After Living in Melbourne for Months, I am Proud to Call Myself Indonesian


Hari itu pada bulan Juni 2017, saya secara resmi siaran untuk pertama kalinya di Radio Kita Melbourne, sebuah program radio berbahasa Indonesia yang disiarkan di 3ZZZ, sebuah radio komunitas terbesar di Australia yang menyiarkan program dari 63 negara. Di tengah siaran, tiba-tiba telepon di studio berbunyi.

“Yani, saya Sjahisti. Suara kamu bagus banget,” begitu sapa suara di ujung telepon. Awalnya saya mengira ibu Sjah adalah salah seorang pendengar Radio Kita namun ketika partner siaran saya yang sekaligus adalah Convenor Radio Kita, Mas Petrus menjelaskan siapa beliau, saya akhirnya tahu bahwa ibu Sjah lebih dari sekadar seseorang yang saat itu mendengarkan siaran saya. 


Keluarga Radio Kita Melbourne

Memiliki pengalaman puluhan tahun di bidang penyiaran, baik di Indonesia maupun Australia, ibu Sjah kaya akan ilmu penyiaran. Karena itu ada perasaan membuncah di dada saya mendengarkan pujian itu keluar dari seorang sehebat dia. Saya yang saat itu merupakan pendatang baru di Melbourne, langsung merasa menemukan rumah baru. Menemukan kehangatan Indonesia di cuaca dingin Melbourne. Sejak saat itu, Radio Kita menjadi my new happy place.

Saya yakin setiap sukarelawan yang ada di Radio Kita (Nina, Morgan, Feli, Anet, Mbak Okti, Mas Iman, Mbak Julia, Rulla, Diena, dan yang lainnya) memiliki alasan masing-masing kenapa kami mau bekerja tanpa dibayar. Namun saya percaya semua alasan yang berbeda disatukan oleh perasaan yang sama, yaitu kami menemukan “rumah Indonesia” kami di sana. Rumah yang akan selalu mengingatkan asal-usul kami. Rumah yang memiliki budaya yang kaya yang akan terus melekat pada diri kami sebagai individu kemanapun kaki melangkah. Saya pribadi merasa luar biasa bangga bisa mengenalkan sedikit budaya ini melalui program Radio yang mengudara di Australia.


Mbak Maria (memakai baju biru)

Di luar komunitas Radio Kita, saya menemukan banyak sekali orang Indonesia di Melbourne yang bukan hanya bangga dengan ke-Indonesia-annya tapi juga mau melakukan usaha lebih untuk mengenalkan budaya Indonesia ke khalayak umum di Melbourne. Salah satunya adalah Mbak Maria Leeds “Sang Penari”. 

Beliau adalah penari Indonesia ternama di Melbourne. Sepak terjangnya sebagai penari tak perlu diragukan lagi. Saya mengenalnya ketika dia datang ke Radio Kita untuk mempromosikan acara Celebration of Indonesia di mana dia bertindak sebagai koreografer. Dari pertemuan tersebut, saya bisa melihat bahwa dia memang tidak lagi tinggal di Indonesia namun Indonesia tidak pernah bisa dipisahkan darinya.   


OZIP Crew

Selain Mbak Maria, saya juga beruntung bisa berkenalan dengan orang-orang di balik majalah OZIP, majalah komunitas Indonesia di Australia. Bu Lydia, Mbak Kat, Taiyo, Seeta, Evelynd, Vonny, dan nama-nama lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, yang membuka mata saya bahwa banyak orang Indonesia hebat di Melbourne yang mau mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk menghadirkan pemberitaan-pemberitaan positif tentang Indonesia. 

Rasa bangga saya akan Indonesia makin terasa ketika saya bertemu dengan orang-orang non-Indonesia yang memiliki kecintaan luar biasa besar terhadap Indonesia. Saya pertama menyadari ini ketika saya rutin menghadiri language exchange yang diselenggarakan oleh AIYA (Australia – Indonesia Youth Association) chapter Victoria. 

Teman-teman AIYA Victoria

Acara yang rutin digelar setiap Rabu malam tersebut selain dipenuhi oleh orang Indonesia (Stephen, Momo, Bayu, Zacky, Farah, Dede, dll) dibanjiri juga oleh para non-Indonesia yang memiliki ketertarikan terhadap budaya, terutama bahasa Indonesia. Di antaranya adalah Estelle, Liam, dan Dylan yang merupakan orang Australia dan Sam yang asli Amerika Serikat. Lalu ada juga Warsono yang berasal dari Tiongkok namun semangat sekali belajar bahasa Indonesia. 

Melalui AIYA Victoria juga saya beberapa kali ikut terlibat sebagai sukarelawan di festival-festival bahasa Indonesia yang digelar oleh sekolah-sekolah di Victoria. Salah satunya adalah festival bahasa Indonesia yang digelar di Bendigo. Saya ke sini bersama sukarelawan lainnya, yaitu Lukman dan Ivan yang sama-sama orang Indonesia, Emily dari Malaysia, dan Luke orang Australia namun memiliki ibu orang Indonesia. 

Para sukarelawan festival bahasa Indonesia di Bendigo

Kami hadir di festival tersebut untuk membantu VILTA (Victorian Indonesian Language Teachers Association) yang hari itu diwakili oleh Erin dan Rachel. Melihat para anak sekolah yang bukan orang Indonesia ini berkumpul serta berusaha berbicara dan bahkan nge-rap dalam bahasa Indonesia sukses mengaduk perasaan saya. Lucu sekaligus membanggakan!

Orang-orang yang berdedikasi terhadap bahasa Indonesia juga saya temukan melalui NAILA (National Australia Indonesia Language Awards), sebuah kompetisi berbahasa Indonesia tingkat nasional di Australia. 2017 adalah tahun ketiga kompetisi ini dilangsungkan. Saya bergabung di sini sebagai Senior Communication and Media Officer.  

Saya harus angkat topi untuk teman-teman di NAILA karena bisa menyelenggarakan kompetisi tingkat nasional yang diikuti lebih dari 100 peserta tapi para panitianya tidak pernah bertemu muka. Para panitia yang tersebar di Indonesia dan Australia dan terdiri dari orang Indonesia dan Australia ini mengatur semuanya hanya melalui email, whatsapp, skype, dan platform digital lainnya. 

Orang-orang di balik NAILA 2017

Tapi toh, acara ini sukses mengumpulkan para penutur bahasa Indonesia dengan tingkatan mulai dari anak-anak sampai para profesional. Menonton video-video para orang asing ngomong dalam bahasa Indonesia dengan sangat fasih lagi-lagi menyentuh hati saya. Bangga rasanya bahasa Indonesia dicintai oleh banyak orang. 

Kalau bukan karena Nicholas (Presiden AIYA National) yang sudah menyarankan saya untuk ikutan NAILA, mungkin saya tidak akan mengenal orang-orang keren seperti Maddie, Asa, Eleanor, Elizabeth yang sudah terlibat di NAILA lebih dulu daripada saya. 

Saya percaya di luar nama-nama yang sudah saya sebutkan di atas, pasti masih banyak orang Indonesia maupun non-Indonesia yang cinta akan budaya Indonesia dan mau melakukan berbagai upaya untuk membuat budaya Indonesia dikenal lebih luas lagi. Untuk kalian semua, terima kasih :)

Saya tahu pengalaman setiap orang pasti berbeda-beda. Namun berbicara dari pengalaman saya sendiri saya merasa bangga dengan semua teman yang saya temui di Melbourne yang begitu mencintai dan bangga dengan budaya Indonesia. Masing-masing dari kalian telah menyentuh saya dengan cara yang berbeda. Namun yang paling utama adalah kalian membuat saya bangga untuk menyebut diri saya orang Indonesia :)


Share:

0 komentar