My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio

Saya, Shannon dan Noah sudah dua kali melakukan road trip di Australia saat pandemi corona. Yang pertama adalah saat kami berkendara dari Victoria ke ACT, tepatnya Canberra pada Februari dan yang terakhir adalah saat kami road trip dari Victoria ke Australia Selatan pada Juni. Tentunya travelling saat pandemi sangat berbeda dari keadaan sebelum pandemi. Paling tidak berikut perbedaan yang saya rasakan:

1. Tidak bisa membuat perencanaan dari jauh-jauh hari
Saya tipe pejalan yang suka melakukan perencanaan jauh sebelum tanggal keberangkatan tapi hal ini agak sulit dilakukan di kala pandemi. Pasalnya peraturan dapat berubah setiap waktu. Perbatasan antar negara bagian Australia bisa tutup sewaktu-waktu bila outbreak terjadi. Contohnya saat kami mau ke Australia Selatan, kami mengubah rencana tiga kali mengikuti situasi perkembangan covid. Kami baru mendapatkan keyakinan akan beneran pergi ke  Australia Selatan sehari sebelum perjalanan kami dilakukan, setelah perbatasan Australia Selatan terbuka bagi penduduk regional Victoria dan mendapat izin menyebrangi perbatasan. 

2. Harus mendapat izin travelling
Dua hari sebelum tanggal keberangkatan, Shannon mendaftarkan kami ke kepolisian Australia Selatan untuk mendapatkan izin masuk ke dalam negara bagian Australia Selatan. Dan jawabannya, ditolak! Saat itu kami pikir ya sudahlah, kami akan travelling di seputar Victoria saja. Tapi keesokan harinya, Shannon mencoba lagi dan kami (termasuk Noah tentunya) mendapat izin untuk masuk, yeay! 

Saat kami mau masuk perbatasan, kepolisian Australia Selatan menanyakan surat izin ini. Kami menunjukkan surat izin yang kami dapat melalui email kepada polisi dan dia mengecek dengan memasukkan nomor surat ke sebuah alat elektronik dan begitu nama kami ada di sana, dia memperbolehkan kami melanjutkan perjalanan. 

3. Tidak bisa memesan penginapan dari jauh-jauh hari
Balik lagi karena situasi yang tidak menentu dan perbatasan negara bagian bisa ditutup sewaktu-waktu, kami memutusakan untuk memesan penginapan di hari yang sama kami akan bermalam di sana. Bahkan tidak hanya sekali kami memesan beberapa jam sebelum sampai ke penginapan tersebut, setelah browsing di dalam perjalanan. Merepotkan memang karena kami jadi tak punya banyak waktu untuk memilih atau mempelajari penginapan tersebut. Selain itu, harganya pun jadi lebih mahal. Tapi menurut kami ini keputusan terbaik. Bila terjadi outbreak atau ada perubahan peraturan tiba-tiba yang membuat kami harus kembali pulang secepatnya, kami bisa langsung pergi, tanpa merasa rugi sudah membayar hotel. Karena kebanyakan hotel yang free cancelation pun, hanya berlaku 24 jam sebelum kedatangan. Kurang dari 24 jam tetap harus bayar. Sementara dalam situasi tidak jelas seperti pandemi ini, banyak hal bisa terjadi dalam 24 jam. 

4. Harus punya aplikasi check-in
Australia mengharuskan kita check-in setiap kali mendatangi tempat umum, seperti toko, restoran, supermarket, rumah sakit, kantor pos dan tempat umum lainnya. Tujuannya agar kita mudah dilacak ketika ada outbreak yang terkait tempat yang didatangi tersebut. Setiap negara bagian memiliki aplikasi sendiri untuk check-in ini. Saya punya aplikasi ini untuk negara bagian Victoria namun tidak sempat mengunduh yang versi Australia Selatan. Untungnya Shannon sudah mengunduh sebelum pergi, jadi Shannon bisa check-in di tempat-tempat yang kami kunjungi di Australia Selatan.  

5. Mengikuti protokol kesehatan
Saat kami pergi ke ACT dan Australia Selatan, sedang tidak ada kasus COVID-19 di sana selama berbulan-bulan. Jadi rasanya seperti berada di dunia lain melihat orang-orang bisa nongkrong saling berdekatan tanpa masker. Meskipun check-in code tersedia di tempat-tempat umum (bahkan kalau tidak ada barcode, diminta menulis manual) dan begitu juga dengan hand-sanitizer. Tapi tetap saja rasanya surreal datang ke suatu tempat yang kehidupannya terlihat begitu normal. Namun saya dan Shannon tetap hati-hati dengan sebisa mungkin menjaga jarak, selalu pakai hand sanitizer dan mencuci tangan setiap kali kami habis berkegiatan di luar.

Ada yang punya pengalaman road trip juga saat pandemi?

----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h


Blog Sebelumnya:
  • Road Trip Australia Selatan: Drama Penginapan

  • Road Trip Australia Selatan: Tes Swab COVID-19 Pertama Kali

  • Mahalnya Nyalon di Australia!

  • 7 Tempat Wisata Gratis di Canberra, Australia yang Ramah Bayi 

  • Salat Ied di Melbourne: 30 Menit yang Magis



Suasana The Barn Accommodation


Selama road trip ke Australia Selatan yang nyaris 2 minggu, kami berpindah-pindah penginapan. Mulai dari  Portland Holiday Village, The Barn Accommodation, Best Western Melaleuca Motel & Apartments, McCracken Country Club, iStay Precinct Adelaide, dan terakhir di Wimmera Lakes Caravan Resort. Dari 6 penginapan tersebut, 3 di antaranya terjadi insiden. 

Portland Holiday Village
Travelling pada saat pandemi ketika perbatasan antar negara bagian Australia bisa ditutup sewaktu-waktu membuat kami memutuskan untuk memesan penginapan di saat-saat terakhir. Contohnya di penginapan pertama kami ini, kami memesannya sekitar 1,5 jam sebelum kami sampai di kota Portland, Victoria. 

Setelah melakukan pemesanan, saya langsung menelpon penginapan untuk memastikan saja bahwa kami bisa masuk. Mengingat saat itu sudah malam dan penginapan yang kami pesan bukan penginapan berbintang yang resepsionisnya buka 24 jam. 

Insting saya benar karena ketika saya menelponnya dia bilang, "Pesanan kamu masuk 2 menit sebelum kami tutup." Pembicaraan selanjutnya adalah dia memandu perihal di mana saya bisa menemukan kunci dan sebagainya karena saat kami sampai hotel, dia tidak akan ada di sana lagi. 

Tidak lama setelah telepon ditutup, pengelola hotel yang saya duga sekaligus pemiliknya tersebut kembali menelpon dengan membawa kabar baik, yaitu mereka bisa menyediakan cot untuk Noah (yang tadinya tidka mereka sanggupi) dan berkata bahwa dia sudah menyalakan pemanas di akomodasi kami sehingga saat kami sampai, ruangan sudah hangat. Wah baiiiiknya. Tentu saja saya dan Shannon sangat berterima kasih akan hal tersebut.

Namun pelayanan luar biasa dari wanita tersebut sirna karena perbuatan petugas kebersihan. Jadi keesokan harinya, saat saya sedang berada di kamar mandi, Shannon yang baru datang setelah membeli sarapan di Mc Donalds menetuk kamar mandi dan bilang, "Kita ada masalah." 

Shannon selanjutnya bilang bahwa ada petugas kebersihan yang marah karena melihat kami masih ada di sini dan belum check-out. "When it's said 10 AM that means it is fucking 10 AM," ucap Shannon menirukan sang petugas kebersihan. "Jadi ayo kita harus segera keluar dari sini," ucap Shannon kesal. Saya melirik jam di tangan saya, pukul 10.02 AM. Kami pun akhirnya keluar dari penginapan tersebut pukul 10.08 AM. 

Saya paham bahwa kami salah karena memang sudah disebutkan bahwa waktu check out adalah pukul 10.00 pagi. Meskipun demikian, membentak dan menggunakan kata-kata kasar kepada tamu adalah bukan hal yang baik. Tentu kami akan lebih menghormatinya bila ia menegur dengan cara yang halus. 

Pengalaman ini membuat kami tidak akan pernah mau menginap lagi di tempat ini. 

The Barn Accommodation
Ini adalah akomodasi pertama yang kami inapi di Australia Selatan, tepatnya di Mount Gambier. Kami memesan penginapan ini melalui booking.com setelah kami berhasil masuk perbatasan Australia Selatan. Kami memesan untuk 1 malam saja karena memang rencananya memang tidak akan terlalu banyak menjelajah Mount Gambier. 

Dan kami makin yakin untuk memesan hanya satu malam saja karena polisi yang memeriksa kami di perbatasan berkata bahwa biasanya hasil tes swab COVID-19 sudah bisa diterima dalam 12 jam. Yap, untuk masuk Australia Selatan kami harus tes swab dan isolasi mandiri sampai hasilnya keluar. Cerita lengkapnya bisa dilihat di sini.

Tapi nyatanya begitu kami sampai tempat tes, petugas tes bilang bahwa hasil tes memakan waktu 24 - 48 jam. Lalu mereka bilang kemungkinan besar kami baru bisa menerima hasilnya hari Minggu. Saat itu, kami tes pada Jumat sore. 

Mendapat informasi tersebut, kami minta menambah satu malam kepada resepsionis begitu kami sampai di penginapan. Tapi sang resepsionis berkata bahwa mereka full-booked untuk waktu tersebut karena mereka ada bookingan acara pernikahan di mana tamu-tamunya akan menginap. 

Tidak mau berhenti berusaha, saya pun mencoba booking satu malam tambahan di booking.com dan ternyata hasilnya sama, tidak ada kamar tersedia. 

Akhirnya saya dan Shannon cuma bisa berharap bahawa kami bisa menerima hasil tes swab lebih cepat dari yang dibilang petugas. Namun mendekati pukul 10.00 pagi keesokan harinya kami tidak kunjung menerima hasil tersebut. Wah, bagaimana ini? Kami dilarang keluar penginapan sebelum menerima hasil tes tapi peraturan hotel menyebutkan bahwa kami harus check-out selambatnya pukul 11.00. 

Akhirnya Shannon kembali mendatangi resepsionis dan menceritakan situasi kami yang belum mendapat hasil tes swab. Sang petugas awalnya akan memindahkan kami ke akomodasi mereka lainnya sekitar 7 km dari akomodasi yang kami tempati. Tapi kemudian dia sadar bahwa dia tidak bisa memberikan kamar ini kepada siapapun tanpa tahu bahwa kami bebas covid. 

Akhirnya, dengan baik hatinya mereka membiarkan kami tetap menginap semalam lagi di kamar kami dan tamu yang seharusnya menempati kamar kami dipindahkan ke akomodasi lain tersebut. 

Tentunya kami sangat berterima kasih karena dengan memindahkan tamu tersebut ke akomodasi yang berbeda, pihak hotel harus menanggung biaya kamar di sana yang lebih mahal daripada kamar kami dan menyediakan transportasi antar jemput untuk tamu yang akan hadir di acara pernikahan. 

Dan untungnya keesokan harinya, Minggu pagi kami sudah dapat hasil tes swab yang negatif sehingga kami bisa check-out dari hotel dan melanjutkan perjalanan tanpa harus menghabiskan waktu semalam lagi di sana.

McCracken Country Club
Nah, kalau yang ini drama yang terjadi berkaitan dengan Noah. Cerita berawal ketika Shannon sedang melepaskan label baju, ia menggunakan pisau besar untuk melakukannya. Shannon kemudian meletakkan pisau tersebut di atas meja makan dan menengok sebentar ke arah kitchen bench, tahu-tahu dengan sangat cepat Noah naik ke atas meja makan melalui kursi dan mengambil pisau tersebut. 

Saya dan Shannon tidak melihat hal tersebut, namun saat Shannon kembali ke arah meja makan, Noah sudah memegang pisau dan ia berlari saat Shannon melihatnya memegang pisau karena ia tidak mau Shannon mengambil pisaunya. 

Selanjutnya saya dengar suara Shannon berkata, "Yani hentikan Noah" karena Noah berlari ke arah saya. Begitu saya menengok ke Noah, jantung saya seperti berhenti. Ya ampun bagaimana kalau dia tersandung dan pisau besar itu menusuk tubuhnya. Saya langsung menghadang Noah dan mengambil pisau darinya. Untung Noah tidak melakukan pemberontakan. Saya letakkan pisau di kitchen bench dan memeluknya. Ya Allah, terima kasih telah menyelamatkan Noah. 

Shannon kemudian berkata bahwa dia tidak mengejar Noah yang berlari karena kalau dia lakukan itu, Noah akan berlari lebih cepat dan saat lari lebih cepat, gerakannya tidak stabil dan dia suka jatuh. Shannon pun berkata bahwa dia sama deg-degannya dengan saya. Pffuih, sekarang saya tahu rasanya adegan di film-film ketika orangtua melihat anak kecil menemukan atau memainkan pistol. 

Ada yang punya cerita seru yang berkaitan dengan penginapan atau akomodasi yang pernah diinapi saat travelling? Share dong, di kolom komentar. 

----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h


Blog Sebelumnya:
  • Road Trip Australia Selatan: Tes Swab COVID-19 Pertama Kali

  • Mahalnya Nyalon di Australia!

  • 7 Tempat Wisata Gratis di Canberra, Australia yang Ramah Bayi 

  • Salat Ied di Melbourne: 30 Menit yang Magis

  • Tinggal di Australia saat Pandemi Corona, Begini Rasanya


Saat banyak orang sudah mulai divaksin COVID-19, saya justru baru pertama kalinya merasakan tes swab COVID-19. Dan bukan hanya saya saja yang dites untuk pertama kalinya. Noah juga!

Ini terjadi sekitar 3 minggu lalu saat saya, Shannon dan Noah melakukan road trip ke negara bagian Australia Selatan atau South Australia (SA). Saat itu SA mewajibkan bagi siapapun yang baru datang dari luar SA untuk melakukan tes swab dan isolasi mandiri di penginapan sampai hasilnya keluar. Hal ini tertulis jelas di situs resmi Government of South Australia. Tentu saja peraturan ini bisa berubah sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi COVID-19. 

Polisi yang memeriksa kami di perbatasan berkata bahwa dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk mendapatkan hasilnya namun biasanya dalam 12 jam juga hasil sudah keluar. Berbekal informasi tersebut, dalam perjalanan menuju tempat tes swab di Showgrounds, Mount Gambier, kami memutuskan untuk booking penginapan secara online untuk 1 malam saja dengan harapan hasil tes bisa keluar di pagi hari sebelum kami check-out. Karena memang kami tidak berencana menghabiskan waktu lama di Mount Gambier. 

Saat kami sampai di Showgrounds, ada sekitar 4 atau 5 mobil di depan kami yang juga sedang mengantri untuk tes swab. Tes-nya sendiri dilakukan secara drive through, jadi kami nggak perlu keluar dari mobil. Begitu tiba giiran kami, Shannon dulu yang dapat jatah pertama. Petugas wanita yang memakai APD lengkap bertanya apa alasan melakukan tes swab serta meminta kartu identitas. Petugas juga mencatat beberapa data pribadi, termasuk nomor telepon karena hasilnya akan dikirim lewat SMS.

Saat petugas memasukkan alat yang kelihatan seperti cotton bud ke dalam mulut dan hidung Shannon, dia terlihat biasa saja dan tidak bereaksi apa-apa. Mungkin karena ini sudah ketiga kalinya dia tes swab. Sementara saya, deg-degan bukan main karena saya sama sekali belum pernah tes swab. 

Saya pun memegang paha Shannon ketika alat tes tersebut masuk ke hidung saya, dan ketika colokannya sampai ke bagian atas dan dalam, ada rasa nyeri yang saya rasakan yang sakitnya sampai ke belakang kepala. Tanpa sadar, saya meremas paha Shannon begitu kuat. Untung Shannon tidak menjerit.

Deg-degan yang kedua adalah ketika Noah harus juga di tes swab. Tapi sang petugas yang berbeda, yang lebih tua dari yang pertama berkata: "Jangan khawatir. Saya akan sangat lembut kepadanya. Saya seorang nenek, jadi saya tahu," katanya berusaha meyakinkan saya yang terlihat khawatir bagaimana si balita ini akan bereaksi. 

Saya tidak tahu seberapa dalam dia mencolok hidung Noah tapi beberapa saat setelah alat tersebut masuk ke hidungnya, Noah bergerak, wajahnya berusaha menghindar. Dan saat itulah, sang petugas menghentikan aksinya. Dia bilang, itu sudah cukup. Dan Noah tidak menangis sama sekali. 

Selanjutnya petugas yang sudah nenek-nenek tersebut menjelaskan bahwa dibutuhkan waktu sekitar 24-48 jam untuk mendapatkan hasilnya. "Kemungkinan besar kalian akan mendapatkan hasilnya Hari Minggu," ucapnya kepada kami yang melakukan tes ini pada Jumat sore. 

Waduh! Bagaimana ini, padahal kami tidak berniat lama di sini dan memesan penginapan pun hanya 1 malam saja. Berarti mau nggak mau harus memperpanjang menjadi 2 malam. Eits, tapi ternyata tidak semudah itu. Drama penginapan ini akan saya ceritakan di blog berikutnya, ya. 

Lalu bagaimana hasil tesnya? Alhamdulillah kami bertiga dinyatakan negatif sehingga bisa melanjutkan road trip di SA. Nggak kebayang deh, kalau ternyata positif dan harus dirawat di wilayah yang jauh dari rumah. 

Memang berisiko bepergian saat pandemi ini namun kami berani pergi karena saat itu SA sama sekali tidak ada kasus COVID dan tempat kami tinggal, di regional Victoria juga tidak ada kasus COVID.

Selain itu dengan adanya berbagai peraturan yang harus dipenuhi saat bepergian antar negara bagian, seperti harus mendapatkan izin dari kepolisian SA untuk bisa masuk SA, diperiksa polisi di perbatasan, dan harus tes covid dan isolasi mandiri sampai hasilnya keluar, membuat saya tenang bahwa road trip di SA cukup aman.

Dan Alhamdulillah tidak ada kejadian tidak menyenangkan saat di SA. Saat saya mengetik ini, kami sudah kembali ke rumah dan semuanya dalam keadaan sehat. Alhamdulillah!  


----------@yanilauwoie----------


Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h


Blog Sebelumnya:
  • Mahalnya Nyalon di Australia!

  • 7 Tempat Wisata Gratis di Canberra, Australia yang Ramah Bayi 

  • Salat Ied di Melbourne: 30 Menit yang Magis

  • Tinggal di Australia saat Pandemi Corona, Begini Rasanya

  • 6 Tip Road Trip dengan Bayi


Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ▼  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ▼  July (3)
      • Pengalaman Road Trip di Australia saat Pandemi Corona
      • Road Trip Australia Selatan: Drama Penginapan
      • Road Trip Australia Selatan: Tes Swab COVID-19 Per...
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2016 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ►  2015 (51)
    • ►  December (7)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (3)
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (13)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ►  October (6)

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes