah oriental. Dia tidak mau pergi dari koper wanita tersebut. Tanpa lama-lama, petugas langsung meminta wanita tersebut keluar antrian pemeriksaan. Dia pun diminta membongkar kopernya yang dirangkap oleh plastik pengaman.

Ketika si wanita bersusah payah membuka kopernya dari lapisan-lapisan plastik perekat. Giliran saya, Asri dan beberapa orang lainnya masuk ke antrian pemeriksaan. Anjing itu berjalan sambil dituntun petugas wanita. Dia berjalan sambil mengendus barang-barang bawaan tiap orang. Begitu si anjing mendekat, jantung saya berdegup kencang. Tapi saya terlewati oleh sang anjing. Seolah-olah saya tidak ada di situ. Wajar sih, soalnya koper saya tidak ada di sisi kiri, arah datangnya sang anjing.

Setelah petugas dan anjingnya sampai di orang paling terakhir, mereka kembali ke arah depan. Kali ini dari sisi kanan saya. Takutlah saya karena letak koper saya ada di sini kanan. Ya Tuhan saya berdoa dalam hati semoga anjing ini tidak mengendus aroma asin dari dalam koper saya. Tapi ketakutan saya lebih dari itu. Saya khawatir kalau seandainya koper saya dimasuki barang-barang terlarang oleh oknum tak bertanggungjawab, seperti cerita-cerita kejahatan yang saya dengar.

Petugas dan anjingnya akhirnya sampai di dekat saya. Anjing tersebut melengos setelah mengendus sebentar koper saya. Dia pun terus berjalan. Untuk beberapa detik saya lega, sampai saya melihat kepala anjing tersebut kembali menengok ke koper saya, seolah baru mendapatkan petunjuk ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

Aduh! "Kena nih, saya harus bongkar koper," begitu pikir saya saat itu. Jantung saya langsung berpacu cepat. Seandainya saja, anjing itu juga ditugaskan mencurigai orang karena degupan jantungnya yang luar biasa kencang, saya rasa saya akan diinterogasi saat itu juga.

Namun untungnya ketakutan saya tidak terbukti. Karena anjing tersebut hanya mengendus sekali lagi dan dia langsung pergi lagi, seolah kehilangan minat terhadap koper saya. Alhamdulillaaaaah. Saya pun langsung lega. Lebih lega lagi begitu petugas mengizinkan kami semua untuk keluar bandara. Sambil menggeret koper, saya masih melihat wanita oriental tersebut berkutat membongkar kopernya. Entah apa yang dia bawa.

Saat menulis ini, saya geli sendiri. Tidak seharusnya saya khawatir berlebihan karena toh saya memang tidak membawa sesuatu yang terlarang. Tapi percaya deh, begitu ada anjing petugas yang mengendus koper kita di bandara, logika hilang. Hanya rasa takut yang tersisa. 

Pffuuiihh...


Booking.com
----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:

  • Penginapan di Kuala Lumpur, Malaysia: Tune Hotel KLIA2
  • Penginapan di Perth, Australia: The Witch's Hat
  • Tip Hemat Jalan-jalan di Perth, Australia
  • Tempat Belanja di Perth, Australia
  • Mandarin is Not Orange
Saya dan teman saya, Asri menginap di sini ketika kami transit di KLIA2 dalam perjalanan Jakarta - Perth. Berikut adalah plus dan minus yang saya rasakan ketika menginap di sini pada bulan Oktober 2015.
Masing-masing kasurnya pun cukup luas untuk ditiduri sendiri

Plus:
  • Lokasi sangat strategis. Berada tepat di depan bandara Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA2) bikin Tune Hotel ini sangat mudah dijangkau. Mereka bahkan memiliki jalur khusus yang membuat tamu tidak perlu keluar bandara. Dari pintu kedatangan, saya hanya perlu berjalan ke arah pintu luar. Tepat sebelum pintu luar yang ke arah jalanan ada eskalator menuju ke bawah. Di ujung eskalator ada papan petunjuk yang mengarahkan ke Tune Hotel. Mengikuti papan petunjuk, saya dibawa ke dalam lorong dan di ujung lorong tersebut adalah pintu masuk Tune Hotel. 
  • Kamar luas. Saya menyewa kamar dengan twin bed. Untuk kamar yang memiliki dua tempat tidur, kamar ini cukup luas. Jadi leluasa meletakkan koper tanpa harus khawatir tabrakan dengan sesuatu.
  • Fasilitas oke. Untuk hotel transit, fasilitas yang ada di kamar ini cukup memuaskan saya. Ada AC, kipas angin, teve besar, handuk dan kamar mandi yang memiliki fasilitas air dingin dan panas.
  • Free wi-fi. Ini salah satu fasilitas yang saya sukai juga dari hotel ini. Saat check in di lobi, petugas akan memberikan password wi-fi yang bisa kita gunakan di dalam kamar.
  • Banyak colokan. Penting banget menginap di tempat yang memiliki banyak colokan untuk orang seperti saya dan Asri yang cukup connected dengan gadget. Dengan banyaknya colokan di kamar ini, kami nggak perlu rebutan.
  • Jendela besar. Saya selalu suka kamar yang memiliki jendela besar sehingga bisa mendapatkan sinar matahari yang banyak. Namun karena sampai sini malam hari dan pagi sekali sudah pergi lagi, jadi belum sempat menikmati sinar matahari.
  • Desain minimalis modern. Dibandingkan dengan desain hotel yang etnik atau sebagainya, saya lebih nyaman dengan hotel yang berdesain modern. Tune Hotel KLIA2 memenuhi syarat itu.

Minus:
  • Tidak ada lemari. Di dalam kamar tersedia gantungan baju dan tempat untuk meletakkan koper. Namun mereka tidak menyediakan lemari. Namun karena saya pun di sana untuk transit saja, jadi tidak terlalu mempermasalahkan hal ini.
  • Hanya satu kunci untuk satu kamar. Saya dan Asri mendarat dengan jam kedatangan pesawat yang berbeda karena itu waktu check in di hotel pun berbeda. Saya pun menginformasikan hal ini kepada petugas saat saya check in. Ketika Asri sampai, petugas mengantarkan Asri langsung ke kamar. Mereka tidak memberikan kunci tambahan kepada Asri.
  • Tidak disediakan air minum. Di dalam kamar tidak ada air kemasan komplimen yang biasanya disediakan oleh budget hotel dengan kelas yang kurang lebih sama. Tapi di area lobi tersedia galon air. Jadi kalau kita bawa botol minum, bisa mengisi air dari situ. Atau membeli air kemasan di minimarket yang ada di area hotel.
  • Tidak dapat sarapan. Saya tidak tahu apakah ini karena perbedaan pesanan harga atau semuanya tidak dapat sarapan. Namun ketika saya memesan kamar ini dari Traveloka di situ disebutkan tidak dapat sarapan.

Overall: 
Dengan harga Rp. 659.362,- per malam untuk dua orang, hotel ini highly recommended. Daripada di budget hotel lain dengan konsep dormitory yang harganya juga nggak beda jauh, lebih baik dapat private room dengan fasilitas oke seperti ini.

Note:
Yang saya tulis di atas berdasarkan pengalaman yang saya alami. Sangat mungkin mereka memiliki fasilitas lain di luar ini.

----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:


  • Penginapan di Perth, Australia: The Witch's Hat
  • Tip Hemat Jalan-jalan di Perth, Australia
  • Tempat Belanja di Perth, Australia
  • Mandarin is Not Orange
  • Harga Makanan di Perth, Australia
Ketika jalan-jalan ke Perth, Australia pada Oktober 2015, saya dan teman saya, Asri menginap di The Witch's Hat selama empat hari tiga malam. Berikut plus minus yang saya rasakan selama menginap di sini.


Plus
  • Desain lucu. Harus saya akui desain bangunannya yang seperti topi penyihir adalah hal pertama yang menarik perhatian saya ketika melihat hostel ini di situs-situs pemesanan hotel. Unik!
  • Sarapan gratis. Setiap pagi ada sarapan gratis yang tersedia di dapur. Meskipun sarapannya standar seperti roti dan cereal tapi lumayan daripada beli lagi. Plus, mereka menyediakan buah favorit saya, jeruk. So I was pretty happy about it.
  • Free wi-fi. Koneksi wi-fi ini tersedia di lounge room atau ruang teve. Koneksinya cukup bagus. Tapi sayangnya koneksinya nggak sampai ke kamar saya yang agak jauh dari ruang teve. Mungkin untuk kamar yang dekat dengan ruang teve, akan dapat koneksi internet ini.
  • Lokasi tenang. Lokasinya yang di dalam perumahan membuat tempat ini tenang, jauh dari kebisingan. Bahkan semua penghuni disarankan untuk tidak menimbulkan keributan di atas jam 10 malam karena takut mengganggu tetangga. Untuk saya yang sudah capek keliling seharian, hal ini menyenangkan.
  • Tersedia mesin cuci. Untuk yang menginap lama bisa mencuci sendiri di sini. Tentunya harus bayar dan membeli sabun/detergen.
Minus
  • Lokasi tidak di pusat kota. Yap, di satu sisi ini menyenangkan karena bisa mendapatkan suasana tenang namun di sisi lain cukup membuat lelah, terlebih bila habis jalan-jalan seharian. Terletak di pinggiran Northbridge (148 Palmerston Street, Perth, WA 6000, Australia), untuk mencapai area pusat kota Perth membutuhkan jalan kaki sekitar 15-20 menit atau bisa naik CAT bus terdekat sekitar tujuh sampai 10 menit jalan kaki dari hostel.
  • Lantai karpet. Saya selalu merasa tidak nyaman dengan kamar beralas karpet. Tapi tiga kali jalan-jalan ke Australia, semua hostel yang saya inapi (di Melbourne, Sydney, Perth) beralaskan karpet. Mungkin agar tidak terlalu dingin.
  • Tidak ada lemari. Hanya ada rak kayu untuk menyimpan pakaian atau benda-benda penting di dalam kamar. Namun saya tidak terlalu mempermasalahkan ini karena saya menyewa kamar privat yang berisi dua tempat tidur untuk dua orang. Jadi tidak terlalu khawatir untuk masalah keamanan.
  • Tidak ada private bathroom. Baik itu kamar private atau kamar dormitory semuanya menggunakan sharing bathroom. 
Overall:
Dengan harga 240 AUD untuk dua orang selama tiga malam dan mendapatkan private room, not bad.

Note:
Yang saya tulis adalah berdasarkan pengalaman saya ketika menginap di sana. Sangat mungkin mereka memiliki fasilitas lain yang tidak saya coba.


Booking.com
----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:


  • Tip Hemat Jalan-jalan di Perth, Australia
  • Tempat Belanja di Perth, Australia
  • Mandarin is Not Orange
  • Harga Makanan di Perth, Australia
  • People Do Stupid Things when Traveling
Saya sangat terbantu dengan keberadaan CAT bus selama saya di Perth pada Oktober 2015, jadi saya merasa perlu mengingatnya dalam bentuk catatan. Tapi selain CAT bus ada beberapa hal lain yang bisa dilakukan untuk penghematan selama jalan-jalan di Perth.

1. Keliling kota dengan CAT bus. Perth memiliki empat CAT bus, yaitu Blue CAT, Yellow CAT, Green CAT dan Red CAT. Semua bus ini bisa dinaiki oleh siapapun tanpa harus membayar apapun. Yap, ini adalah bus gratis. Tiap bus memiliki tujuan sendiri tergantung warnanya masing-masing. Namun tentu ada irisan antara bus yang satu dengan yang lainnya. Jadi kalau kita mau ke tujuan tertentu, perhatikan rute CAT bus (petanya bisa diambil di dalam bus) apakah melewati tujuan kita atau kita harus ganti CAT bus warna lainnya.


Tempat naik dan turun CAT bus. Di sini, ada keterangan waktunya kapan CAT bus berikutnya akan datang

2. Sharing makanan. Untuk yang pergi bareng teman-teman, sharing makanan bisa jadi salah satu cara berhemat. Saya pernah makan pho (makanan Vietnam) yang ukurannya luar biasa besar dan akhirnya tidak habis. Di saat yang bersamaan, teman saya, Asri juga makan pho yang sama dan tidak habis juga. Akhirnya menyesal kenapa tidak sharing makanan. Tapi memang harus dicek dulu sih, seberapa besar porsinya. Karena tidak semua porsi makanannya besar.


3. Bawa botol air. Yap daripada mengeluarkan sekitar 3 AUD untuk ukuran air 600 ml, lebih baik bawa botol air sendiri dan mengisinya dengan tap water dari keran-keran/tap yang tersebar di pusat kota. Sama seperti di Melbourne dan Sydney, di Perth juga cukup aman untuk minum tap water.


4. Pesan tap water di restoran. Karena tap water ini gratis, jadi kalau lagi makan di restoran minta aja tap water sebagai peneman makanan kita.


5. Kunjungi tempat wisata-tempat wisata gratis. King's Park, London Court, area Hay Street Mall dan Muray Street Mall adalah beberapa tempat menarik yang bisa kita kunjungi tanpa harus mengeluarkan uang. Oh iya, jangan lupa juga nonton film gratis di Northbridge Piazza. 


6. Pergi ke Rottnest Island di hari Selasa. Rottnest Island salah satu wilayah wajib kunjung bila sudah berada di Perth. Untuk sampai ke pulau kecil ini kita bisa naik kapal Ferry sekitar 1,5 jam dari pelabuhan di Perth. Nah biar lebih hemat, coba deh, pesan di hari Selasa karena khusus di hari ini ada potongan harga. Karena waktu yang terbatas di Perth saya tidak bisa ke Rottnest Island di hari Selasa. Saya pergi di hari Kamis dengan menggunakan ferry Rottnest Express seharga 119 AUD (ini sudah tiket ferry PP Rottnest - Perth dan sewa sepeda untuk keliling pulau).


7. Pergi ke Rottnest Island dari Fremantle. Kalau kebetulan kita punya agenda ke Fremantle, lebih baik ke Rottnest Island-nya dari Fremantle saja. Selain menghemat waktu karena perjalanannya searah, menghemat biaya juga. Ferry + sewa sepeda Fremantle - Rottnest PP hanya 99 AUD, ditambah biaya kereta PP 9 AUD total hanya 108 AUD. Lebih murah daripada berangkat dari Perth yang harganya 119 AUD. Saya waktu itu beli tiket ferry PP Perth - Rottnest tapi pulangnya sengaja turun di Fremantle untuk jalan-jalan di kota itu. Dari Fremantle saya naik kereta one way ke Perth seharga 4.5 AUD.


8. Gunakan kupon diskon. Di buku Hello Perth yang bisa didapatkan gratis di bandara banyak berisi kupon diskon untuk restoran, tur dan banyak lainnya. Selain bisa dapat potongan harga, buku ini juga lumayan untuk memberi gambaran apa yang bisa kita lakukan di Perth.



Booking.com
----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h


Blog Sebelumnya:
  • Tempat Belanja di Perth, Australia
  • Mandarin is Not Orange
  • Harga Makanan di Perth, Australia
  • People Do Stupid Things when Traveling
  • Belanja Barang-barang Branded Harga Murah di Australia


Saya tidak menyangka bahwa saya bisa memiliki perasaan seperti ini. Perasaan hangat sekaligus sakit karena merindu.

Merindu suatu tempat yang dipisahkan benua dengan jarak lebih dari 12.000 KM. Tempat yang ketika saya berada di sana membuat saya kangen dengan hangatnya Jakarta karena udara dinginnya yang begitu menggigit. Namun dinginnya kota itu justru memberikan kehangatan di dalam hati saya.

Rasa hangat karena akhirnya bisa bertemu dengan salah satu pusaran mimpi. Bukti bahwa Tuhan selalu mendengarkan desahan keinginan saya dan mengabulkannya walau itu berjarak 15 tahun kemudian. 

Kejadian tersebut sudah dua tahun berlalu namun hangatnya perasaan tersebut tidak pernah hilang dari saya. Kadang di waktu-waktu tertentu dia hadir kembali. Membawa kenangan akan pesonanya. Seolah bertanya, "kapan kamu akan kembali?"

Layaknya kekasih yang sudah lama tak berjumpa, saya ingin berlari kepadanya. Bercengkrama dalam dingin dan kembali merasa hangat. 

Ah Dublin, saya rasa saya jatuh cinta...

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie
Empat hari menikmati Perth, Australia pada Oktober 2015, saya sempat mengunjungi beberapa pusat perbelanjaan. Berikut beberapa di antaranya.

1. Area Hay Street Mall
Di sini berderet berbagai toko. Kebanyakan sih, toko pakaian. Kalau sudah sampai di area ini, wajib banget mampir ke London Court. London Court yang dibangun oleh pebisnis bernama Claude Albo de Bernales ini sebenarnya adalah sebuah gang yang menghubungkan antara Hay Street dengan St. Georges Terrace. Namun gang ini terlihat cantik karena desain-desain bangunannya dibuat menyerupai bagunan-bangunan di London. Nah, di sepanjang gang cantik ini berderet aneka toko. Mulai dari toko pakaian, sepatu, souvenir khas Australia sampai kerajinan khas Aborigin (yang merupakan suku asli Australia).

Di depan London Court

2. Area Murray Street Mall
Murray Street hanya berjarak satu blok dari Hay Street. Area ini juga merupakan kawasan belanja di Perth. Toko Cotton On, Zara dan Topshop Topman adalah sebagian dari banyaknya toko yang ada di area ini. Di sini juga ada public space untuk duduk-duduk. Tepatnya dekat gedung Commonwealth of Australia. Selain bisa santai-santai, lumayan bisa foto-foto dengan background gedung yang keren itu.

3. Raine Square Shopping Centre
Shopping Centre ini berada di Murray Street. Nggak jauh dari area Murray Street Mall. Saya sebenarnya tidak sengaja mengunjungi tempat ini. Saat itu, saya dan teman saya, Asri sedang menghabiskan waktu sebelum menuju bandara dengan menaiki CAT bus. Begitu melihat tulisan shopping centre, kami pun turun. Beruntungnya, di sini ada satu toko, namanya KK Clothing yang sedang closing sale. Jadi kami mendapatkan barang-barang bagus dengan harga amat sangat miring. Jadi yang tadinya cuma niat lihat-lihat, akhirnya kami harus menambah jejalan pakaian di koper. But it's worth it!


Booking.com
----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:
  • Mandarin is Not Orange
  • Harga Makanan di Perth, Australia
  • People Do Stupid Things when Traveling
  • Belanja Barang-barang Branded Harga Murah di Australia
  • Masuk Sex Shop bikin Jantung Berdebar
Kata "jeruk" bila diartikan dalam bahasa Inggris adalah "orange". Itu yang saya ketahui selama ini. Tapi hal itu berubah ketika saya melakukan perjalanan ke Australia pada bulan Mei lalu.

Saya pencinta jeruk. Bukan dalam artian craving for it badly. Bukan seperti itu. Hanya saja saya berusaha mendisiplinkan diri saya untuk selalu makan buah setiap hari. Karena jeruk adalah buah yang gampang ditemui dan mudah untuk mengupasnya maka saya pun menjatuhkan pilihan untuk memakannya setidaknya satu setiap hari.

Kebiasaan ini berusaha saya terapkan juga saat traveling. Pernah teman seperjalanan saya ke Bali, Laura terheran-heran ketika saya membeli satu kg jeruk kintamani untuk persediaan sekitar satu minggu di Bali.

Nah, ketika di Australia pun begitu. Ketika melihat jeruk di Paddy's Markets, Sydney dengan harga murah, mata saya langsung berbinar. Tag harganya tertulis: Mandarin ~Aus~ 1.49 AUD/kg. Saya langsung berpikir, "oh ini jeruk jenis mandarin". Kalau di Indonesia kan ada jeruk medan, jeruk kintamani, jeruk pontianak, dll. Nah ini jeruk mandarin. Karena tidak lama di Sydney, saya hanya membeli tiga buah jeruk mandarin tersebut dengan harga 60 cent.


Jeruk Mandarin ini rasanya manis

Dari Sydney, saya terbang ke Melbourne. Di sini saya pun merasa butuh untuk makan jeruk. Jadi saat sedang di supermarket (saya lupa namanya) bersama Trav, saya langsung ke bagian buah. Saya bilang sama Trav bahwa saya ingin membeli jeruk. Setelah saya menemukan yang saya cari, terjadilah percakapan kurang lebih seperti ini:

Trav: Katanya mau orange. Ini bukan orange, ini mandarin.
Saya: Iya sama aja. Ini mandarin orange. Orange-orange juga (saya berpikir dia menyarankan saya jenis jeruk lain)
Trav: Nggak sama, itu mandarin.
Saya: Kok jadi rasis gitu, sih? Membeda-bedakan jenis orange?
Trav: Huh? Itu bukan orange, itu mandarin. (Trav antara bingung dan kesal. Wajahnya menunjukkan "kok nih, anak dikasih tahu ngeyel ya?")

Hari itu, saya tetap membeli jeruk yang dibilang sama Trav bukan jeruk melainkan mandarin. Sampai beberapa hari kemudian, saya dan Trav ke supermarket di daerah Geelong. Kali ini ada bapaknya Trav ikutan. Saat kami sedang melewati deretan jeruk mandarin, Trav berhenti di depan jeruk tersebut dan bertanya sama bapaknya.

Trav: Kamu menyebut ini apa?
Bapaknya Trav: Mandarin
Trav: Yani bilang ini orange. Dia nggak percaya kalau ini namanya mandarin
Bapaknya Trav: Ini bukan orange. Ini mandarin. Orange yang itu. (tunjuk bapaknya Trav ke rak buah jeruk jenis lain)
Trav: (wajahnya menunjukkan: "apa gue bilang")

Saya pun berjalan ke arah jeruk yang ditunjuk oleh bapaknya Trav. Di situ tertulis navel orange. Buah jeruk asli Australia. 

Setelah mengamati berbagai jeruk di Australia, akhirnya saya paham bahwa nama "orange" di Australia tidak bisa diartikan untuk semua jenis jeruk. Jadi nama "orange" ditujukan untuk jeruk-jeruk berkulit keras macam navel, sunkist dan teman-temannya. Jeruk-jeruk yang cara makannya akan lebih baik dipotong langsung oleh pisau tanpa mengupas kulitnya. Sedangkan nama "mandarin" digunakan untuk jeruk yang kulitnya gampang dikupas. Kalau di Indonesia adalah semacam jeruk honey ponkam. 

Tapi sih bagi saya, itu tetap jeruk-jeruk juga. Meskipun tidak bisa diartikan lagi sebagai sama-sama orange ;p

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie


Blog Sebelumnya:
  • Harga Makanan di Perth, Australia
  • People Do Stupid Things when Traveling
  • Belanja Barang-barang Branded Harga Murah di Australia
  • Masuk Sex Shop bikin Jantung Berdebar







Saya mengunjungi Perth, Australia pada Oktober 2015. Selama empat hari di sana, inilah makanan yang saya makan beserta harganya.


Pho with beef & noodle. Restoran yang menjual ini punya lisensi Halal

  • 6 wicked chicken + chips/kentang goreng (ukuran large) di KFC CBD = 8.95 AUD.
  • Cheese pizza (1 loyang isi 8 potong) di Domino Pizza Northbridge = 6.95 AUD.
  • Air ukuran 600 ml di Domino Pizza Northbridge = 2.95 AUD.
  • Beef pepper rice + cheese di Pepper Lunch CBD = 9.90 + 1 AUD.
  • Fries ukuran medium di McDonalds CBD = 2.80 AUD.
  • 3 pieces chicken nuggets di McDonalds CBD = 2.95 AUD.
  • Pho with beef & noodle (ukuran super besar) di The Satay Club (Malaysian & Singapore), James Street Northbridge = 13.00 AUD.
  • Roti kosong di Rottnest Bakery, Rottnest Island = 1 AUD.
  • Fries ukuran kecil di Rottnest Bakery, Rottnest Island = 5 AUD.
  • Mie instan (Mame) rasa tomyam + jeruk mandarin di supermarket samping Rottnest Bakery, Rottnest Island = 6.5 AUD.
  • Nasi goreng ayam di Restoran Thailand Island, Freemantle = 11 AUD
  • Beef kimchi fried rice di Cup Station, Murray Street = 5.8 AUD

Booking.com

----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:
  • People Do Stupid Things when Traveling
  • Belanja Barang-barang Branded Harga Murah di Australia
  • Masuk Sex Shop bikin Jantung Berdebar
  • 10 Alasan Melbourne Kota Nyaman untuk Traveler
Banyak hal bodoh yang terjadi pada saya saat traveling. Rata-rata sih, karena ketidaktahuan atau terburu waktu yang membuat saya melakukan hal-hal yang kalau diingat lagi setelahnya membuat saya berpikir, "kok bisa sih, gue melakukan hal itu?" Nah salah satu kebodohan yang belum lama ini saya lalukan adalah ketika saya dan teman saya, Asri berplesiran pada Oktober 2015 lalu.

Pagi itu, saya dan Asri menggeret-geret koper dari Tune Hotel KLIA 2 (tempat kami transit semalam), Kuala Lumpur, Malaysia menuju terminal keberangkatan. Tujuan kami adalah terbang dengan pesawat AirAsia menuju Perth, Australia. Sampai di pintu terminal keberangkatan kami melihat giant screen yang berisikan semua jadwal penerbangan. Mata kami pun menangkap: AirAsia - D7 232 - Perth - Q10. Tanpa membuang waktu, kami pun langsung berjalan menuju arah gate Q. Dalam benak kami di situ lah counter check in di mana kami harus menaruh koper kami.

Setelah berjalan sekitar 15 menit, saya mulai merasa curiga bahwa Q10 yang dimaksud adalah gate untuk boarding, bukan untuk check in. "Nggak ah. Itu buktinya orang-orang juga masih pada bawa kopernya," ucap Asri saat saya mengungkapkan kekhawatiran saya. Namun saat kaki terus melangkah dan kami sampai pada koridor yang bertuliskan Q1 dan seterusnya, saat itu lah kami sadar bahwa kekhawatiran saya akan segera terbukti.

Pikiran saya pun langsung sibuk. Apa yang akan saya lakukan dengan koper 13 kg saya apabila mereka menolaknya. Solusi paling cepat yang terpikirkan oleh saya adalah membongkar koper dan membuang sebagian barang bawaan saya sehingga beratnya menjadi 7 kg, sesuai ketentuan yang diberlakukan maskapai AirAsia untuk koper yang boleh masuk kabin. Tapi PR selanjutnya adalah barang apa saja yang akan saya buang? Lalu apakah petugas tetap mengijinkan kami masuk dengan koper yang ukurannya melebihi ukuran koper kabin? Mendekati Q10, jantung saya pun berdegup kencang. Pasrah menunggu nasib apa yang akan dikenakan kepada koper saya oleh petugas. 


Counter check in AirAsia sebanyak ini tidak terlihat sebelumnya oleh saya dan Asri ;p

Setelah sekitar 30 menit berjalan, kami pun sampai di Q10. Petugas wanita sedang merobek potongan boarding pass para penumpang dan mempersilakan mereka masuk ke ruang tunggu. Untung kami sudah punya boarding pass (karena sudah web check in sejak di Jakarta). Lalu begitu tiba giliran kami, kurang lebih seperti ini percakapan kami dengan petugas wanita tersebut:
Asri: "Where we should put our bags?"
Petugas: "Up stair, level 3 at check in counter." (Mimik wajahnya priceless. Seolah-olah berkata, "Kok bisa pertanyaan bodoh itu keluar dari mulutnya?")
Saya: "Do we have time to go back there?" (Logikanya dibutuhkan paling sedikit 1 jam untuk ke counter check in dan kembali ke gate)
Petugas: "No"
Saya: "So what should we do?"

Petugas tersebut kemudian bertanya kepada rekannya yang seorang pria sambil berkata dalam bahasa Melayu, "Mereke tak jumpe counter check in." Lalu keduanya meminta boarding pass kami. Dari situ diketahui bahwa kami memang punya jatah bagasi 20 kg. Akhirnya koper kami dipasangkan tag bagasi. Tag yang awalnya bertuliskan Busan diganti menjadi Perth oleh petugas wanita tersebut. Dia menggantinya dengan pulpen melalui tulisan tangannya. Lalu mereka bilang agar kami meninggalkan koper-koper kami ke petugas di depan pintu masuk pesawat.

Namun kenyataannya kami bisa membawa masuk koper-koper kami untuk diletakkan di kabin. Meskipun pramugari yang menyambut kami di pintu masuk pesawat sempat memberikan tatapan bingungnya setelah mendengar bahwa kami tidak menemukan counter check in. 

Pffffuuuih.. Saya dan Asri beruntung kami sudah web check in, beruntung juga bawa koper yang masih bisa masuk kabin dan lebih beruntung dipertemukan dengan petugas-petugas AirAsia yang berbaik hati memaklumi kebodohan kami :)


----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:
  • Belanja Barang-barang Branded Harga Murah di Australia
  • Masuk Sex Shop bikin Jantung Berdebar
  • 10 Alasan Melbourne Kota Nyaman untuk Traveler
  • 7 Tipe Orang Menyebalkan di Pesawat



Belanja di luar negeri, apalagi yang memiliki nilai mata uang di atas rupiah rasanya selalu sukses bikin saya menghitung perbandingan kurs dan ujung-ujungnya sebal karena harganya mahal. Jadi ketika Oktober 2015 lalu saya ke Australia dan bisa menemukan barang-barang dengan brand ternama namun harganya lebih murah dari di Indonesia, saya langsung menyesal kenapa tidak membawa koper lebih besar. Hahaha... Berikut tempat-tempat yang menjual barang-barang branded di Australia dengan harga murah. 

1.  Baines Beach Surf Factory Outlet
Factory outlet ini menjual barang-barang asli brand Rip Curl. Harganya jauh lebih murah karena barang-barang yang dijual adalah barang-barang penghabisan dari produksi sebelumnya. Jadi semua harganya miring. Tas-tasnya dijual dengan diskon 30%, kaos wanita dijual dengan harga 30 AUD untuk dua buah dan yang paling bikin saya melotot adalah bikini cuma dijual seharga 10 AUD saja (5 AUD untuk top dan 5 AUD untuk bottom). Ini bikini Rip Curl asli lho, dan harganya cuma 10 AUD saja! Gila! Toko ini beralamat di 16 Baines Cres, Torquay, Victoria, Australia. Sekitar satu jam perjalanan dari Melbourne. Letaknya berada di belakang Rip Curl Store yang beralamat di 101 Surf Coast Hwy, Torquay, Victoria, Australia. Sebagai info, di Torquay lah Rip Curl pertama kali didirikan sebelum brand ini mendunia.

2. Quiksilver and Roxy Factory Outlet
Factory outlet ini berada tepat di samping Baines Beach Surf Factory Outlet. Dari namanya sudah bisa diduga barang-barang dari brand apa yang dijual di toko ini. Di pintu masuk disebutkan bahwa factory outlet ini menjual barang-barang sample, line/barang-barang yang sudah tidak diproduksi lagi dan barang-barang second. Harga jaket atau jumper hoodie Roxy baru dijual dengan potongan harga 30%, top Roxy baru dengan potongan harga 70% dan bikini Roxy baru dengan potongan harga 70%.  

3. Cotton On Store
Toko Cotton On yang saya datangi adalah yang berada di Torquay juga. Alamatnya di T27 Torquay Central, 41 Bristol Road. Sebenarnya harga barang-barang yang ada di toko brand asal Australia ini nyaris sama dengan harga barang-barang Cotton On yang ada di Jakarta. Kalau pun ada perbedaan tipis, paling hanya karena kurs rupiah - AUD yang naik turun. Tapi saat saya belanja di Cotton On Torquay, saya menemukan barang-barang sale yang harganya fantastis. Misalnya ada dompet kecil seharga 2 AUD, Pashmina 3 AUD, T-Shirt yang awalnya seharga 19,90 AUD dijual dengan harga 5 - 10 AUD, jaket denim yang di Jakarta seharga nyaris 500 ribu, di sana seharga 25 AUD dan sepatu ankle boots seharga 20 AUD. Tapi karena ini barang-barang sale tentu ukurannya tidak semuanya ada.

4. Rubi Store

Saya mendatangi toko brand yang saudaraan dengan Cotton On ini di Bourke Street, Melbourne. Sama seperti Cotton On, harga sepatu Rubi yang murah adalah yang tentunya sedang sale. Karena saat saya berkunjung ke Australia sedang musim spring menuju summer, jadi ada sepatu-sepatu untuk winter seperti booth dijual dengan harga sangat miring. Saya sempat membeli sepasang sepatu ankle boots yang tadinya dijual dengan harga 59,90 AUD dengan hanya 15 AUD saja.

Kuncinya untuk belanja barang-barang branded murah di Australia adalah melihat apakah label tersebut punya factory outlet atau sedang sale. Happy shopping! 


Booking.com
----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:
  • Masuk Sex Shop bikin Jantung Berdebar
  • 10 Alasan Melbourne Kota Nyaman untuk Traveler
  • 7 Tipe Orang Menyebalkan di Pesawat
  • Traveling is Easier when You're Beautiful
Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2016 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ▼  2015 (51)
    • ▼  December (7)
      • You Can't Expect Life Like You Plan
      • Diendus Anjing di Bandara Perth, Australia
      • Penginapan di Kuala Lumpur, Malaysia: Tune Hotel K...
      • Penginapan di Perth, Australia: The Witch's Hat
      • Tip Hemat Jalan-jalan di Perth, Australia
      • Ah Dublin, Saya Rasa Saya Jatuh Cinta...
      • Tempat Belanja di Perth, Australia
    • ►  November (4)
      • Mandarin is Not Orange
      • Harga Makanan di Perth, Australia
      • People Do Stupid Things when Traveling
      • Belanja Barang-barang Branded Harga Murah di Austr...
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (3)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (13)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ►  October (6)

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes