Betapa Tepat Waktunya Orang Jepang
"Tidak, tidak! Tutup, tutup!" kata seorang penjaga toko souvenir di Osaka Castle kepada saya dan Biru ketika kami mencoba memasuki tokonya. Saya melirik jam tangan, tepat pukul 17.00. Wah, tepat waktu banget, ya?
Kami berkunjung ke Osaka Castle pada April 2019, pada saat injury time, hampir pukul 16.30, sekitar 30 menit sebelum istana yang dibangun pada tahun 1583 ini tutup. Saat di pintu tiket, petugas sudah mengingatkan akan hal ini. Lalu, petugas lain yang bertugas untuk mengatur jalur ke lift juga hilir mudik sambil membawa papan pengumuman yang menyebutkan bahwa istana akan tutup pukul 17.00.
Setelah sukses mengelilingi setiap lantai dalam waktu hampir 30 menit, kami bersiap untuk keluar istana namun mata Biru menangkap berbagai buku yang dipajang di toko souvenir lantai 1. Saat dia membaca-baca beberapa buku sampel, saya sibuk melihat-lihat berbagai souvenir yang dijual. Namun kami berdua memutuskan tidak membeli apa-apa.
Lalu ketika beberapa langkah meninggalkan toko tersebut, Biru menyatakan keinginannya untuk membeli salah satu buku namun dia masih ragu. Saya pun meyakinkannya untuk membeli buku tersebut. Saya tahu betapa dia sangat cinta sama buku dan kami tidak punya waktu banyak di Osaka untuk kembali ke tempat yang sama. Akhirnya dia yakin untuk membeli buku tersebut. Kami pun kembali ke toko souvenir.
Namun kagetlah kami ketika sang petugas melarang kami untuk mendekati toko karena jam berkunjung yang sudah selesai. Dia melarang sambil memberikan tanda silang dengan tangannya yang diletakkan di depan dada. Biru berusaha menjelaskan bahwa dia sudah tahu apa yang dia mau, hanya tinggal bayar saja. Namun petugas wanita tersebut tetap tak memperbolehkannya masuk. Sejujurnya saya tak yakin apa dia mengerti perkataan Biru dalam bahasa Inggris tersebut.
Saat kami berusaha meyakinkannya, seorang bapak dan ibu yang saya duga dari India tiba-tiba masuk nyelonong ke dalam toko. Mungkin mereka juga tidak tahu bahwa toko akan tutup karena pada kenyataannya masih ada beberapa orang di dalam toko.
Melihat pasangan tersebut, sang petugas langsung bergerak gesit menghampiri mereka dan berkata, "Tidak! Tutup!" sambil memberikan bahasa tubuh untuk meminta sang pasangan keluar toko. Keduanya pun nurut meninggalkan toko.
Ketika sang petugas sibuk dengan pasangan tersebut, Biru keluar dengan strategi lain. Dia mengambil buku contoh yang dia inginkan – untungnya rak buku ada di depan dan bukan dalam toko – dan mengeluarkan uang Yen. Lalu dia mengacungkan buku dan uang tersebut ke depan petugas.
Entah karena sang petugas akhirnya mengerti maksud Biru atau dia melihat kegigihannya, akhirnya dia meminta persetujuan kasir yang bertugas dalam bahasa ibunya. Melihat Biru dengan buku dan uang di tangan, sang kasir mengizinkannya masuk. Lalu sang kasir memberikan buku baru dan mengambil buku contoh dari tangan biru. Selesai transaksi, saya melirik jam tangan saya yang "baru" menunjukkan pukul 17.02.
Peristiwa lain yang berkaitan dengan waktu adalah saat kami menyewa sepeda untuk berkeliling Arashiyama, Kyoto. Kami menyewa sepeda elektrik di tempat penyewaan sepeda dekat Saga Torokko Station, stasiun tempat naik Sagano Romantic Train. Petugas menyebutkan bahwa kami harus mengembalikan sepeda ke tempat yang sama kami meminjamnya pada pukul 17.00.
Mengingat apa yang terjadi di toko souvenir Osaka Castle, kami pun berusaha agar bisa sampai di tempat penyewaan sebelum pukul 17.00. Namun namanya juga tidak hafal jalanan, jadi ya, kami banyak nyasar. Meskipun saya tidak keberatan tersasar karena dengan begitu saya bisa melihat rumah-rumah tradisional dari penduduk Jepang yang bagus dan unik, tapi saya tahu benar kalau saya diburu waktu.
Sudah menduga tidak akan bisa sampai sebelum pukul 17.00 seperti yang direncanakan, saya tetap mengayuh sepeda dengan cepat, agar kalaupun telat, ya setidaknya nggak telat-telat banget. Tepat ketika saya bisa melihat mulut dari jalanan tempat pengembalian sepeda, mata saya menangkap seorang petugas penyewaan sepeda.
Begitu dia melihat saya mendekat, dia pun meninggalkan ujung jalan tersebut dan berjalan menuju tempat penyewaan sepeda. Lalu ketika saya sampai, dia menyambut saya sambil berkata, "Terima kasih." Hal yang sama dia lakukan kepada Biru dan pasangan lain yang juga baru sampai. Saya melirik arloji di pergelangan tangan saya, pukul 17.01.
Demikian tepat waktunya, sampai sang petugas harus menunggu kami di ujung jalan saat kami belum hadir pada pukul 17.00. Entah sejak kapan dia berdiri di sana menunggu kami. Tapi apa yang dilakukannya menunjukkan kepada saya bahwa saya memang tidak bisa anggap enteng perkara waktu dengan orang-orang Jepang. Mereka tepat waktu banget!
----------@yanilauwoie----------
Blog Sebelumnya:
0 komentar