Kalau
nggak tahu, jangan sok tahu! Atau akan berakhir nyasar. Itu tuh, yang kejadian
sama saya, Mira dan Feny. Eh, tapi saya tidak pernah menyesali hal ini, sih.
Karena kalau tidak nyasar, saya tidak akan berkenalan dengan pasangan yang
punya hati luar biasa baik, Asun dan Manolo.
Di Barcelona, kami menginap di Hotel Sidorme
Barcelona – Mollet, yang terletak di Mollet del Vallès, pinggiran kota
Barcelona. Untuk sampai ke pusat kota, dibutuhkan waktu sekitar 45 menit naik kereta.
Nah, suatu hari, kami ingin pergi ke Placa de Catalunya yang terletak di pusat
kota Barcelona. Naik lah kami kereta dari stasiun yang terdekat dengan
penginapan (sekitar 10 menit jalan kaki) dan turun di stasiun Passeig de Gracia.
Dari situ, harus jalan kaki lagi ke Placa de Catalunya.
Logikanya, kalau mau kembali ke penginapan,
seharusnya kami mengikuti rute terbalik dari rute perginya. Namun, saat melihat
ada kereta dari Placa de Catalunya menuju Mollet, tanpa pikir panjang langsung
kami naiki. Lumayan kan, nggak harus jalan kaki lagi ke stasiun Passeig de
Gracia. Malah, kami berpikir, “Ih berarti ibu-ibu yang tadi ngasih petunjuk
arah, salah tuh ya, nyuruh kita turun di Passeig de Gracia, padahal bisa
langsung sampai stasiun Placa de Catalunya.”
Setelah hampir satu jam, kami pun sampai di
stasiun Mollet. Tapi saya langsung merasa ada yang aneh dengan stasiun itu.
Bentuknya berbeda dengan stasiun yang tadi pagi kami berangkat. “Kayaknya
stasiunnya nggak kayak gini, deh,” ucap saya sambil celingak-celinguk ke
sekitar. “Benar kok, itu sebelah sana ada restoran Bono yang tadi pagi kita
makan,” jawab Mira.
Saya berusaha berpikiran positif. Mungkin
memang ini sisi lain dari stasiun. Namun, setelah keluar dari stasiun, saya
merasa lebih aneh lagi karena deretan ruko-nya terlihat berbeda dari yang tadi
pagi. Kami pun tidak menemukan restoran Bono tersebut. Bukan karena ruko-ruko
itu sudah tutup, namun memang bentuknya terlihat lain. Akhirnya setelah
berjalan agak jauh dari stasiun, kami bertiga sepakat bahwa kami nyasar.
Panik lah kami. Nyasar di tempat antah
berantah, sudah malam pula. Belum lagi, tidak ada tanda-tanda kehidupan di
sekitar itu. Di tengah kebingungan, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke
stasiun. Di situ, terlihat lah seorang pria dan wanita sedang minum bir di
pinggiran rel kereta. Tanpa pikir panjang, langsung kami hampiri mereka. Mereka
bernama Asun dan Manolo. Dengan kemampuan bahasa Inggris mereka yang bisa
dibilang hanya 5% saja, kami berbicara dengan menggunakan berbagai isyarat.
Stasiun Mollet - Santa Rosa di pagi hari |
Namun saya menangkap penjelasan Asun bahwa
hotel kami lokasinya jauh dari stasiun tersebut. Rupanya, Mollet ini punya 2
stasiun kereta dengan jalur yang berbeda. Stasiun yang dekat dengan hotel kami
adalah Mollet - Sant Fost, sedangkan stasiun yang ini namanya Mollet - Santa Rosa. Asun
menyarankan kami untuk naik taxi aja. Saya pun berusaha menelpon nomor telepon
taxi yang diberikan Asun. Namun tentu saja tidak bisa karena saya membutuhkan
kode negara dan kode area untuk bisa melakukan panggilan internasional dari
nomor Indonesia saya.
Saya jelaskan ke Asun berulang-ulang namun
dia tidak mengerti maksud saya. Di tengah kebingungan, Asun tiba-tiba menunjuk
untuk menggunakan telepon umum yang ada di dekat situ. Asun pun membantu untuk
menelponkan tapi sialnya, tuh telepon umum rusak. Jiaaaah.. Cobaan apa lagi
ini?
Asun kemudian membahas dengan Manolo. Saya
menduga dia memperbincangkan apa yang harus dilakukan untuk membantu kami.
Benar saja, mereka memutuskan untuk mengantarkan kami ke pusat kota Mollet del Vallès.
Katanya dari sana, ada lebih banyak taxi. Jujur saya merasa sangat tidak enak.
Sepertinya saya sudah merampas waktu malam mingguan mereka. Namun, Asun
berkata, “No problemo. No problemo.” Duh sungguh baik kedua orang ini.
Kami berlima akhirnya menembus malam yang
mulai terasa dingin. Berjalan kaki menuju pusat kota. Mereka berjalan luar
biasa cepat. Bagi saya, itu seperti setengah berlari. Dengan kecepatan tersebut,
kami bisa sampai di pusat kota sekitar 12 menit. Jarak yang lumayan jauh juga.
Begitu sampai di pusat kota, tempat taxi
biasa ngetem, ternyata kosong. Di situ pun sudah ada orang lain yang menunggu
taxi. Asun, berusaha menelepon kembali dengan telepon umum yang ada di situ.
Untungnya kali ini nyambung dan dia pun memesan taxi untuk kami. Namun taxi tidak
secepat itu datang. Kami masih harus menunggu.
Di sela-sela menunggu itu, Asun berusaha
mengajak kami ngobrol. Sumpah, saya tidak mengerti kata-kata yang keluar dari
mulutnya. Namun, karena dia menjelaskan berulang-ulang dan dengan menggunakan
bahasa isyarat, saya akhirnya bisa mengerti salah satu dari banyak obrolannya.
Dia kurang lebih berkata seperti ini, “Sayang saya tidak punya mobil. Kalau
saya punya, pasti saya akan antar kalian sampai hotel.” Saya terharu luar biasa
dengan ketulusan hatinya. Tidak menyangka bisa menemukan orang sebaik dia dan
pasangannya.
Bayangkan! Mereka mau direpotkan di saat
bersenang-senangnya, mau berjalan kaki lumayan jauh dan mau menemani kami
sampai taxi kami datang. Kami ini orang asing yang bahkan tidak berbicara dengan
bahasa yang sama dengan mereka. Namun, kendala tersebut tidak menghalangi niat
baik mereka untuk membantu kami. Saya bisa melihat dan merasakan ketulusan hati
mereka.
Asun (wanita samping kanan saya) dan Manolo (pria atas kiri saya) |
Bahkan saat taxi kami datang, mereka memeluk
kami dengan hangat sebagai tanda perpisahan. Saat itulah saya jatuh hati dengan
keduanya. Karena mereka lah saya percaya bahwa orang-orang Barcelona
hangat-hangat. Asun and Manolo, I can’t thank you enough for what you did to
us. I hope we can meet again someday :)
Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
Baca Juga:
Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
Baca Juga: