My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio
Hari ini saya dapat notifikasi dari Facebook tentang foto yang saya posting 5 tahun lalu. Foto yang saya posting itu adalah foto saya dengan latar belakang orang sedang melakukan paralayang atau terjun payung di Puncak, Jawa Barat. Foto itu diambil tepat sebelum saya melakukan hal yang membuat jantung saya hampir copot, terjun payung!


Saya sebelum terbang

Di bulan April tahun 2010, saya mendapat ajakan dari teman kampus saya, Hilda untuk paralayang di Puncak. "Nanti kita paralayang dengan tandem yang ada Bucek-nya." Kurang lebih seperti itu bujukan Hilda agar saya ikut. Saya sih, bukan penggemar Bucek Depp, tapi saya belum pernah mencoba terjun payung di Puncak. Bahkan saya belum pernah terjun payung sama sekali. Jadi ajakan paralayang itu sendiri tanpa embel-embel Bucek Depp, sudah menggoda saya.

Entah bagaimana ceritanya yang jelas Hilda ini berhasil menghubungi klub paralayang di mana Bucek tergabung di dalamnya. Bukan hanya itu, Hilda bahkan bisa mendapatkan Bucek sebagai tandeman kami untuk terjun payung bareng. Namun tidak semuanya bisa tandeman bareng Bucek. Saat itu ada 3 orang pilot paralayang yang akan menemani kami ber-9. Nah, cap cip cup deh, siapa yang akan terbang bareng Bucek atau siapa yang hanya bisa gigit jari saja memandanginya. 

Kami pun kemudian mengundi urutan yang akan terbang. Ternyata oh ternyata dari undian urutan itu saya dan Hilda akan terbang paralayang bareng Bucek Depp. Beberapa teman saya yang tidak mendapatkan Bucek sebagai tandeman langsung heboh membicarakan betapa beruntungnya kami. Saya hanya terdiam. Bukan.. bukan karena saking senangnya dapat Bucek lalu saya jadi speechless. Sumpah bukan itu. Tapi saya terdiam karena saya merasa luar biasa takut. Saking takutnya, saya bahkan tidak peduli siapa tandeman saya. Mau Bucek atau Becek atau siapapun dia, saya tidak peduli. Saya hanya ingin mendarat dengan selamat.


Hilda sempat wefie sama Bucek, bahkan sebelum wefie setenar sekarang

Berada di puncak ketinggian seperti itu, jantung saya mendadak melorot. Tiba-tiba kepikiran bagaimana bila sesuatu yang buruk terjadi dan saya bukannya melayang melainkan jatuh ke bawah. Hiiiiiy. Apalagi sebelumnya saya diminta menandatangani surat yang isinya menyatakan kurang lebih bahwa saya tidak akan menuntut klub paralayang tersebut jika terjadi kecelakaan. Wah, jadi ada kemungkinan terjadi kecelakaan, dong? 

Saat sedang mempertimbangkan apakah saya akan terbang atau batal, saya teralihkan dengan kejadian yang lebih membuat deg-degan lagi. Saya melihat ada orang (dari klub paralayang yang berbeda dengan kami. Iya jadi puncak tersebut dipakai terjun oleh lebih dari satu klub) yang sedang berlari dan siap terjun, namun saat dia sampai di ujung landasan, yang memisahkan antara daratan dan udara, seorang petugas menarik dia kembali dengan luar biasa sigap karena parasut dia tidak mengembang.   

Melihat kejadian itu, rasa panik makin menyelimuti saya. Bagaimana bila kejadian itu menimpa saya? Bagaimana bila parasut saya tidak mengembang dan petugas yang ada tidak sigap menarik saya. Logikanya saya akan jatuh, kan? Jatuh dari ketinggian ratusan meter. Membayangkan skenario buruk itu lutut saya makin gemetar. Tapi kalau saya membatalkan penerbangan saya, bagaimana caranya saya bisa turun ke bawah? Angkot yang tadi mengantar kami ke puncak ini sudah turun kembali ke bawah dan menunggu kami di tempat seharusnya kami mendarat. Hadeeeeeh. Saya pun memutuskan untuk tetap terjun dan menenangkan jantung saya yang degupnya makin tidak karuan.

Belum juga jantung saya tenang (tapi kayaknya selama belum terjun, jantung saya tidak akan pernah tenang), sudah tiba giliran saya untuk terbang bersama Bucek. Saya sampaikan ketakutan saya. Saya bilang padanya sebenarnya saya punya ketakutan terhadap ketinggian. Dengan luar biasa baiknya Bucek berusaha meyakinkan saya bahwa semuanya aman dan akan baik-baik saja. "Saya juga duku takut ketinggian, kok. Makanya saya memberanikan diri dengan paralayang ini," kurang lebih begitu ucapnya. Saya langsung merasa sepaham dengan Bucek. Salah satu alasan saya mau mencoba paralayang adalah untuk mengalahkan ketakutan saya akan ketinggian.

Menit-menit selanjutnya saya seperti tidak menjejak tanah. Saat petugas memasang parasut di tubuh saya sambil menjelaskan berbagai hal, saya tidak benar-benar paham. Saya melihat mulut petugas itu bergerak tapi sulit sekali untuk memahami apa yang sebenarnya dia ucapkan. Saya tahu ini diakibatkan rasa takut yang luar biasa besar saya rasakan. Satu-satunya penjelasan dia yang saya pahami dengan benar adalah saat dia nanti memerintahkan lari, saya harus benar-benar lari karena kalau saya tidak lari, saya akan tertabrak oleh Bucek yang berada di belakang saya. 

Petugas bertanya apakah saya sudah memahami semua instruksinya, saya tidak punya pilihan lain selain mengangguk. Kalau saja wajah saya tertangkap kamera saat itu, saya yakin akan terlihat sangat pucat pasi penuh ketakutan. Perintah itu akhinya terdengar, petugas menyuruh saya lari. Tapi kaki saya terasa menempel dengan tanah. Jangankan lari, untuk melangkah aja seperti ada kiloan batu yang menyangkut. Selanjutnya yang saya tahu, petugas tersebut menarik tali yang menempel pada tubuh saya sambil berlari kencang, mau tidak mau saya ikut tertarik dan berlari.

Sambil berlari saya melihat landasan yang ada di depan tersebut, makin saya mendekati landasan tersebut, jantung saya berdetak makin luar biasa kencang. Ya Tuhan, ya Tuhan... Saya takut! Dan ketika kaki saya terakhir menyentuh daratan, saya mengeluarkan jeritan yang luar biasa kencang. Saya mengira saya akan terjatuh dan jantung saya akan terasa seperti ketika saya berada di roller coaster saat roller coaster itu meluncur turun dari ketinggian. Tapi ternyata saya salah!

Begitu kaki saya tidak lagi menjejak daratan, parasut membawa saya dan Bucek melayang. Terbang ke atas. Rasa takut itu pun berubah menjadi rasa yang luar biasa menyenangkan. Saya seperti sedang berada di ayunan. Tenang dan terbuai. But what I like the most about it was I defeated one of my worst fear :)   

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie

Baca Juga:
  • Mie Titi Bikin Bingung
  • Terapung di Laut Bunaken
  • Masuk Tempat Judi Kayak Masuk Mall

Blog Sebelumnya:
  • Australia? Indonesia Banget!
  • Jongkok di Toilet Duduk Bukan Cuma di Indonesia
  • Makan Makanan Bekas Babi
  • Tempat Belanja Oleh-oleh di Praha, Ceko



  


Penggunaan kata Australia pada judul di atas mungkin kurang pas, karena negara bagian yang saya kunjungi saat ke Australia pada November 2014 lalu hanya lah Victoria. Tapi entah kenapa saya punya dugaan kuat bahwa negara bagian-negara bagian lain di Australia tidak akan jauh berbeda dalam urusan "kedekatannya" dengan Indonesia.

Baru juga mendarat di Melbourne International Airport, saya sudah mendengar bahasa Indonesia diucapkan. Saat itu, saya sedang menunggu shuttle yang akan membawa saya dari bandara menuju penginapan. Tiba-tiba saya mendengar percakapan dalam bahasa Indonesia. "Perasaan, saya sudah berada lebih dari 5.000 KM jauhnya dari Jakarta," pikir saya saat itu. Saya langsung menengok ke sumber suara yang duduk di sebelah saya. Rupanya mereka adalah ibu dan anak perempuan yang sudah tinggal selama puluhan tahun di Sydney dan ke Melbourne untuk liburan. Sang anak perempuan yang saya taksir usianya tidak jauh dengan saya itu memberikan beberapa rekomendasi tempat untuk didatangi di Melbourne. 

Percakapan berbahasa Indonesia yang tidak sengaja saya dengar tidak berhenti sampai di situ. Saat saya sedang keliling Melbourne City Centre, beberapa kali saya mendengar sekumpulan orang sedang mengobrol dengan bahasa Indonesia. Ini jadi mengingatkan saya akan perjalanan saya ke Singapura dan Hong Kong, bahasa Indonesia terdengar di mana-mana. 

Mungkin karena banyaknya orang Indonesia di sana, saya merasa jadi lebih mudah untuk menemukan segala sesuatu yang sangat Indonesia di sini. Contohnya, rupiah sangat mudah ditemukan di money changer yang tersebar di penjuru kota. Jadi transaksi tukar-menukar mata uang rupiah ke dollar Australia sangat mudah dilakukan. Waktu saya ke Eropa, boro-boro ada money changer yang menyediakan transaksi rupiah. Selain itu, makanan dengan cita rasa Indonesia juga banyak ditemukan di sini. Sebut saja nasi goreng dan mie goreng. Dua menu ini saya lihat beberapa kali di beberapa restoran yang berbeda. Bahkan di restoran yang letaknya di luar kota Melbourne, tepatnya di daerah Lorne menyediakan nasi dan mie goreng juga, lho!


Menu di restoran Chopstix Noodle Bar di Lorne, Victoria

Namun hal yang membuat saya berpikir bahwa saya bisa tinggal di sini adalah saat saya melihat Indomie dijual di South Melbourne Market. Bukan cuma di satu toko, tapi ada di beberapa toko. Selama ada Indomie everything will be fine. Hahahaha. Saya tersenyum melihat penampakan mie instant tersebut. That's so Indonesia :)  


Dengan harga 2 dollar bisa dapat 4 Indomie goreng


Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie

YouTube: yanilauwoie

Baca Juga:
  • EuroTrip: "Dirampok" Ryan Air di Barcelona
  • EuroTrip: Pakai Bahasa Indonesia Aja!
  • EuroTrip: Amazing Race di Paris
  • EuroTrip: Koper Melayang di Paris
Blog Sebelumnya:
  • Jongkok di Toilet Duduk Bukan Cuma di Indonesia
  • Makan Makanan Bekas Babi
  • Tempat Belanja Oleh-oleh di Praha, Ceko
  • Makan Apa di Makassar?


Bete! Itu yang saya rasakan ketika kemarin siang saya menemukan jejak sepatu menempel di toilet duduk kantor saya. Kok masih aja ada orang yang tidak bisa memakai toilet sebagaimana mestinya. 

Jejak sepatu di toilet duduk ini jadi melayangkan ingatan saya pada trip saya ke Korea Selatan di bulan November 2012. Selama saya di sana saya mudah sekali merasa ingin pipis. Maklum lah, saat ke sana mulai masuk winter (musim dingin) yang cuacanya bisa mencapai belasan derajat, bahkan kadang di bawah 10 derajat. Nah begitu pun saat saya berada di TeSeum (Teddy Bear Safari Museum) yang berada di Pulau Jeju. Seingat saya, saya pipis lebih dari 1 kali di sini.

Di salah satu sesi pipis saya tersebut, saya melihat ada papan peringatan lucu terpasang di pintu bagian dalam toilet. Kalau dilihat sekilas papan peringatan ini seperti pajangan. Tepatnya pajangan anak beruang yang terlihat adorable. Namun saya sadar bahwa itu adalah papan peringatan ketika saya membaca tulisannya yang isinya begini: "Please do not climb on the toilet". Papan peringatan ini dibuat dalam 3 bahasa, yaitu Korea, Mandarin (eh benar kan, itu bahasa Mandarin?) dan Inggris.
Apakah gambar imut si beruang bisa "membujuk" para pengguna toilet untuk tidak melakukan kebiasan tersebut? Saya tidak tahu. Namun yang pasti, kebiasaan buruk jongkok di toilet duduk bukan hanya ada di Indonesia saja.

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie
Baca Juga:
  • Turis Indonesia Terkenal Tukang Pipis di Korea Selatan 
  • Melihat Salju di Korea Selatan
  • Telanjang dong, di Bandara
Blog Sebelumnya:
  • Makan Makanan Bekas Babi
  • Tempat Belanja Oleh-oleh di Praha, Ceko
  • Makan Apa di Makassar?
  • Tempat Belanja Oleh-oleh di Makassar
Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2016 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ▼  2015 (51)
    • ►  December (7)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ▼  April (3)
      • Paralayang di Puncak Bareng Bucek Depp
      • Australia? Indonesia Banget!
      • Jongkok di Toilet Duduk Bukan Cuma di Indonesia
    • ►  March (6)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (13)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ►  October (6)

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes