My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio


Sebenarnya saya agak ragu mau menulis highlight 2020 atau tidak. Pasalnya tahun 2020 bisa dikatakan saya nyaris tidak melakukan perjalanan. Saya pun nyaris tidak menulis blog pada tahun ini, padahal masih ada beberapa catatan perjalanan dari tahun-tahun sebelumnya yang belum sempat saya tuangkan di sini. Namun saya memutuskan untuk menulis highlight 2020 sebagai bentuk rasa syukur saya. 

Tahun ini hanya satu kali saya melakukan perjalanan jauh, yaitu dari Indonesia ke Australia. Namun perjalanan tersebut menjadi salah satu perjalanan paling berkesan bagi saya karena bukan hanya dilakukan di tengah pandemi COVID-19 tapi juga untuk pertama kalinya saya terbang membawa bayi, yaitu Noah yang umurnya saat itu baru 4 minggu!

Terbang membawa balita saja saya belum pernah. Ini harus membawa bayi yang belum lama lahir dan di tengah wabah global. Jangan ditanya deh, deg-degannya kayak apa! Terlebih lagi saya, Shannon dan Noah terbang pada bulan Maret, awal-awal pandemi, saat informasi mengenai penyakit ini belum sebanyak sekarang. Yang saya tahu saat itu, penyakit tersebut mematikan dan bisa masuk ke tubuh melalui hidung, mulut dan mata.

Maskapai pun belum menerapkan protokol kesehatan seperti sekarang. Baik petugas check in maupun kabin kru Garuda Indonesia tidak ada yang memakai masker. Karena saat itu memakai masker belum diwajibkan. WHO pun belum menetapkan prosedur memakai masker. Kami tidak juga dimintai surat keterangan sehat bebas COVID-19 karena memang peraturan untuk itu belum keluar. 

Satu-satunya surat keterangan yang saya bawa adalah surat keterangan dari dokter yang menyatakan Noah sehat dan boleh terbang. Saya membuat surat ini karena mendapat informasi dari customer service Garuda Indonesia saat saya menelepon dan bertanya apa saja syarat yang dibutuhkan untuk terbang membawa bayi berusia 4 minggu. Namun surat keterangan ini tidak diminta oleh petugas check in.   

Meskipun belum ada kewajiban masker atau surat bebas COVID-19 namun Garuda Indonesia sudah memberlakukan jarak untuk lokasi duduk penumpang. Walaupun kapasitas pesawat hanya penuh setengahnya sih, jadi memang tidak banyak orang yang terbang. Kebanyakan adalah orang Australia di dalam pesawat, jarang sekali orang Indonesia karena memang Australia sudah menutup bordernya, kecuali untuk warga negaranya, pemegang status permanent residence dan anggota keluarga langsung. Saya masuk kategori yang terakhir karena itu saya bisa masuk Australia. 

Selain deg-degan dengan situasi pandemi, saya juga deg-degan takut Noah menangis dan mengganggu seisi pesawat. Saya pernah terbang dengan penumpang yang membawa bayi di mana sang bayi menangis semalaman dan membuat saya tidak bisa tidur. Saya berdoa semoga Noah tidak seperti bayi tersebut. 

Alhamdulillah ketakutan saya tidak menjadi kenyataan. Selama di pesawat Noah sangat anteng, tidak menangis sama sekali. Dia hanya merengek untuk minta susu sekitar pukul 4 pagi dan 7 pagi waktu Indonesia (atau pukul 11 waktu Melbourne, saat mau mendarat). Noah anteng mungkin karena saya pangku sepanjang penerbangan. Dia kalau dipeluk memang tidurnya lebih anteng daripada diletakkan di kasur. 

Sebenarnya kami sudah membawa bassinet untuk tempat dia tidur. Tapi bassinet yang kami punya tidak bisa ditempatkan di lokasi khusus bassinet karena tempat tersebut dirancang khusus untuk bassinet milik pesawat. Pramugari meminjamkan bassinet-nya kepada kami namun karena saya takut bassinet tersebut ada virusnya. Jadi ya saya putuskan untuk menggendong Noah selama sekitar 7 jam penerbangan. Jangan ditanya deh, pegalnya kayak apa nih, lengan. 

Selain itu, karena saya juga parno dengan virus yang mungkin beterbangan maka saya memutuskan untuk menutup diri saya dan Noah memakai pashmina. Setidaknya saya bisa lebih leluasa bernapas dibanding memakai masker. Dan pashmina ini juga berfungsi untuk menutupi saat saya menyusui Noah. Multi fungsi, kan? 

Begitu mendarat di Australia, kami karantina mandiri selama 2 minggu. Saat itu karantina hotel belum diberlakukan. Hari-hari menuju 2 minggu, saya seperti hidup dalam kecemasan. Badan berasa nggak enak sedikit, langsung khawatir. Pikiran sudah kemana-mana, takut terkena virus saat dalam penerbangan. Setelah 2 minggu berlalu tanpa sakit, legaaaa rasanya!

Saya juga bersyukur karena saat menulis ini kami masih diberi kesehatan dan keselamatan. Bisa melalui 2020 yang penuh tantangan ini dengan banyak kebahagiaan, terutama melihat Noah terus tumbuh. Suatu kenikmatan yang luar biasa di tengah pandemi ini. 

Saya berharap tahun 2021 kita semua tetap sehat dan bisa berkumpul kembali bersama keluarga. Untuk para ibu yang memiliki bayi di tengah pandemi, kalian semua luar biasa! 

Selamat tahun baru 2021!

----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h


Blog Sebelumnya:
  • Berlinangan Air Mata di Los Angeles, Amerika Serikat

  • Ross Dress for Less, Tempat Belanja Barang-Barang Branded Murah di San Francisco, Amerika Serikat

  • Bolehkah Ibu Hamil Melewati Metal Detector di Bandara?
  • My 2019 Highlights
  • 10 Rekomendasi Tempat Wisata di Los Angeles, Amerika Serikat

Pantai Venice

Belum lama ini saya membaca sebuah postingan di sebuah grup travelling. Isinya testimoni seorang traveller yang merasa kota Los Angeles tidak se-wow yang dia bayangkan sebelumnya dan membuat ia sama sekali tidak terkesan. Dia menyebut bahwa LA identik dengan tiga hal, yaitu gelandangan, bau pesing dan bau marijuana. Hal ini membuat saya teringat akan pengalaman saya menjejak ke kota selebritas Hollywood tersebut pada tahun lalu.

Saya tidak bilang saya setuju dengan pernyataan traveller tersebut meskipun saya akui bahwa saya melihat banyak gelandangan di kota ini dan mencium bau pesing di beberapa tempat, terutama di halte bus. Mungkin karena gelandangan banyak tidur di halte dan pipis di sana makanya bau pesing. 

Terlepas dari itu, saya memiliki kesan tersendiri terhadap kota ini. Bukan karena saya akhirnya bertemu dengan "Adam Levine" di Hollywood Walk of Fame. Bukan juga karena saya bisa mengunjungi Griffith Observatory, lokasi syuting La La Land (yang sampai saya menulis ini, filmnya belum saya tonton). Bukan karena itu.

Perjalanan saya ke LA menjadi begitu berkesan karena ini perjalanan pertama dan terjauh saya saat saya hamil. Awalnya sempat ragu untuk melakukan perjalanan ini karena takut membahayakan bayi dalam kandungan yang saat itu berusia sekitar 4 bulan. Tapi setelah konsultasi dengan dokter, saya mantap untuk terbang ke negara yang menjadi negara ke-21 yang saya kunjungi. 

Alhamdulillah tidak ada gangguan berarti selama dalam penerbangan dan selama saya di Amerika Serikat. Namun saat sendirian di kamar hotel, saya bawaannya kesepian dan mellow. Alhasil saya terus-menerus menghubungi Shannon dan teman-teman dekat saya, seperti Asri dan Stacey.

Saya merasa waktu berlalu sangat lama. Saya tak sabar ingin pulang. Awalnya saya merasa heran kenapa saya merasa seperti itu karena travelling sendirian bukan hal baru bagi saya. Saya pernah melakukannya di Australia dan Eropa namun baru pertama kalinya dalam sejarah travelling saya, saya merasa sekesepian itu. 

Akhirnya saya sadar bahwa perasaan itu dipicu oleh hormon kehamilan saya. Saya meyakini ini terutama saat saya tiba-tiba berlinangan air mata saat berada di tengah jalan di LA.

Ceritanya saat itu saya sedang menunggu bus untuk membawa saya ke LACMA tapi setelah menunggu lebih dari 30 menit bus yang saya tunggu tidak kunjung datang padahal menurut jadwal yang tertera di halte seharusnya tuh bus sudah datang sejak bermenit-menit yang lalu. Saya pun memutuskan jalan kaki. 

Saya berjalan dari satu blok ke blok yang lain sambil melihat situasi sekitar. Baik-baik saja. Tidak merasa capek atau apa, tapi kok, ya tiba-tiba saya berlinangan air mata dan menangis sesenggukan. Untung saya pakai topi dan berkacamata sehingga orang yang melihat tidak ngeh saya sudah banjir air mata. 

Saat itu, sambil memegang perut saya mempertanyakan ke diri sendiri apakah saya egois memutuskan hamil di saat usia saya mendekati 40? Bagaimana bila saya saya atau Shannon meninggal sementara anak ini masih kecil? Bagaimana dia akan menghadapi dunia ini sendirian? Pikiran-pikiran tersebut membuat saya merasa bersalah kepada sang calon bayi. 

Hal tersebut terulang ketika saya sedang menikmati sore hari di pantai Venice. Di antara pasir, di tengah semilir angin dan pemandangan ombak yang tenang, saya kembali menangis sesenggukan. Masih dengan pikiran-pikiran yang sama. 

Akhirnya saya bisa menenangkan diri setelah saya berjanji kepada diri sendiri bahwa saya akan membuat anak ini mandiri dan kuat sejak dini sehingga dia siap untuk menghadapi dunia ini bila suatu waktu saya dan Shannon harus pergi meninggalkannya terlebih dulu. 

Saat saya menulis ini, anak tersebut sudah punya nama, yaitu Noah dan akan berusia 9 bulan dalam hitungan hari. Melihat pertumbuhan dan perkembangannya sejauh ini, saya percaya dia akan menjadi anak yang mandiri dan kuat :)


----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h


Blog Sebelumnya:
  • Ross Dress for Less, Tempat Belanja Barang-Barang Branded Murah di San Francisco, Amerika Serikat

  • Bolehkah Ibu Hamil Melewati Metal Detector di Bandara?
  • My 2019 Highlights
  • 10 Rekomendasi Tempat Wisata di Los Angeles, Amerika Serikat
  • 10 Rekomendasi Tempat Wisata di San Francisco, Amerika Serikat

Sebenarnya saya dalam perjalanan menuju Target ketika saya melewati Ross Dress for Less. Dasar senang dengan barang diskonan, makanya ketika melihat toko ini menyebutkan menjual barang dengan harga sampai dengan 60% lebih murah, kaki saya secara otomatis melangkah masuk. Haha...

Layaknya departemen store, di sini bisa ditemui banyak barang seperti pakaian, tas, sepatu, kosmetik, alat-alat rumah tangga, perhiasan, dan mainan. Nyaris semuanya dijual dengan harga lebih murah dari harga pasaran. 

Ya sejujurnya, saya juga tidak tahu berapa harga pasaran dari produk-produk yang dijual. Tapi mereka mencantumkan di tag harga nominal harga asli/normal barang tersebut dan nominal harga yang dijual di Ross. Rata-rata memang lebih murah.

Contohnya handbag Guess tertulis harga aslinya USD60 sedangkan di Ross dijual hanya seharga USD39,99 atau handbag Nine West tertulis harga aslinya USD24,99 dan di Ross dijual seharga USD16,99. Selain tas-tas branded, di sini banyak juga sepatu - sepatu branded, seperti sepatu Skechers yang tertulis harga aslinya USD55 dan di sini dijual seharga USD34,99 dan sepatu Fila yang tertulis harga aslinya USD40 dan di sini dijual seharga USD19,99. 



Lalu apakah tas-tas atau sepatu-sepatu ini original atau KW? Sesungguhnya saya tidak tahu tapi saat saya googling-googling banyak yang bilang bahwa barang-barang di sini original tapi merupakan dari musim sebelumnya sehingga harganya bisa dijual lebih murah. 

Tapi kalau memang ragu, ya saran saya nggak usah dibeli. Beli saja apa yang membuat kita ikhlas mengeluarkan uang sejumlah sekian untuk mendapatkan barang tertentu. 

Contohnya, saya tidak membeli berbagai tas branded tersebut karena memang saya juga tidak butuh tapi saya membeli beberapa pakaian bayi yang menurut saya memang murah-murah dengan kualitas bagus. Saya sebut kualitas bagus karena terbuat dari 100% katun dengan desain yang memang saya suka.  

Selain itu saya juga sempat membeli bra Calvin Klein dengan harga USD10,99 sementara harga aslinya tertulis USD39. Tambahan lainnya adalah belanja beberapa produk maternity yang Alhamdulillah harganya murah dan nyaman dipakai.

Penasaran? Coba saja datangi langsung Ross Dress for Less yang tersebar di berbagai kota di Amerika Serikat dan putuskan sendiri apakah barang-barangnya layak dibeli atau tidak. 

Oh iya, di antaranya banyaknya toko Ross di San Francicso, yang saya datangi adalah yang beralamat di: 799 Market St. San Francisco, CA 94103.

Booking.com
----------@yanilauwoie----------



Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h


Blog Sebelumnya:
  • Bolehkah Ibu Hamil Melewati Metal Detector di Bandara?
  • My 2019 Highlights
  • 10 Rekomendasi Tempat Wisata di Los Angeles, Amerika Serikat
  • 10 Rekomendasi Tempat Wisata di San Francisco, Amerika Serikat
  • Harga Makanan di Los Angeles, Amerika Serikat



Foto ilustrasi: Pixabay

Sebenarnya aman nggak sih, bila ibu hamil melewati mesin metal detector? Gosipnya metal detector ini tidak baik untuk bumil, benarkah demikian?

Karena tidak mau asal percaya berbagai praduga yang tidak pasti kebenarannya, saya memutuskan bertanya kepada dokter kandungan saya, sebelum keberangkatan saya ke Amerika Serikat pada Oktober 2019, mengingat di bandara saya pasti akan melewati alat pendeteksi metal ini. Lalu kurang lebih seperti ini jawaban sang dokter:

"Boleh kok, melewati mesin metal detector karena itu bukan x-ray, jadi tidak akan masuk sampai ke dalam tubuh. Yang berbahaya adalah mesin x-ray pemeriksaan tas. Tapi kalau kamu tidak nyaman, kamu bilang saja sama petugas bandara bahwa kamu sedang hamil."

Saya pun mengikuti anjurannya. Saya bilang sama setiap petugas bandara mengenai kondisi saya sebelum masuk ke dalam mesin metal detector dan saya mendapat reaksi yang berbeda-beda dari para petugas bandara.

Contohnya saat di bandara internasional Soekarno Hatta, Jakarta, petugasnya dengan cepat berkata bahwa hal ini aman dan meminta saya melewati mesin metal detector tanpa perlu merasa khawatir. 

Dari bandara Soetta, saya transit di Tokyo sebelum lanjut penerbangan ke Los Angeles. Di sini, saat bilang saya sedang hamil, saya langsung diarahkan ke jalur yang berbeda, tidak melewati mesin metal detector. Namun sebagai penggantinya, ada petugas wanita yang meraba tubuh saya dari atas hingga bawah. 

Sedangkan saat saya mau terbang dari bandara LAX, Los Angeles menuju Chicago, petugas di sini bilang aman karena mesin ini hanya memindai bagian luar saja tanpa kena ke dalam tubuh. Penjelasan yang kurang lebih sama dengan yang diberikan oleh dokter saya. Saat saya bertanya sama petugas yang berbeda, dia pun memberi penjelasan yang sama. Meskipun kali ini mesin metal detectornya berbeda. Kalau yang sebelum-sebelumnya hanya seperti gerbang, di sini mesin metal detectornya menyerupai tabung dimana saya harus mengangkat kedua tangan saya ke atas. 

Di bandara Roanoke, Virginia, saat saya mau terbang ke Washington D.C, sang petugas pun berkata bahwa aman bagi bumil untuk melewati mesin metal detector karena pindaian tidak sampai ke bagian dalam tubuh. 

Saya juga menanyakan hal yang sama ketika berada di bandara internasional San Francisco, ketika akan terbang menuju Tokyo. Sang petugas yang melakukan x-ray tas berkata bahwa aman bagi saya untuk melewati mesin metal detector namun saya diperbolehkan bila tidak mau melakukannya. 

Untuk mengkonfirmasi, saya bertanya lagi kepada petugas pria yang melakukan pemindaian metal ini dan dia pun bilang hal yang sama. 

"Bila kamu tidak mau melewatinya tidak apa-apa, nanti akan ada petugas wanita yang membantu memeriksa," ucapnya. 

Lalu saya pun memutuskan menunggu di pinggir sampai petugas wanita datang. Setelah beberapa waktu menunggu, ada seorang petugas wanita dan kemudian saya jelaskan lagi situasinya kepada dia. 

Dia mengatakan hal yang sama bahwa ini aman tapi kalau saya memutuskan tidak mau tidak apa-apa. Hanya saja, petugas wanita yang bertugas untuk memeriksa sedang tidak ada. Oh, saya pikir tadinya dia yang akan memeriksa, ternyata beda orang lagi. 

Akhirnya saya putuskan melewati metal detector yang mirip tabung tersebut. Selain percaya dengan kata-kata mereka, saya juga khawatir sama barang-barang saya yang sudah masuk mesin x-ray dari tadi. Nanti kalau barang-barang saya tidak sengaja terbawa oleh orang lain, saya juga yang akan repot. 

Berdasarkan pengalaman saya di atas, mesin metal detector aman untuk ibu hamil namun saya sarankan untuk memeriksakan diri kepada dokter kandungan sebelum melakukannya karena kondisi kehamilan tiap orang berbeda. 

Selain itu, lebih baik menjelaskan mengenai kondisi kita kepada petugas bandara setiap sebelum melewati mesin metal detector, sekadar untuk berjaga-jaga dan meminta nasihat terbaik dari mereka. 

Ada yang punya pengalaman yang sama? Share ya, di kolom komentar. 

Booking.com
----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h


Blog Sebelumnya:
  • My 2019 Highlights
  • 10 Rekomendasi Tempat Wisata di Los Angeles, Amerika Serikat
  • 10 Rekomendasi Tempat Wisata di San Francisco, Amerika Serikat
  • Harga Makanan di Los Angeles, Amerika Serikat
  • Harga Makanan di San Francisco, Amerika Serikat
Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ▼  2020 (4)
    • ▼  December (1)
      • My 2020 Highlight: Terbang Membawa Bayi 4 Minggu d...
    • ►  November (1)
      • Berlinangan Air Mata di Los Angeles, Amerika Serikat
    • ►  January (2)
      • Ross Dress for Less, Tempat Belanja Barang-Barang ...
      • Bolehkah Ibu Hamil Melewati Metal Detector di Band...
  • ►  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2016 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ►  2015 (51)
    • ►  December (7)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (3)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (13)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ►  October (6)

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes