My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio
Hasil mewarnai rambut di salon, yang berubah warnanya hanya di bagian dekat akar rambut


"Kamu yakin rambut hitam ini bukan karena diwarnain?" tanya Mbak Hairdresser berkali-kali. "Kalau memang diwarnain nggak apa-apa bilang saja. Jadi saya bisa melakukan treatment-nya berbeda. Harus di-bleaching dulu," sambungnya. 

Itu pertanyaan yang saya dapatkan ketika saya mengunjungi salah satu salon di Melbourne belum lama ini untuk perawatan rambut, tepatnya untuk potong dan mewarnai rambut.

Si mbak nggak percaya bahwa rambut hitam ini natural. Dia heran kenapa pewarnaan rambut yang baru saja dia kerjakan tidak maksimal. Warna cokelat cappuccino hanya terlihat jelas di bagian yang dekat akar rambut sementara selebihnya tetap hitam.

Menurutnya, kalau rambut hitam saya natural, seharusnya metode yang baru saja dia lakukan, yaitu langsung mengecat tanpa bleaching, hasil cokelatnya akan merata di seluruh rambut.

Apa saya harus bawa saksi gitu untuk membuktikan bahwa rambut hitam ini bawaan orok?

Si mbak kemudian menawarkan, apakah saya mau cat ulang dengan bleaching terlebih dahulu atau mau di-highlight untuk bagian yang masih hitam. Saya yang sudah duduk 2,5 jam di salon tersebut menolaknya dan bilang tidak apa-apa.

Sebelum saya meninggalkan salon, si mbak bertanya apakah saya suka dengan potongan rambutnya. Saya jawab iya dan tersenyum padanya.

Ya saya memang suka dengan potongan layernya dan si mbak pun pintar nge-blow rambutnya. Tapi ekspektasi saya kan warna rambut saya akan jadi cetar membahana, yang sayangnya tidak saya dapatkan begitu saya keluar dari salon. 

Saya ini termasuk yang sangat konvensional untuk urusan rambut. Nggak berani bereksperimen meskipun hasrat untuk mewarnai rambut menjadi pink, ungu, atau merah sangat menyala-nyala. Tapi semua itu hanya berani saya mimpikan.

Hari ini pun akhirnya berani mengambil keputusan mewarnai rambut setelah mikir sejuta kali. Itu pun karena dikomporin sama Shannon yang doyan banget untuk selalu mendorong saya mewujudkan mimpi, termasuk mimpi mewarnai rambut!

Tapi keberanian belum total, karena itu pilihnya warnanya yang nggak terlalu jauh dari hitam, yaitu cokelat.

Tapi ya kok, bahkan rambut saya saja menolak untuk saya bereksperimen. Apakah karena rambut saya terlalu tebal? Atau karena saya tidak memilih warna rrambut yang pas? Karena penasaran, saya melempar pertanyaan ini di Instagram saya dengan mencolek beberapa teman yang sering bereksperimen dengan warna rambut dan hasilnya keren-keren. 

Ini beberapa di antaranya jawaban yang saya dapatkan: 

Mbak Kat (pemilik beberapa salon di Jakarta): "Kalau rambutnya belum pernah diwarnai, khususnya rambut warna hitam, berarti rambut yang baru tumbuh (yang warna cokelatnya masuk) lebih muda warnanya."

Mbak Tenik (yang rambut merah menyalanya sungguhlah bikin iri): "Ada orang yang pigmen warna rambutnya sangat kuat. Jadi warna cat rambut apapun susah masuk. Hebat menurutku sih, jadi ubanan pun masih akan lama."

Stacey (yang pernah bereksperimen dengan warna rambut cokelat, ungu dan pink): "Kayaknya rambut lo yang baru tumbuh nggak setebal yang di bawah. Jadi per helai rambut tuh beda-beda tiap orang. Ada yang gampang masuk warna tanpa perlu di-bleaching dan ada yang perlu di-bleaching karena pigmen hitamnya tebal. Berarti ini rambut lo perlu di-bleaching biar warnanya masuk. It's okay justru pertama kali jadi tahu tipe rambut kita kayak gimana"

Ocha (yang sering mewarnai rambut, terutama cokelat): "Kalau rambutnya masih "perawan" dan tebal, diwarnai cokelat gelap tanpa bleaching tuh, kayak nggak terjadi apa-apa di rambutnya. Harus cari warna yang agak terang, supaya lebih masuk warnanya tanpa bleaching. Ngecat rambut warna-warni tuh harus bereksperimen terus dan nggak boleh kapok, biar tahu yang paling cocok buat kita yang mana"

Membaca jawaban-jawaban mereka, saya langsung membatin, tahu begitu mending saya coba mewarnai rambut sendiri di rumah sebagai percobaan pertama daripada menghabiskan uang 160AUD (sekitar 1,8 juta rupiah). Mahalnya nyalon di Australia dan hasilnya gini doang!

Ada yang punya pengalaman serupa? Sok atuh dibagi di kolom komentar :)


----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h


Blog Sebelumnya:
  • 7 Tempat Wisata Gratis di Canberra, Australia yang Ramah Bayi 

  • Salat Ied di Melbourne: 30 Menit yang Magis

  • Tinggal di Australia saat Pandemi Corona, Begini Rasanya

  • 6 Tip Road Trip dengan Bayi

  • Noah Merusak Instalasi Seni Yayoi Kusama. Lapor atau Kabur?



Canberra menjadi ibukota teritori/negara bagian Australia ke-6 yang saya kunjungi setelah Melbourne, Sydney, Perth, Hobart dan Brisbane. Bila dibandingkan Melbourne atau Sydney, Canberra yang merupakan ibukota negara Australia ini tidaklah terlalu ramai. Namun bagi saya kota ini istimewa karena untuk sampai ke sini, saya dan Shannon melakukan road trip dengan Noah yang saat itu usianya bahkan belum setahun. Karena melakukan perjalanan dengan Noah, otomatis semua tempat wisata yang kami kunjungi di Canberra harus bisa menerima Noah. Lalu di mana sajakah itu?

1. The Parliament

Gedung parlemen ini benar-benar ikon dari Canberra. Bentuknya sangat modern dan sophisticated. Namanya juga gedung parlemen, otomatis tempat ini adalah tempat kerja para orang pemerintahan. Namun, ada satu lantai yang mereka buka khusus untuk wisatawan. Di sini, kita bisa melihat deretan foto politikus dari berbagai partai politik yang bekerja di parlemen. Selain itu, kita juga bisa masuk ke dalam ruangan-ruangan tempat sidang selama sedang tidak ada sidang yang berlangsung. 

Asyiknya lagi, stroller bayi diperbolehkan masuk ke sini. Jadi jalan-jalan bisa bebas pegal karena nggak harus menggendong Noah. Dan kalaupun lelah, bisa mampir ke kafe yang masih dalam lantai yang sama. Dari sini pemandangannya cantiiik. Bisa melihat gunung bila cuaca cerah.   

2. Museum of Australian Democracy at Old Parliament House

Dulu tempat ini merupakan gedung parlemen namun semenjak adanya gedung parlemen yang baru, tempat ini berganti menjadi Museum of Australian Democracy. Meskipun sudah tidak digunakan lagi sebagai gedung parlemen namun untuk beberapa ruangan, tata letaknya tidak berubah. Misalkan masih ada kursi dan meja kerja untuk para politikus yang dulunya bekerja di sana. 

Lantainya yang berkarpet tebal mengingatkan saya akan hotel-hotel zaman dahulu. Tapi ini tentunya menjadi area yang cukup aman untuk Noah merangkak ke sana kemari. Dengan catatan, harus sangat diperhatikan sehingga dia tidak merangkak ke area-area yang tidak diperbolehkan untuk turis. 

Untuk yang mau melihat pameran yang dilangsungkan di sini bisa meluncur ke situs resmi mereka. 

3. National Gallery of Australia

Saya suka tempat ini karena banyak karya seni kontemporer yang dipamerkan. Unik-unik dan sangat instagrammable, termasuk di antaranya karya dari Yayoi Kusama, The Spirits of the Pumpkins Descended Into the Heavens. Dan yang lebih menyenangkan, mereka memperbolehkan saya masuk dengan stroller bayi. Awalnya saya ragu tapi saat bertanya ke petugas yang berjaga di pintu masuk, dia bilang tidak masalah, jadi tenang, deh. Meski demikian memang harus berhati-hati saat membawa bayi ke sini. Well, bukan ke sini aja sih, tapi ke semua tempat wisata. Pasalnya bisa aja bayi kita tanpa sengaja merusak karya yang dipamerkan, seperti halnya yang dilakukan oleh Noah.  

4. National Museum of Australia 

Selain museumnya yang menyimpan aneka sejarah Australia, daya tarik lain tempat ini adalah kafenya yang ada di pinggir danau dan tamannya yang luas. Di taman ini disediakan aneka kursi, lengkap dengan meja dan payung lebar. Tentu saja ini membuat nyaman ketika saya harus memberi makan Noah.

5. National Portrait Gallery

Sesuai namanya, tempat ini memamerkan aneka image, baik lukisan, foto, atau patung, orang-orang terkenal. Mulai dari tokoh politik, negarawan, sampai selebritas ada di sini. Di antaranya adalah James Cook (penjelajah dari Inggris yang disebut menemukan Australia meskipun ini dibantah oleh orang-orang Aborigin yang sudah lebih dulu berdiam di Australia), Kylie Minogue (penyanyi dunia asal Australia), Cate Blanchett (aktris Hollywood asal Australia), dan banyak lagi lainnya. Lengkapnya bisa dilihat di sini.

Tempat ini memperbolehkan pengunjung masuk dengan membawa stroller bayi. Selain itu, saya juga sempat membebaskan Noah dari stroller dan Noah yang saat itu belum bisa jalan, merangkak ke sana kemari dengan bebasnya. Petugas melihat ini dan tidak mempermasalahkannya.  

6. Australian War Memorial

Ada lebih dari 102 ribu prajurit Australia meninggal dalam perang. Monumen peringatan ini didedikasikan kepada mereka sebagai bentuk perhormatan dan penghargaan untuk pengabdian mereka kepada negara. Di sini terdapat deretan nama para pejuang beserta nama perang dimana mereka terlibat. Selain itu ada juga museum yang menceritakan sejarah peperangan yang terjadi. Lokasinya cukup luas sehingga bisa dengan nyaman menggunakan stroller tanpa takut menyenggol koleksi barang yang dipajang. 

7. Australian National Botanic Gardens

Saya selalu suka mengunjungi botanic gardens di kota-kota di Australia. Karena taman-tamannya selalu tertata cantik dan memamerkan aneka tanaman dan bunga-bunga segar. Begitu juga dengan Australian National Botanic Gardens yang tertata apik ini. Salah satu sudut yang saya suka di sini adalah Rainforest Gully. Layaknya hutan hujan tropis yang seperti 'kulkas alam', menginjakkan kaki di spot ini otomatis adem. Bikin nyaman di tengah udara yang saat itu terik. Selain itu, di sini juga ada jembatan kayu yang lumayan panjang. Noah yang saat itu lagi senang-senangnya merangkak, menjadikan lokasi ini seperti area eksplorasi barunya. 

Itulah 7 tempat wisata gratis di Canberra, Australia yang ramah bayi. Punya rekomendasi tempat lain yang belum saya tulis di sini? Share di kolom komentar ya...  

----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h


Blog Sebelumnya:
  • Salat Ied di Melbourne: 30 Menit yang Magis

  • Tinggal di Australia saat Pandemi Corona, Begini Rasanya

  • 6 Tip Road Trip dengan Bayi

  • Noah Merusak Instalasi Seni Yayoi Kusama. Lapor atau Kabur?

  • My 2020 Highlight: Terbang Membawa Bayi 4 Minggu di Tengah Pandemi COVID-19

      

Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ▼  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ▼  June (2)
      • Mahalnya Nyalon di Australia!
      • 7 Tempat Wisata Gratis di Canberra, Australia yang...
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2016 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ►  2015 (51)
    • ►  December (7)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (3)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (13)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ►  October (6)

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes