My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio
"Ikuti terus sungai ini, nanti akan sampai di Rod Laver Arena. Nanti pasti banyak orang yang jalan kaki menuju ke sana, ikuti aja arus orang-orang tersebut," ucap Trav saat melepas saya di tepi Sungai Yarra.

Malam itu, 8 Mei 2015, Trav dan saya punya agenda yang berbeda. Dia menonton pertandingan sepak bola Australia dengan ayahnya sementara saya menonton konser Backstreet Boys (BSB) yang digelar di Rod Laver Arena, Melbourne. Karena itu kami memutuskan berpisah di tepi sungai Yarra. 

Saya sebenarnya bukan penggemar berat BSB. Bahkan saat masa remaja dulu saya pernah beradu argumen dengan sepupu saya, Yuni mengenai siapa boyband terbaik. Dia tim pembela BSB sementara saya fans berat Boyzone. Tapi saya akui ada beberapa lagu BSB yang cukup saya nikmati.

"BSB yang ada Ronan Keatingnya, kan?" Trav sempat bertanya dengan polos. Dengan geregetan saya jelaskan bahwa Ronan Keating itu anggota Boyzone dan bukan BSB. "Lalu kenapa kamu nonton BSB? Bukannya sukanya sama Boyzone?" lanjut Trav bingung. 

"Aku belum pernah menonton konser di luar negeri. Jadi ingin tahu gimana suasana konser di sini," jawab saya. Yap alasan utama saya menonton konser BSB di Melbourne bukan semata-mata saya suka beberapa lagu mereka. Tapi demi mewujudkan salah satu impian menonton konser di luar negeri. 

Saya penyuka musik dan sudah menonton banyak konser musisi nasional dan internasional di Indonesia. Tapi saya belum pernah menonton konser di luar Indonesia. Karena itu saat tahu BSB menggelar konser dengan jadwal yang sama dengan jadwal saya jalan-jalan di Melbourne maka saya pun tidak mau melewatkan kesempatan tersebut.

Setelah menyusuri Sungai Yarra, saya akhirnya sampai di lokasi konser. Perasaan semangat langsung memenuhi saya. Di pintu gerbang, ada petugas yang memeriksa tas para penonton. Sama seperti di Indonesia, tidak boleh membawa makanan dan minuman masuk ke lokasi konser. Orang-orang pun menghabiskan minumannya dan membuang botol minumannya di tong sampah. Ada juga yang meninggalkan minumannya di meja-meja di depan para penjaga. 

Lepas dari penjaga yang memeriksa tas, dilanjutkan dengan pemeriksaan tiket. Saya hanya perlu men-tap tiket saya pada mesin yang tersedia baru saya bisa masuk melewati palang besi. Persis seperti mesin pemeriksaan tiket saat mau naik Trans Jakarta. Selanjutnya setelah melewati palang besi tersebut saya sampai di dalam ruangan. Tapi belum ruangan konser diadakan, melainkan baru di lobinya. 


Lobinya cantik

Lantai lobinya beralas karpet dan di sekeliling lobi banyak penjual makanan. Mulai dari snack seperti keripik sampai yang agak berat seperti hot dog tersedia di sini. Minumannya juga beraneka ragam, dari soda sampai minuman beralkohol seperti wine tersedia. Selain itu ada juga merchandise BSB yang diperdagangkan.

Ketika masuk ke dalam ruangan konser ada petugas yang membantu di mana lokasi saya duduk. Tiap orang harus duduk di kursi yang ditentukan sesuai yang tertera di tiket. Arena yang bisa menampung 15 ribu orang ini tidak menyediakan untuk penonton berdiri.

Ketika saya sampai di tempat duduk saya, kursi-kursi di sekitar saya masih kosong. Saya memperhatikan di depan kursi saya alias belakang kursi penonton depan saya tersedia tempat untuk menyimpan minuman. Lubang layaknya tempat minuman di kursi bioskop.

Saya tadinya berasumsi konser ini tidak sold out. Tapi satu persatu orang berdatangan. Mereka membawa makanan dan minuman yang tentunya dibeli di lobi. Saya sempat melotot saat ada seorang wanita yang mencari kursinya sambil membawa gelas kristal (ya mungkin bukan kristal asli) dengan isi minuman merah gelap yang saya duga wine. Ini jelas pemandangan yang tidak pernah saya temui saat menonton konser. Bukan perihal minuman beralkoholnya namun gelasnya yang seperti untuk makan malam formal.


Penuuuuh

Setelah penampilan opening act grup wanita yang terdiri dari 4 orang wanita yang berasal dari Texas, Amerika Serikat, arena konser nyaris penuh dan benar-benar penuh saat BSB mulai tampil pukul 20.43.

Tidak saya sangka saya sangat menikmati aksi mereka selama 2 jam penuh. Bukan hanya berhasil membawa memori masa remaja kembali dengan lagu-lagu As Long As You Love Me, I'll Never Break Your Heart dan favorit saya, Quit Playing Game With My Heart. Cara mereka berinteraksi dengan penonton dan beraksi di atas panggung juga benar-benar total. Terlintas di benak saya, seandainya saja Yuni ada di sini. Tentu dia akan sangat kegirangan melihat idolanya belum kehilangan pesonanya.


Dengan umur yang tidak muda lagi, mereka tetap lincah nge-dance

Hidup memang lucu, saya yang berharap konser pertama luar negeri yang saya tonton adalah Boyzone di Dublin, Irlandia, malah menjadi BSB di Melbourne, Australia. But it really was a good concert.

Oh satu lagi yang harus saya ceritakan adalah saat konser usai dan saya menuju keluar, saya melihat gerombolan wanita yang merapat di pagar pembatas dan sedang memandang ke bawah. Kepo, saya ikut mendekat dan ternyata di lantai bawah para personel BSB sedang berjalan menuju mobil yang akan membawa mereka. 

Teriakan-teriakan para wanita memanggil nama para personel BSB pun terdengar. Apalagi saat para personel itu menoleh ke atas dan melambaikan tangannya, jeritan kembali terdengar. Jeritan baru reda ketika mobil-mobil hitam yang membawa BSB jalan dan menghilang dari pandangan.

Benar-benar pengalaman nonton konser yang seru. What a night :)

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie


Blog Sebelumnya:
  • Tim Sepak Bola Warisan Keluarga
  • 3 Makanan Terlezat di 3 Negara
  • Roma, Italia Publish di Majalah GADIS No.21/2015
  • 13 Tempat Wisata Gratis di Melbourne, Australia (Part 2)
  • 13 Tempat Wisata Gratis di Melbourne, Australia (Part 1)
Suatu siang di bulan Mei, saya dan Trav bergegas naik tram menuju Melbourne Cricket Ground (MCG). Kami ingin nonton pertandingan sepak bola Australia. 

Saya sebenarnya bukan penggemar sepak bola. Apalagi sepak bola Australia yang cara mainnya berbeda dengan sepak bola Indonesia atau Eropa, mana saya ngerti? Hari itu pun tim yang bermain bukan tim favorit Trav. Jadi sebenarnya tidak ada keharusan bagi kami untuk hadir di MCG. 

Namun saya penasaran ingin tahu bagaimana stadion terbesar di Australia dan no. 12 terbesar di dunia ini. Sedangkan Trav, selaku warga Australia yang bangga dengan negaranya selalu ingin menunjukkan sesuatu kepada saya. Alhasil di hari terakhir kunjungan saya di Melbourne, saya dan Trav nonton pertandingan yang tidak kami rencanakan sebelumnya.

Saat di tram, saya sempat memperhatikan 4 orang yang saya duga adalah 1 keluarga. Mereka terdiri dari pasangan muda serta 2 anak mereka yang terdiri dari perempuan (si kakak) dan laki-laki (si adik). Si kakak yang rambut pirangnya dikuncir kuda memakai slayer yang warnanya senada dengan bajunya, kuning kecokelatan. Saya melirik si adik yang juga memakai slayer dan baju yang sama. Kemudian setelah melihat kedua orangtuanya yang juga memakai seragam yang sama, saya yakin mereka pendukung salah satu tim yang akan kami tonton. 

"Mereka pendukung tim Hawtorn. Warnanya bukan kuning cokelat tapi warna seperti kotoran manusia," jawab Trav sambil nyengir ketika saya menanyakan kepadanya kira-kira keluarga ini pendukung tim mana. 

Saya melihat tram dipenuhi warna kuning cokelat dibanding merah yang menjadi simbol tim lawan, yaitu tim Melbourne. "Para pendukung tim Melbourne terkenal lebih suka liburan daripada mendukung tim sepak bolanya," tambah Trav.

Selanjutnya Trav bilang bahwa Hawtorn adalah juara Australian Football League (AFL) tahun lalu. "Tahun 2008, Hawtorn pernah berada di final bareng Geelong. Hawtorn menang dan mempermalukan Geelong. Karena itu aku harap pertandingan ini Melbourne yang menang dan bukan Hawtorn," cerocos Trav.

Hmm.. Saya langsung mengerti kenapa Trav bilang warna Hawtorn seperti kotoran manusia. Rupanya dia bete dengan tim yang pernah mengalahkan tim favoritnya tersebut. Trav pendukung fanatik tim Geelong. "Aku jadi penggemar Geelong selama aku hidup," jelas Trav. Tentu saja yang mengenalkan tim ini kepadanya adalah ayah Trav yang memang berasal dari Geelong (sekitar 1 jam dari Melbourne).


Stadion MCG ini sungguh besar dan bagus


Sesampainya di MCG saya melihat banyak orangtua yang datang bersama anak-anak mereka. Di deretan kursi depan saya sisi kanannya diisi oleh 2 orang bapak-bapak dengan 2 anak laki-laki berusia sekitar 4-5 tahun. Sementara di sisi kirinya, ada seorang Ibu membawa 1 orang anak laki-laki berusia tidak jauh berbeda. Melihat seragam yang dikenakannya mereka adalah pendukung tim Hawtorn yang hari itu memenangkan pertandingan.

Mungkin anak-anak tersebut dan kakak-beradik yang ada di tram akan tumbuh besar seperti Trav yang menyukai tim sepak bola karena warisan orangtuanya. Sama seperti Trav yang mulai mewariskan juga kepada anak laki-lakinya yang berusia 5 tahun untuk suka kepada Geelong. 

Kemarin malam saya mengobrol dengan mereka berdua lewat video call. Trav bercerita bahwa mereka dan ayah Trav baru saja pulang nonton pertandingan sepak bola di mana Geelong bermain. Keduanya sedih karena Geelong kalah lagi dari Hawtorn. Namun dengan mata berbinar-binar mereka menyanyikan lagu anthem tim Geelong kepada saya. Saat itu saya yakin, ikatan yang dihadirkan lewat sepak bola tersebut akan selalu menyatukan mereka sampai kapan pun :)



----------@yanilauwoie----------

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • 3 Makanan Terlezat di 3 Negara
  • Roma, Italia Publish di Majalah GADIS No.21/2015
  • 13 Tempat Wisata Gratis di Melbourne, Australia (Part 2)
  • 13 Tempat Wisata Gratis di Melbourne, Australia (Part 1)
Saya bukan ahli kuliner. Bukan juga pengejar makanan tertentu saat traveling ke suatu tempat. Namun tiga makanan yang saya nikmati saat sedang liburan beberapa waktu lalu, tidak bisa hilang dari rekam jejak lidah saya. Setelah jalan-jalan ke 12 negara, tiga makanan di tiga negara ini saya nobatkan sebagai makanan terlezat yang pernah saya cicipi saat traveling.

1. Pizza di Roma, Italia 


Bawang merah mentah meninggalkan after taste yang sungguh membuat lidah saya tidak nyaman. Karena itu saya kurang menyukainya. Namun itu berubah ketika saya makan pizza di Restoran La Famiglia yang berada di Via Gaeta, 66, 00185, Roma pada tahun 2013 lalu. Saat itu saya memesan pizza dengan campuran mozzarella cheese, tomat, tuna dan bawang merah. Ketika pelayan menyajikan pizza tersebut, saya sempat kaget, tidak menduga bahwa bawang merahnya adalah bawang merah mentah. Sempat ragu untuk memakannya dan tidak yakin pula bisa menghabiskannya karena ukurannya yang besar. Namun kenyataannya saya tidak bisa berhenti makan sampai potongan akhir. Tunanya sangat enak, kejunya terasa pas tidak berlebihan, bahkan si bawang merah yang tidak saya sukai itu sukses melengkapi kelezatan pizza tersebut. Belum pernah saya menghabiskan pizza berukuran besar sendirian. Sempat terpikir mungkin ketipisan pizza ini yang membuat saya tidak gampang kenyang tapi saya sangat yakin, itu bukan penyebab utamanya. Alasan kuatnya adalah kelezatan rasa pizza itu yang membuat saya terus mengunyah sampai akhir. Benar-benar pizza terenak yang pernah mampir di lidah saya.

2. Kebab di Berlin, Jerman 


Saat melakukan EuroTrip pada tahun 2013 lalu, saya sempat makan kebab di tiga kota dari tiga negara berbeda, yaitu di Berlin, Jerman, Barcelona, Spanyol dan Dublin, Irlandia. Paling tidak enak adalah kebab yang saya makan di Dublin. Bukan saja karena rasanya yang menurut saya aneh namun kebab ini juga membuat perut saya sakit. Sedangkan kebab terlezat yang saya makan adalah yang di Berlin. Nama kebabnya Doner in Teigrolle di OBA Cafe Restaurant, dekat tempat wisata Checkpoint Charlie, Berlin. Sayurnya segar, daging sapinya banyak dan paduan bumbunya sangat terasa. Untuk lidah saya yang sangat terbiasa dengan bumbu, kebab ini sungguh nikmat. Saking nikmatnya saya sampai bisa menghabiskan kebab yang bagi saya porsinya ini sangat jumbo. Satu hal lagi yang saya suka dari kebab ini adalah membuat saya merasa guilty free karena halal :)

3. Cheesecake di Great Ocean Road, Australia


"Life is uncertain. Eat dessert first." -Ernestine Ulmer. Quote tersebut pas banget dengan kondisi saya saat itu (tahun 2014). Ketika sudah menghabiskan waktu cukup lama berkendara dari Melbourne, saya tidak tahu kapan tepatnya akan sampai di kawasan wisata Twelve Apostles. Untung saja, saya dan rekan seperjalanan saya, Trav memutuskan untuk istirahat dulu. Kami mampir di Apollo Bay Hotel, kawasan Great Ocean Road. Di hotel tersebut saya menemukan dessert bernama Macamedia Cheesecake. Tidak ada yang merekomendasikan dessert tersebut. Saya pun memesannya karena saya penyuka keju dan sudah sering makan cheesecake dari beberapa kafe atau cake shop di Jakarta. Namun belum pernah saya merasakan cheesecake selezat itu dalam hidup saya. Lembutnya cake berpadu dengan gurih asin keju serta krim yang memiliki tingkat kemanisan pas, membuat lidah saya tidak bisa berhenti sampai suapan terakhir. Bahkan ketika saya menuliskan ini pun, air liur saya menetes. Literary the best cheesecake I ever ate so far!  

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Roma, Italia Publish di Majalah GADIS No.21/2015
  • 13 Tempat Wisata Gratis di Melbourne, Australia (Part 2)
  • 13 Tempat Wisata Gratis di Melbourne, Australia (Part 1)
  • Sydney, Australia Publish di Majalah GADIS No. 20/2015 
Saya tidak menjelajah seluruh Roma saat di sana. Tapi apa yang saya tuliskan di majalah GADIS edisi terbaru, edar 4 Agustus 2015 adalah yang wajib didatangi saat berkunjung ke sana :)





Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie

YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • 13 Tempat Wisata Gratis di Melbourne, Australia (Part 2)
  • 13 Tempat Wisata Gratis di Melbourne, Australia (Part 1)
  • Sydney, Australia Publish di Majalah GADIS No. 20/2015 
  • Penguin Parade, Phillip Island Publish di Majalah Reader's Digest Indonesia Edisi Juli 2015 
Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2016 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ▼  2015 (51)
    • ►  December (7)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ▼  August (4)
      • Backstreet Boys, Konser Luar Negeri Pertama
      • Tim Sepak Bola Warisan Keluarga
      • 3 Makanan Terlezat di 3 Negara
      • Roma, Italia Tayang di Majalah GADIS No. 21/2015
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (3)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (13)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ►  October (6)

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes