My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio
Foto Ilustrasi: Pixabay

"Tolong! Tolong! Tolong!" Itu teriakan yang saya dan Mbak Didin keluarkan. Berharap kapal kayu yang sedang berlayar bisa mendengar dan menyelamatkan kami. Mengingat hal tersebut sekarang, saya suka tersenyum sendiri. Kok, rasanya seperti adegan dalam film-film. Tapi saat mengalaminya di bulan Maret tahun 2012 lalu, hal itu sama sekali nggak lucu.

Saat itu, saya dan beberapa rekan dari majalah GADIS mendapat tugas untuk roadshow GADIS Sampul ke kota Manado. Nah, saat tugas kantor sudah selesai, kami luangkan untuk mengunjungi Taman Laut Bunaken yang letaknya tidak jauh dari kota Manado. Kami hanya perlu ke pelabuhan yang menyewakan kapal-kapal cepat. Dari sana, kapal cepat tersebut akan mengantarkan kami ke Bunaken.

Saya yang waktu itu pergi ke sana dengan 3 orang rekan dari GADIS, Mbak Didin, Mbak Martha dan Laura mendapatkan kapal cepat berukuran kecil. Kami pergi ke Taman Laut Bunaken ditemani 2 orang pemandu yang keduanya adalah pria. Saat perginya, kapal ini sempat tersendat-sendat dan mati mesinnya. Tapi begitu kedua pemandu tersebut mengotak-ngatiknya, kapal kembali berjalan lancar.

Tapi tidak demikian yang terjadi saat pulangnya. Mesin kapal tiba-tiba mati dan sama sekali tidak mau menyala. Setelah sang pengemudi memeriksa ternyata bensinnya habis dan di kapal tersebut tidak ada persediaan bensin. Mendengarnya memberitakan hal tersebut saya heran. Tidak kah dia memeriksanya sebelum membawa kami pergi? Kok bisa dia lalai untuk urusan sepenting itu.

Selanjutnya saya melihat sang pengemudi menelepon seseorang. Harapan di hati saya pun tumbuh bahwa akan ada seseorang datang membantu kami. Tapi harapan itu langsung buyar begitu dia memberitahu kami hasil dari pembicaraan tersebut. Sang pengemudi memberitahu bahwa dia tadi menelepon nomor temannya untuk minta tolong. Tapi ternyata sang teman meninggalkan handphone-nya di rumah. "Tapi tadi saya sudah titip pesan sama istrinya," begitu katanya. 

Saya pun berusaha untuk tenang sambil berharap temannya akan segera datang. Tapi setelah 10 menit kemudian berganti 20 menit tanpa ada kejelasan apa-apa, perasaan mulai khawatir. Pasalnya hari sebentar lagi akan berganti gelap. Ya masa mau menginap di kapal di tengah laut. Mana kapalnya berbentuk terbuka dan terus bergoyang mengikuti arus laut. Yang ada saya mual dan bisa masuk angin. Rupanya bukan saya saja yang khawatir, Mbak Martha dan Laura yang awalnya sempat membunuh waktu dengan foto-foto pun mulai khawatir. Mereka sampai menawarkan menelepon kembali teman si pengemudi dengan handphone kantor yang kami bawa.

Setelah sekitar 30 menit terapung, waktu sudah menunjukkan pukul 6 lewat dan matahari pun sudah hilang, kami berempat mulai khawatir. Apalagi di kapal ini juga tidak ada penerangan sama sekali. Ya ampun, bagaimana kalau tiba-tiba ada kapal besar lewat dan menabrak kami? Pikiran menakutkan itu menghampiri saya. Saya yang sangat menyukai laut menjadi takut dengan laut. Di malam hari, laut sama sekali tidak indah. Semuanya terlihat gelap. Gelap yang sangat luas. Aduh bagaimana ini?

Di tengah doa yang terus saya ucapkan dalam hati, tiba-tiba mata saya menangkap ada titik hitam besar yang makin lama makin mendekat. Ya Tuhan, itu kapal! Akhirnya ada kapal lain lewat. Refleks saya dan Mbak Didin berteriak, "Tolong! Tolong! Tolong!" sambil melambaikan tangan kami. Persis seperti yang ada di film-film. Untuk pertama kalinya saya melihat Mbak Didin yang pembawaannya luar biasa tenang, berteriak sekencang itu.  

Ternyata teriakan itu berhasil. Kapal yang ternyata merupakan kapal kayu untuk transportasi umum tersebut mendekat. Salah satu petugas kapal tersebut langsung melemparkan tali kepada sang pengemudi kapal kami. Rupanya kapal kami akan ditarik oleh kapal tersebut. Setelah terapung sekitar 45 menit di laut, melihat adegan penyelamatan itu, rasanya sungguh luar biasa lega. Tapi rupanya cobaan tidak berhenti sampai di situ. Begitu si kapal kayu bergerak, kepulan asap hitam langsung menyembur. Ya ampuuun... But we had no choice. Jadi ya mau nggak mau, sedikit mah terhirup deh, tuh asap.

Untungnya, di tengah perjalanan, ada kapal bantuan yang menjemput kami. Pfuuuiiihhh... kami diselamatkan dari asap hitam. Namun yang lebih penting lagi, kami tidak perlu terapung di laut Bunaken sepanjang malam. Terima kasih Tuhan.


----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h

Blog Sebelumnya:
  • Masuk Tempat Judi Kayak Masuk Mall
  • Melbourne, The Artsy City
  • Tempat Belanja Oleh-oleh di Melbourne, Australia
Baca Juga:  
  • Memukul Hantu di Hong Kong 
  • Foto Seharga 1,5 Juta di Korea Selatan 
  • Jauh-jauh ke Irlandia Untuk Foto Kambing 
"Dari perjudian," kurang lebih seperti itu jawaban dari tour leader one day tour di Macau, saat ditanyakan apa penghasilan utama dari Macau. Saya memang hanya menghabiskan waktu 2 hari 1 malam di Macau. Tapi dari durasi tersebut, saya harus mengamini ucapan tour leader tersebut. 

Sebelum mengunjungi Macau di Oktober 2011 lalu, saya tertarik dengan bangunan-bangunan yang desainnya seperti bangunan-bangunan di Eropa, salah satunya reruntuhan St. Paul. Namun setelah sampai di sana, itu bukan satu-satunya daya tarik Macau. Daya tarik yang justru paling kelihatan adalah tempat-tempat perjudian yang tersebar di mana-mana. Gimana nggak menarik, saat malam hari tempat-tempat perjudian ini seolah saling berlomba untuk menarik perhatian turis dengan gemerlap lampu warna-warni. Sehingga membuat Macau terlihat sangat menor! 

Akses menuju tempat perjudian ini pun dibuat sangat luar biasa mudah. Disediakan shuttle bus-shuttle bus gratis untuk menuju hotel-hotel mewah yang menjadi lokasi perjudian. Shuttle bus-shuttle bus ini tersedia di bandara dan pelabuhan. Sebenarnya ini cukup menguntungkan untuk para budget turis seperti saya dan teman-teman saya. Meskipun tujuan kami bukan berjudi namun kami tetap bisa menggunakan bus tersebut dengan tujuan hotel yang sudah ditentukan pastinya.



Grand Lisboa, cantik untuk difoto

Untuk masuk ke tempat perjudian ini pun tidak ada peraturan ribet. Ini saya buktikan ketika mengunjungi salah satu tempat perjudian yang cukup besar di Macau, yaitu Grand Lisboa. Saya yang belum pernah masuk ke lokasi perjudian seperti itu awalnya sangat deg-degan. Sempat bertanya-tanya dalam hati, bentuk pemeriksaannya akan seperti apa sehingga bisa mendapatkan izin masuk. Apakah akan ditanya umur dan dibuktikan dengan melihat passport atau bagaimana.

Tapi ternyata masuk ke tempat perjudian ini sama kayak masuk ke dalam mall-mall yang ada di Indonesia. Saya hanya perlu melewati screening seperti yang biasanya ada pintu masuk mall atau hotel. Bahkan petugas yang membantu proses tersebut tidak bertanya apa-apa kepada saya. Ya ampun, semudah itu untuk masuk ke pusat perjudian.

Begitu sampai di dalam saya ternganga dengan semua yang ada di dalamnya. Permainan mulai dari semacam dingdong sampai kartu ada semua di sini. Lebih terkejut lagi karena di sini banyak para petugasnya yang perempuan. Mereka terlihat sangat mahir mengocok kartu dan melayani permainan para pengunjung. Melihat tempat ini saya seperti melihat tempat perjudian yang ada dalam film-film Hollywood.

Tapi sayangnya tidak diperbolehkan untuk mengambil gambar. Jangankan mengambil gambar kehebohan suasana orang-orang yang sedang berjudi. Mengambil gambar kami sendiri saja di dalam tempat tersebut benar-benar dilarang. Saya dan teman-teman saya sempat ditegur oleh para petugas di sini ketika kami ingin mengambil gambar kami di tempat ini. Saya tidak tahu alasan tepatnya kenapa mereka melarang kami memotret tapi saya menduga ini cara mereka melindungi dan menghormati para tamu yang sedang berjudi.

Dengan semua kemudahan dan kenyaman ini nggak heran bila menurut Wikipedia, Macau pernah menjadi the world's largest gambling centre pada tahun 2006.

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie


Blog Sebelumnya:
  • Melbourne, The Artsy City
  • Tempat Belanja Oleh-oleh di Melbourne, Australia
  • 1 Jam Transit di Bandara Sydney? Nggak Cukup
Baca Juga:  
  • Memukul Hantu di Hong Kong 
  • Foto Seharga 1,5 Juta di Korea Selatan 
  • Jauh-jauh ke Irlandia Untuk Foto Kambing 
Nyeni! Itu kata yang tepat untuk menggambarkan kota Melbourne, Australia. Setelah menjelajahinya selama seminggu pada November 2014 lalu, ada beberapa hal yang saya lihat di kota ini  yang membuat saya sampai pada kesimpulan tersebut. Berikut di antaranya:



Yarra Building

1. Bangunan Artistik. Yang saya sukai dari Melbourne adalah perpaduan antara bangunan-bangunan vintage dan modern yang terlihat harmonis. Membuat kota ini terlihat sangat modern sekaligus kuno. Nah, banyak bangunan modern yang ada di sini ajaib-ajaib. Dalam artian bentuknya di luar standar bangunan pada umumnya. Contohnya adalah Yarra Building dan Atrium. Dua bangunan yang berada di komplek Federation Square ini berdesain dekonstruktif sehingga kelihatan unik. Tidak jauh dari itu, di sudut antara Swanston dan La Trobe Street, saya juga sempat melihat bangunan yang memiliki atap berbentuk awan hijau. Unik! Saya tidak tahu itu bangunan apa karena tidak sempat mampir ke sana. Dari dulu Melbourne memang concern dengan keindahan bentuk bangunannya. Terbukti pemerintahnya suka menggelar lomba desain ketika ingin membangun bangunan publik. Flinders Station adalah salah satunya. Stasiun kereta api yang mulai dibangun pada 1905 ini karya arsitek James Fawcett dan H.P.C. Ashworth. Keduanya memenangkan kompetisi desain Flinders Station pada tahun 1899.

2. Street Arts. Pusat kota Melbourne banyak memiliki jalan-jalan kecil. Mungkin di sini, seperti gang. Namun yang membuat gang - gang di Melbourne menarik adalah graffiti yang mewarnainya. Yap, di sana graffiti tidak dianggap sebagai bentuk vandalisme melainkan sebagai karya seni. Bahkan gang - gang yang dipenuhi coretan graffiti ini dijadikan sebagai salah satu objek wisata. Salah satu gang yang saya kunjungi adalah Hosier Lane yang berada di depan Atrium Federation Square. Di sini banyak coretan gambar yang menarik perhatian.


Amistat

3. Street Musicians. Ini salah satu yang alasan yang membuat saya jatuh hati dengan Melbourne. Banyak musisi jalanan dengan kualitas musik yang bagus. Saya sempat melihat para musisi jalanan ini beraksi di Bourke Street, tepatnya di sekitar Bourke Street Mall. Saat mengunjungi lokasi ini, saya melihat ada 4 street musicians yang tersebar di beberapa titik. Saya sempat melihat 3 pertunjukan di antara mereka, 1 solois dengan gitar, 1 solois dengan piano dan duo dengan gitar dan piano. Favorit saya adalah duo yang bernama Amistat. Salah satu lagu yang dibawakannya yang bercerita tentang long distance relationship sukses menyentuh saya. Ah, jadi ingin balik lagi ke sana dan kembali menyaksikan penampilan mereka.

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie

 Blog Sebelumnya:
  • Tempat Belanja Oleh-oleh di Melbourne, Australia
  • 1 Jam Transit di Bandara Sydney? Nggak Cukup
  • Hidup Tidak Berhenti Karena Tua
Baca Juga: 
  • Dublin, Kota Nyaman Untuk Solo Traveler
  • Turis Indonesia Terkenal Tukang Pipis di Korea Selatan
  • EuroTrip: Sopir Ganteng di Barcelona


Mencari tempat belanja oleh-oleh di Melbourne tidak sulit, karena ada banyak tempat yang bisa didatangi. Berikut tempat-tempat yang bisa dituju untuk membeli oleh-oleh seperti gantungan kunci, T-shirt, magnet dan sebagainya.
  1. Souvenir shops di tempat-tempat wisata populer. Baik itu Eureka Tower yang ada di pusat kota Melbourne atau Penguin Parade dan Nobbies Centre yang ada di Phillip Island, semuanya memiliki toko souvenir.   
  2. Souvenir shops di Swanston Street. Di jalan ini ada beberapa toko souvenir. Rata-rata barang yang dijualnya pun sama dengan harga yang nyaris sama juga. Meskipun kadang ada barang yang lebih murah di toko A daripada di toko B tapi untuk barang lainnya toko B lebih murah dari toko A. Jadi kalau punya banyak waktu boleh dimasukkin satu-satu tokonya untuk mendapatkan harga termurah. Tapi kalau waktu kita mepet, perbedaan harganya tidak terlalu jauh kok, untuk sampai membuat kita menghabiskan waktu dan tenaga.
  3. Queen Victoria Market. Nah, kalau mau beli oleh-oleh dengan harga terjangkau di Melbourne, tempat ini yang harus didatangi. Saat belanja di sini saya bisa mendapatkan 3 T-Shirt dengan harga 20 AUD. Kalau mau beli satuan harganya 8 AUD. Selain itu, magnet atau gantungan kuncinya juga lebih murah harganya dibandingkan di toko-toko souvenir yang ada di tempat wisata atau Swanston Street. Saya sempat membeli 1 paket souvenir berisi 6 gantungan kunci di Nobbies Centre seharga 6,99 AUD sementara di pasar ini 1 paket souvenir berisi 6 gantungan kunci atau magnet harganya hanya 4 AUD dan kalau beli 3 paket hanya 10 AUD. Tapi di pasar ini, saya tidak menemukan paket souvenir yang sama persis dengan yang saya beli di Nobbies centre, jadi saya tidak bisa membandingkan kualitasnya apakah sama atau berbeda. Kalau datang ke sini sebaiknya pagi-pagi karena ketika saya datang ke sini sekitar pukul 2 siang, banyak penjual yang sudah tutup. Pasar yang beralamat di antara sudut jalan Elizabeth dan Victoria ini juga tutup di hari Senin dan Rabu. Untuk jadwal lengkap waktu buka tutup bisa dilihat di website mereka di sini.  

Booking.com


----------@yanilauwoie----------

Find me at:
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie
LINE: @psl7703h


Baca Juga: 
  • Tempat Melihat Koala di Australia
  • Harga Makanan di Melbourne, Australia
  • Melbourne, The Artsy City
  • EuroTrip: Tempat Belanja Murah di Dublin, Irlandia 
  • EuroTrip: Tempat Belanja Oleh-oleh di Dublin, Irlandia 

 Blog Sebelumnya:
  • 1 Jam Transit di Bandara Sydney? Nggak Cukup
  • Hidup Tidak Berhenti Karena Tua
  • Penginapan di Melbourne, Australia: Urban Central Accommodation

Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2016 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ▼  2015 (51)
    • ►  December (7)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (3)
    • ►  March (6)
    • ▼  February (4)
      • Terapung di Laut Bunaken
      • Masuk Tempat Judi Kayak Masuk Mall
      • Melbourne, The Artsy City
      • Tempat Belanja Oleh-oleh di Melbourne, Australia
    • ►  January (3)
  • ►  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (13)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ►  October (6)

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes