My Travel Stories

Lots of memories I can't keep, that's why I write.

Powered by Blogger.
  • Home
  • Indonesia
  • Asia
  • Australia
  • Eropa
  • Amerika
  • Travel Tips
  • Itinerary
  • Portfolio
"Makan bareng babi, masih oke lah. Tapi kalau makan bekas babi, itu parah," ucap teman trip saya ke Ujung Kulon, Agung sambil tertawa. Saat ini sih, bila mengingat itu kami hanya bisa tertawa. Tapi saat mengalaminya saya sempat bereaksi, "Apa? Masa harus makan bekas babi, sih?"


Saat makan, babi-babi masih berkeliaran di sekitar kami. 
(Foto: Siska Kartika)

Saat itu, saya mengikuti salah satu trip yang diselenggarakan oleh sebuah operator tur. Tujuannya adalah menghabiskan pergantian tahun dari 2010 - 2011 di Taman Nasional Ujung Kulon. Kami menginap di penginapan yang ada di Pulau Peucang. Saat di sini saya merasa sangat menyatu dengan alam. Bukan hanya karena di depan penginapan terdapat pantai dan di belakang penginapan terdapat hutan, tapi juga karena banyaknya binatang yang berkeliaran bebas. Paling tidak saya melihat rusa, monyet dan babi hutan berkeliaran di sini.

Awalnya sih, saya merasa senang. Jarang-jarang melihat binatang-binatang ini beredar di luar kandangnya. Apalagi ketika saya melihat rusa-rusa yang sedang merumput, gemas rasanya ingin memotret pemandangan ini terus menerus. Tapi berbeda urusannya ketika saya melihat babi hutan-babi hutan berwarna hitam mengendus-endus di antara kami. Saya takut! Tapi saya diyakinkan bahwa binatang ini tidak berbahaya. Mereka tidak akan menyerang kami.

Mungkin karena percaya bahwa binatang ini tidak berbahaya, kami semua jadi santai. Saking santainya, petugas operator tur meletakkan makan siang kami di rerumputan tanpa ada yang menjaga. Yap, niatnya ingin makan di atas tikar di tengah rerumputan. But you know what happened next? Beberapa babi hutan langsung mengerumuni makanan tersebut. Bahkan satu babi, berhasil meletakkan moncongnya ke tumpukan telur dadar. Yuuuuh.

Semua peserta tur langsung heboh melihat itu. Beberapa langsung mengusir para babi dari makanan yang seharusnya menjadi makanan kami tersebut. Telur dadar bagian atas langsung dibuang. Petugas operator tur meyakinkan bahwa makanan lainnya aman untuk dikonsumsi (selain telur dadar, ada juga nasi dan mie instan). Saya tertegun memandangi makanan yang telah ditinggalkan oleh para babi. There's no way I am going to eat that food. 

Ini bukan masalah babi itu haram atau tidak haram. Tapi saya tidak akan makan apapun bekas binatang (terserah itu sudah dimakan atau baru diendus, menurut saya itu tetap saja bekas atau sisaan binatang). Bahkan bila yang mengendus itu pun kucing, saya tetap tidak mau memakannya. Untung saja, ada peserta tur lain yang membawa makanan lain dan mau membaginya dengan saya sehingga saya tidak harus makan makanan bekas babi. 

Pffuuuiihhh.        

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Tempat Belanja Oleh-oleh di Praha, Ceko
  • Makan Apa di Makassar?
  • Tempat Belanja Oleh-oleh di Makassar
  • Little Penguin Publish di Majalah GADIS No. 07/2015
Baca Juga:
  • Dicurigai Membawa Peledak
  • Terapung di Laut Bunaken
  • Turis Indonesia Terkenal Tukang Pipis di Korea Selatan
     
Saya tidak menyusuri seluruh Praha saat mengunjunginya pada September 2013 lalu. Saya hanya berjalan-jalan di sekitaran Old Town. Tidak sempat ke wilayah New Town. Tapi untuk wilayah Old Town saja, ada banyak tempat belanja oleh-oleh yang menjual souvenir khas Praha. Berikut tempat-tempat membeli oleh-oleh yang sempat saya kunjungi.

1. Havel's Market
Market yang berada di Havelska Street, Prague 1 ini bentuknya adalah deretan tenda yang memanjang di tengah jalan. Yap, kesannya seperti bazaar. Bedanya bila bazaar hanya digelar untuk periode waktu tertentu, market ini tidak demikian. Havel's Market buka setiap hari mulai pukul 09.00 - 18.00. Barang jualannya pun beraneka ragam, mulai dari buah, sayur, bunga, mainan, kerajinan tangan sampai souvenir khas Praha dijual di sini. Saya sempat melihat-lihat magnetnya yang dijual dengan harga sekitar 50 - 70 CZK. 

2. Wenceslas Square
Di sekitar Wenceslas Square ada banyak toko. Mulai dari toko pakaian, toko sepatu, makanan cepat saji dan termasuk toko souvenir. Ada beberapa toko souvenir yang saya lihat di sini. Rata-rata barang yang dijualnya hampir sama. Misalnya T-Shirt, magnet, gantungan kunci, pajangan dan sebagainya.

3. Art Gama Gallery
Sebenarnya saya tidak sengaja menemukan toko yang terletak di Karla Aksamita 858/6 ini. Saat itu saya dari Old Town Square sedang berjalan menuju Prague Castle. Saya masuk ke lorong-lorong kecil yang memiliki jalanan bebatuan khas abad pertengahan. Di tengah perjalanan sempat mampir ke toko yang menjual lukisan ini. Lukisan Old Town Square, Prague Astronomical Clock, Prague Castle dan ikon kota Praha lainnya ada di sini. Saya tentu tidak membeli lukisan. Selain harganya yang diluar budget, agak repot membawa lukisan yang ukurannya cukup besar. Tapi, saya membeli satu lukisan dalam bentuk magnet imut. Eh tapi jangan membayangkan magnet ini dilukis asli oleh tangan, seperti lukisan beneran yang dijual di sini. Lukisan di magnet ini adalah lukisan yang sudah diperbanyak. Karena itu kisaran harganya tidak terlalu mahal. Yang paling murah bisa didapatkan hanya 50 CZK saja per magnetnya.   



Teman saya, Mira yang penggemar kalung langsung berbinar-binar melihat ini.


4. Charles Bridge
Kalau mau membeli oleh-oleh yang mungkin agak berbeda, bisa datang ke sini. Di sekitaran Charles Bridge ada penjual aksesoris batu-batuan. Misalnya kalung, gelang atau anting yang terbuat dari batu. Aksesoris ini juga handmade, jadi bentuknya tidak pasaran. Sebagai gambaran harga, 1 kalungnya saat itu dijual seharga 10 Euro. Selain itu, di sini juga ada penjual magnet dengan gambar yang tidak standar - seperti Prague Castle atau Prague Astronomical Clock. Magnet yang dijual di sini bergambar badut, kucing dan malaikat. Harganya lumayan mahal, yaitu 8 Euro untuk 1 magnetnya. Nggak heran bila harganya segitu karena magnet tersebut hand painted alias dilukis satu-satu dan bukan dibuat secara massal oleh pabrik. 

5. Prague Castle
Di kompleks Prague Castle ada 1 area bernama Golden Lane. Di sini, ada beberapa rumah yang sudah beralih fungsi menjadi toko buku dan souvenir. Saya sempat membeli 1 magnet Prague Astronomical Clock seharga 99 CZK. Yang saya suka dari magnet ini adalah terbuat dari kayu dengan ukiran yang sangat rapi. Worth the prize. 

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Makan Apa di Makassar?
  • Tempat Belanja Oleh-oleh di Makassar
  • Little Penguin Publish di Majalah GADIS No. 07/2015
  • Mie Titi Bikin Bingung
Baca Juga:
  • Uniknya KFC di Praha: Dari Refill Minuman Sampai Kode Toilet 
  • Penginapan di Praha, Ceko: Fusion Hotel
  • EuroTrip: "Diusir" Pelayan di Praha
  • EuroTrip: Balada Kamar Dormitory

Banyak makanan enak di Makassar! Seminggu di Makassar, saya mencoba berbagai makanan yang ada di sana. Saya harus akui tidak semuanya cocok di lidah saya. Tapi saya yakin itu bukan karena makanannya tidak enak, tapi lebih ke masalah selera. Ini beberapa makanan yang saya coba ketika ada di Makassar, 1 - 7 Maret 2015 lalu.



Ayam goreng (Rp. 17.500,-) + nasi (Rp. 6.000,-) di Rumah Makan AGS

Ayam Goreng Sulawesi
Entah karena bosan dengan makan daging-dagingan selama beberapa hari pertama di Makassar atau memang ayam ini memiliki rasa berbeda. Namun yang jelas ayam goreng sulawesi sangat pas di lidah saya. Ayamnya manis tapi manisnya tidak berlebihan dan dengan paduan sambal yang dikucuri jeruk nipis rasanya luar biasa nikmat! Saking enaknya ayam goreng yang saya makan di Rumah Makan AGS (Jl. Sultan Hasanuddin No. 17) pada siang hari, malam harinya saya makan lagi ayam goreng sulawesi. Tapi kali ini di Rumah Makan Sulawesi Baru (Jl. Pattimura No. 2). Rasanya? Sama enaknya dengan yang di rumah makan AGS. Jadi saya rasa kuncinya memang ada di ayam yang merupakan ayam lokal alias ayam kampung.   



Udang, cumi, baronang, otak-otak, sayur tauge, nasi dan minum, harganya hampir Rp. 400.000,-
Seafood
Sebagai kota di tepi laut, kesegaran seafood di kota ini tidak perlu dipertanyakan lagi. Rumah makan seafood juga tersebar di mana-mana. Nah, dari sekian banyak rumah makan yang ada, kemarin saya makan di Rumah Makan Lae-lae (Jl. Datu Museng No. 8). Katanya sih, banyak yang lebih enak dari Lae-lae, tapi harganya tidak semurah Lae-lae. Saya, Mbak Martha dan Widi (mereka teman work trip saya) memesan 3 menu utama yaitu ikan baronang bakar rica-rica, udang goreng tepung dan cumi bakar. Saya suka dengan ikan baronang bakar rica-ricanya. Segar dan enak! Udang goreng tepungnya juga lezat. Justru yang saya rasa biasa, tidak terlalu istimewa adalah cumi bakarnya. Meskipun tidak bisa dibilang tidak enak. Untuk sambalnya mereka menyediakan 3 sambal yang beda, yaitu sambal rica-rica, sambal pedas asin dan sambal pedas manis. Dua sambal terakhir, saya tidak tahu namanya tapi rasanya seperti itu. Sambal favorit saya adalah sambal rica-rica dan pedas asin.   



Konro bakar, harganya Rp. 45.100,- (sudah dengan tax 10%)

Sop Konro
Bagi saya, porsi konro bakar yang saya pesan terlalu besar. Seharusnya bisa dimakan berdua. Tapi karena Mbak Martha dan Widi merasa 1 porsi itu cukup untuk 1 orang, ya saya menurut saja. Meskipun saya berhasil menghabiskan semuanya, tapi saya tetap berpikir porsi ini terlalu banyak untuk saya makan sendirian. Yang saya suka dengan konro bakar yang saya makan di Rumah Makan Sop Konro Karebosi (Jl. Gunung Lompobattang) ini adalah dagingnya yang lembut. Jadi tidak membuat gigi saya bekerja terlalu keras.



Coto campur + 2 ketupat, harganya Rp. 20.000,-

Coto Makassar
Soto bukan lah makanan favorit saya. Tapi bukan berarti juga saya tidak menyukainya. Jadi ketika saya makan Coto Makassar di Rumah Makan Coto Gagak (J. Gagak No. 27) saya cukup menikmatinya. Waktu itu yang saya pesan adalah coto yang isinya jeroan sapi. Selain jeroan, mereka menyediakan juga khusus dagingnya saja.



Pallubasa campur + nasi, harganya Rp. 27.000,-

Pallubasa
Sebenarnya makanan ini mirip dengan coto, isinya jeroan atau daging sapi. Yang membedakan adalah kuahnya. Warnanya lebih terang dibandingkan dengan kuah coto. Lalu, ada semacam serundeng (kelapa) yang ditabur di atasnya. Saya memesan menu campur (isinya jeroan sapi dan telur setengah matang). Untuk rasa sih, tidak terlalu beda jauh dengan coto. Saya makan pallubasa di Rumah Makan Pallubasa Serigala (Jl. Serigala). Ternyata rumah makan ini termasuk populer karena saat ke sana di jam makan siang, penuhnya luar biasa sampai harus berbagi meja dengan orang lain.



Mie titi, harganya Rp. 22.000,-

Mie Titi
Setelah 2x makan Mie Titi (pertama tahun 2011 di Rumah Makan Mie Titi, Jl. Datu Museng No. 23 dan awal Maret kemarin, di Rumah Makan Mie Titi, Jl. Dr. W. Sudirohusodo No. 20), saya harus mengakui bahwa makanan yang sejenis ifumie ini kurang pas di lidah saya. Entah karena mienya yang makin lama makin lembek karena terendam kuah atau karena rasa kuahnya yang kurang mengigit, yang jelas makanan ini tidak membuat saya ingin makan untuk ke-3 kalinya. 

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Tempat Belanja Oleh-oleh di Makassar
  • Little Penguin Publish di Majalah GADIS No. 07/2015
  • Mie Titi Bikin Bingung
  • Terapung di Laut Bunaken
Baca Juga:
  • Uniknya KFC di Praha: Dari Refill Minuman Sampai Kode Toilet 
  • EuroTrip: Harga Makanan di Paris, Prancis 
  • EuroTrip: Harga Makanan di Berlin, Jerman
  • EuroTrip: Harga Makanan di Barcelona, Spanyol 
  • Harga Makanan di Melbourne, Australia 

Tiga kali ke Makassar, tiga kali pula saya datang ke area ini untuk membeli oleh-oleh. Yap, area yang saya kunjungi untuk membeli oleh-oleh di Makassar tetap sama, yaitu di sekitaran Jl. Somba Opu, Makassar, Sulawesi Selatan. Di jalan ini bertebaran toko oleh-oleh, yang rata-rata menjual barang yang sama, yaitu camilan, souvenir dan kain khas Makassar.

Saya lupa nama toko yang saya kunjungi di perjalanan pertama dan kedua saya ke Makassar. Namun di perjalanan ketiga kemarin (1 - 7 Maret 2015), saya belanja di Sulawesi Art Shop yang terletak di Jl. Haji Bora No. 9B. Jalan ini terletak di antara Jl. Somba Opu dan Jl. Pasar Ikan. Yang saya suka dari toko ini adalah mereka punya banyak pilihan barang yang dijual. Mulai dari camilan, T-Shirt, magnet, gantungan kunci, dompet, kain sampai minyak-minyakan ada di sini. Selain itu, pilihan dari masing-masing produknya juga variatif. Jadi memilihnya enak.

Untuk harga saya tidak tahu apakah toko ini termasuk mahal atau murah bila dibandingkan toko lainnya. Karena selain ke toko ini, saya hanya sempat mampir ke satu toko lain di sekitaran Somba Opu (tapi saya tidak ingat nama tokonya). Dari 2 toko ini saya melihat rata-rata harganya tidak jauh beda. Kalaupun ada perbedaan hanya sedikit. Misalnya, di toko ke-2 harga magnetnya lebih murah sedikit dibanding di toko Sulawesi Art Shop tapi untuk minyak-minyakan harga di toko Sulawesi Art Shop lebih murah dibanding toko ke-2.

Di Sulawesi Art Shop ini saya sempat membeli beberapa barang, yaitu: 

 Dompet songket murah meriah, Rp. 10.000,-
  • Dompet songket, harganya Rp. 10.000,- (mereka punya pilihan dompet lainnya dengan ukuran yang lebih besar dan harganya berkisar dari Rp. 15.000 - Rp. 25.000,-. Di toko ke-2 saya tidak menemukan dompet-dompet ukuran kecil seperti ini). 
  • Magnet, harganya Rp. 10.000,- (di toko ke-2 saya sempat lihat harganya hanya Rp. 9.000,- tapi pilihan model magnet di toko ini tidak sebanyak di toko Sulawesi Art Shop).


Aneka magnet dan gantungan kunci
  • Jagung (marning) disco keju, harganya Rp. 10.000,- (sempat melihat di toko oleh-oleh di bandara, dengan ukuran dan merk yang sama persis, harganya Rp. 30.000,-)
  • Kacang joget, harganya Rp. 15.000,- 
Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Little Penguin Publish di Majalah GADIS No. 07/2015
  • Mie Titi Bikin Bingung
  • Terapung di Laut Bunaken
  • Masuk Tempat Judi Kayak Masuk Mall
Baca Juga:
  • Tempat Belanja Oleh-oleh di Melbourne, Australia 
  • EuroTrip: Tempat Belanja Murah di Dublin, Irlandia 
  • EuroTrip: Tempat Belanja Oleh-oleh di Dublin, Irlandia

Traveling writing about Little Penguin, Phillip Island, Australia published in GADIS Magazine. GADIS no. 7, edar 6 - 16 Maret 2015. Yeaaaay :)




Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie

YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:
  • Mie Titi Bikin Bingung
  • Terapung di Laut Bunaken
  • Masuk Tempat Judi Kayak Masuk Mall
  • Melbourne, The Artsy City
Yeaaay! Saya sekarang ada di kota Makassar. Karena tugas kantor, mulai hari ini sampai 6 hari ke depan saya akan berada di kota Angin Mamiri ini. Makan malam pertama saya di kota ini adalah di restoran Mie Titi. Ini mengingatkan saya akan pengalaman makan Mie Titi pada tahun 2011 lalu.

Pada 2011 lalu, saya mendapat tugas kantor untuk roadshow GADIS Sampul bersama seorang rekan kantor, Laura. Saat itu kami memutuskan untuk makan malam di Mie Titi yang dekat dengan hotel kami, yaitu Mie Titi di Jl. Datu museng 23. Saat itu, saya belum familiar dengan Mie Titi. Tapi kata Laura, kami harus mencobanya karena ini adalah salah satu makanan khas Makassar. Wah, saya aja yang punya 25% darah Makassar tidak tahu hal ini. Hihihi...

Begitu masuk Mie Titi, seorang pria langsung bertanya, "dua?" Saya dan Laura mengiyakan karena kami memang hanya berdua. Setelah itu, kami langsung mengambil tempat duduk yang tersedia. Saat masih bingung mau memesan apa, tiba-tiba ada pelayan pria yang datang dengan membawakan 2 gelas teh tawar. Awalnya saya sempat bingung kenapa kami diberi minuman padahal kami belum memesan. Tapi saya tidak mempermasalahkan itu karena memang ada rumah makan yang secara otomatis memberikan minuman teh tawar meskipun kita tidak memesannya.

Tapi beda urusannya ketika tiba-tiba pria yang tadi bertanya, "dua" kepada kami datang dan membawakan dua piring mie. Saya dan Laura langsung saling pandang kebingungan. "Kita belum pesan, kok," kata saya dan Laura dengan nada bingung kepada sang pelayan tersebut. "Tadi katanya dua," ucap sang pelayan sambil meletakkan piring tersebut di atas meja kami. Meski bingung, saya dan Laura akhirnya pasrah menerima mie kering berkuah tersebut. Seumur-umur baru kali ini masuk ke rumah makan dan langsung disodorkan makanan yang bahkan tidak saya pesan. 

Setelah sibuk menganalisa, saya dan Laura sepakat kepada kesimpulan bahwa ada beda pengertian "dua" antara pelayan tersebut dengan kami. Kami mengira dua yang dia maksud adalah menanyakan jumlah orang yang datang padahal maksud dia adalah jumlah yang dipesan. Tapi pertanyaan selanjutnya timbul di kepala saya, "kenapa dia ngasih kita mie ini? Kalau saya ingin mie jenis lain atau menu lain bagaimana?" Laura pun sama bingungnya dengan saya. 

Malam ini, saya makan lagi di Mie Titi. Tapi kali ini Mie Titi di Jl. Dr. W. Sudirohusodo No. 20. Menurut driver yang mengantarkan saya dan Widi (kali ini saya tidak pergi dengan Laura), Mie Titi di jalan ini adalah pusatnya sedangkan yang di Datumesung adalah cabangnya. Begitu sampai pintu masuk, saya mendapatkan pertanyaan, "berapa?" dari petugas kasir di depan pintu. Tidak mau terjebak dalam kasus yang sama, saya putuskan bertanya balik sebelum menjawab. 


Ini mie titi yang saya makan malam ini. Harganya 22 ribu rupiah.

Begini kurang lebih percakapan kami:
"Berapa?"
"Ini pesannya di sini atau nanti?" saya menunjuk ke arah dalam rumah makan.
"Bisa di sini. Berapa?"
"Kami berdua. Menunya ada apa aja?"
"Cuma ada mie titi dan nasi goreng."

Kalimat "cuma ada mie titi" langsung diserap otak saya layaknya tulisan yang di-bold dan kapital semua. Ya pantas aja, waktu saya makan mie titi di Datumesung, mereka bahkan tidak menanyakan saya mau makan apa, lah wong menu mie-nya aja cuma ada satu-satunya. Mungkin orang yang datang ke situ sudah hampir dipastikan makan mie titi. Karena seperti kata Widi, buat apa ke Mie Titi kalau pesannya nasi goreng.

Akhirnya setelah hampir 4 tahun, kebingungan yang saya alami terjawab sudah.

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie


YouTube: yanilauwoie


Blog Sebelumnya:
  • Terapung di Laut Bunaken
  • Masuk Tempat Judi Kayak Masuk Mall
  • Melbourne, The Artsy City
Baca Juga:  
  • Turis Indonesia Terkenal Tukang Pipis di Korea Selatan
  • EuroTrip: Sakau Nasi
  • Sujud Syukur di Kedutaan Besar Irlandia di Roma
Newer Posts Older Posts Home

My Travel Book

My Travel Book
Baca yuk, kisah perjalanan saya di 20 negara!

My Travel Videos

Connect with Me

Total Pageviews

Categories

Amerika Serikat Australia Belanda Belgia Ceko Denmark Hong Kong Indonesia Inggris Irlandia Italia Jepang Jerman Korea Selatan Macau Malaysia Prancis Singapura Skotlandia Spanyol Thailand Vietnam

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2023 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  October (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (51)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (30)
    • ►  December (8)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (60)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2016 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (4)
    • ►  February (4)
    • ►  January (6)
  • ▼  2015 (51)
    • ►  December (7)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  June (4)
    • ►  May (6)
    • ►  April (3)
    • ▼  March (6)
      • Makan Makanan Bekas Babi
      • Tempat Belanja Oleh-oleh di Praha, Ceko
      • Makan Apa di Makassar?
      • Tempat Belanja Oleh-oleh di Makassar
      • Little Penguin Tayang di Majalah GADIS No. 07/2015
      • Mie Titi Bikin Bingung
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2014 (51)
    • ►  December (6)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (5)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (13)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ►  October (6)

Search a Best Deal Hotel

Booking.com

Translate

Booking.com

FOLLOW ME @ INSTAGRAM

Most Read

  • 10 Info Tentang Kartu Myki, Alat Bayar Transportasi di Melbourne, Australia
  • 6 Rekomendasi Oleh-oleh dari Edinburgh, Skotlandia dan Kisaran Harganya
  • 8 Tip Naik Tram di Melbourne, Australia
  • My 2018 Highlights

About Me

Hi, I'm Yani. I have 15 years experience working in the media industry. Despite my ability to write various topics, my biggest passion is to write travel stories. By writing travel stories, I combine my two favourite things; travelling and writing. All the content in this blog are mine otherwise is stated. Feel free to contact me if you have questions or collaboration proposal :)

Contact Me

Name

Email *

Message *

Copyright © 2016 My Travel Stories. Created by OddThemes & VineThemes